Internasional

Larangan Menyetir Dihapus, Wanita Arab Rayakan Kebebasan Baru

Rehia Sebayang, CNBC Indonesia
25 June 2018 12:07
Larangan Menyetir Dihapus, Wanita Arab Rayakan Kebebasan Baru
Foto: REUTERS/Faisal Al Nasser
Jakarta, CNBC Indonesia - Kaum wanita di Arab Saudi turun ke jalan pada tengah malam di hari Minggu (24/6/2018), menyambut penghapusan larangan mengemudi terakhir di dunia bagi perempuan, yang sudah sejak lama dilihat sebagai lambang represi perempuan di kerajaan Muslim yang sangat konservatif itu.

"Rasanya aneh, saya sangat senang ... Saya terlalu bangga untuk melakukan ini sekarang," kata Majdooleen al-Ateeq yang berusia 23 tahun saat ia melaju melintasi Riyadh untuk pertama kalinya mengemudikan Lexus hitamnya, Reuters melaporkan yang dikutip CNBC International.

Pencabutan larangan yang diperintahkan pada bulan September lalu oleh Raja Salman adalah bagian dari reformasi besar-besaran yang didorong oleh putra mahkotanya yang kuat, Pangeran Muhammad bin Salman, dalam upaya untuk mengubah ekonomi negara eksportir minyak dunia itu dan membuka masyarakatnya yang tertutup.

Para wanita menyusuri jalan utama di kota Khobar dan bersorak-sorai sembari diawasi polisi.

"Kami siap dan ini benar-benar akan mengubah hidup kami," kata Samira al-Ghamdi, seorang psikolog berusia 47 tahun dari Jeddah, salah satu wanita pertama yang mendapatkan izin mengemudi.


Pencabutan larangan yang selama bertahun-tahun mendapat kecaman dari dunia internasional dan dibandingkan dengan aturan Taliban di Afghanistan itu, telah disambut baik oleh sekutu Barat sebagai bukti tren progresif baru di Arab Saudi.

Namun, perubahan itu telah disertai dengan tindakan keras atas perbedaan pendapat, termasuk terhadap beberapa aktivis yang sebelumnya berkampanye menentang larangan tersebut. Saat rekan-rekan mereka turun ke jalan dan mengemudi secara legal untuk pertama kalinya, mereka malah mendekam di penjara.

Perempuan dengan surat izin mengemudi asing baru bisa mulai mengubah izinnya awal bulan ini, jadi jumlah pengemudi baru nampaknya tetap rendah. Ada juga perempuan yang berlatih di sekolah-sekolah baru yang dikelola negara, di mana 3 juta wanita diperkirakan akan mengemudi pada tahun 2020.

Beberapa di antaranya masih menghadapi perlawanan dari kerabat konservatifnya, dan bagi mereka yang terbiasa menggunakan jasa sopir pribadi mengaku enggan untuk mengemudi di jalan raya yang sibuk di negara itu.

"Saya pasti tidak ingin menyetir," kata Fayza al-Shammary, seorang pramuniaga berusia 22 tahun. "Saya suka menjadi puteri dengan seseorang membuka pintu mobil untuk saya dan mengantar saya ke mana-mana."
Kekhawatiran bahwa pengemudi perempuan akan menghadapi pelecehan di negara yang menerapkan aturan pemisahan yang ketat, yang biasanya mencegah perempuan berinteraksi dengan laki-laki yang tidak miliki hubungan dengannya itu, telah mendorong lahirnya undang-undang anti-pelecehan baru bulan lalu.

Kementerian Dalam Negeri berencana untuk mempekerjakan polisi lalu lintas perempuan untuk pertama kalinya, tetapi tidak jelas kapan mereka akan dikerahkan.

Direktorat keamanan publik melaporkan tidak ada insiden satu jam setelah larangan itu berakhir. Salah seorang warga Riyadh, Amr al-Ardi, mengatakan para wanita di keluarganya akan menunggu untuk melihat bagaimana sistem itu bekerja sebelum mereka mulai mengemudi.

Keputusan untuk mencabut larangan itu diperkirakan akan meningkatkan ekonomi, di mana berbagai industri mulai dari penjualan mobil hingga asuransi diperkirakan akan menuai hasil. Sebelumnya bioskop dan konser juga pernah dilarang hadir di Arab.

Perubahan ini harusnya menguntungkan keluarga karena bisa menghemat biaya menyewa sopir, sembari mendorong lebih banyak perempuan ke dalam angkatan kerja dan meningkatkan produktivitasnya, meski hanya sedikit pada awalnya.

Perusahaan otomotif telah memproduksi iklan yang menandai akhir larangan, sementara garasi parkir pribadi menyediakan area parkir wanita dengan papan tanda merah muda.

Banyak penduduk Arab yang merayakan hal ini di media sosial, tetapi ada beberapa orang yang justru mengejek atau menyatakan keprihatinan akan dampak sosial hal ini.

Seorang pengguna Twitter mengatakan bahwa dia tidak akan membiarkan istrinya mengambil alih kemudi: "Jika dia ingin menyetir, dia boleh pulang ke ayahnya dan insha Allah dia akan mengendarai truk. Keputusan seperti ini bergantung pada kebebasan pribadi #Dia-Tidak-Akan-Menyetir."

Sebagian besar populasi muda kerajaan mendukung reformasi Pangeran Mohammed, tetapi banyak penduduk Arab takut kecepatan perubahan itu dapat memancing reaksi dari pihak religius konservatif yang pernah dianggap dominan. Aktivis dan diplomat telah berspekulasi bahwa penangkapan lebih dari puluhan pendukung hak-hak perempuan selama sebulan terakhir ditujukan untuk menenangkan elemen konservatif atau mengirim pesan kepada aktivis untuk tidak mendorong tuntutan terlalu jauh.

Upaya modernisasi putra mahkota telah memenangkan pujian di dalam dan luar negeri, tetapi ia juga memprovokasi ketidaknyamanan dengan pembersihan anti-korupsi tahun lalu, ketika sejumlah bangsawan dan pengusaha terkenal ditahan di Hotel Ritz-Carlton di Riyadh.

Sebagian besar dari tawanan dibebaskan setelah mencapai kesepakatan dengan pemerintah. Investor miliarder, Pangeran Alwaleed bin Talal, yang ditahan di Ritz selama tiga bulan dan merupakan orang yang mendukung wanita mengemudi, mempostong video putrinya mengemudi di Twitter.

"Arab Saudi baru saja memasuki abad ke-21," katanya kepada cucunya di kursi belakang dalam video itu. "Terima kasih kepada Raja Salman atas pencapaian ini."

Meski larangan mengemudi telah berakhir, namun Arab Saudi tetap menjadi salah satu negara paling ketat bagi perempuan, yang membutuhkan izin dari wali laki-laki yang diamanatkan secara hukum untuk keputusan penting, seperti perjalanan ke luar negeri dan pernikahan.

Amnesty International mengatakan mencabut larangan itu adalah "langkah kecil ke arah yang benar," tetapi menyerukan untuk mengakhiri praktik lain yang mendiskriminasi perempuan.


Aktivis telah mulai berkampanye untuk mengakhiri sistem perwalian, yang telah terkikis perlahan-lahan selama bertahun-tahun. Pangeran Muhammad, dalam sebuah wawancara awal tahun ini menyatakan bahwa ia percaya pria dan wanita adalah sama.

Namun aktivis veteran Arab, Hala Aldosari, mengatakan perempuan tetap menjadi warga kelas dua dan mengkritik "pendekatan sedikit demi sedikit" putra mahkota sebagai jalan untuk melayani kepentingan elit dengan mengorbankan perempuan dari keluarga yang lebih ketat.

"Yang paling buruk adalah jika reformasi berskala kecil ini, dan pembungkaman kaum feminis, memperlambat momentum untuk mendorong rezim Saudi membuat perubahan yang lebih berarti," tulisnya di sebuah surat kabar AS.
Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular