Internasional
Petani Hingga Pabrikan Mobil Jadi Korban Perang Dagang
Ester Christine Natalia, CNBC Indonesia
22 June 2018 12:43

Jakarta, CNBC Indonesia - Aksi saling lempar retorika pedas antara Amerika Serikat (AS) dan China yang terancam memicu perang dagang global kembali memakan korban, yakni sektor otomotif Jerman.
Produsen mobil mewah Daimler dan BMW bergabung dengan petani-petani Amerika serta produsen panel surya dan baja China sebagai korban-korban pertama dalam perang dagang berskala global, yang tidak pernah terjadi sejak tahun 1930-an.
Sementara sebagian besar ekonom yakin perang tarif antara dua negara dengan perekonomian terbesar di dunia itu tidak akan menghentikan pertumbuhan global, bahkan jika Presiden AS Donald Trump memberlakukan tarif terhadap produk impor China senilai US$450 miliar (Rp 6.339 triliun), industri perorangan seperti pertanian, otomotif, dan teknologi nampak siap terkena hantaman.
Pada hari Rabu (20/6/2018), Daimler memangkas proyeksi laba tahun 2018. Sementara itu BMW, yang mana pabrik di Spartanburg, South Carolina, adalah pengekspor kendaraan tunggal terbesar di AS, berkata sedang mencari "opsi strategis" karena ancaman perang dagang.
Tes pertama untuk melihat apakah perang tarif benar-benar akan dimulai bisa dilihat tanggal 6 Juli nanti, di mana Trump mengancam memberlakukan porsi pertama dari rencana tarif terhadap produk-produk impor China senilai $50 miliar.
Beijing telah menjanjikan pembalasan, sementara Trump tidak mau kalah dengan mengancam memberi tekanan yang lebih kuat lagi. Dia berkata bisa jadi akan ada tarif terhadap produk China yang nilainya mencapai $450 miliar, mendekati nilai $500 miliar dari produk-produk yang AS peroleh dari Negeri Tirai Bambu.
Perang dagang antara AS dan China, kekuatan ekonomi dan militer yang muncul di dunia, kini terlihat seperti akan melibatkan seluruh dunia jika kedua belah pihak mewujudkan ancaman-ancaman mereka.
Sebagai catatan, AS juga terperosok ke dalam perselisihan dengan sekutu-sekutunya di Eropa dan Amerika Utara terkait perdagangan, imigrasi, dan kebijakan luar negeri, seperti dilansir dari Reuters.
"Sangat disayangkan karena AS berubah-ubah, meningkatkan ketegangan, dan memicu sebuah perang dagang," kata Juru Bicara Kementerian Perdagangan China Gao Feng pada hari Kamis (21/6/2018).
"AS terbiasa memegang 'kekuatan' untuk negosiasi, tetapi pendekatan ini tidak berlaku untuk China."
Di saat yang sama ketika Gao dan harian China menekankan bahwa Beijing akan melakukan perlawanan, Presiden China Xi Jinping justru berkata ke para eksekutif perusahaan-perusahaan asing di Beijing bahwa dia akan menerapkan pengurangan tarif yang dijanjikan di bulan April.
Barang-barang seperti mobil dijanjikan potongan tarif di bulan Mei. Beijing juga mengatakan akan menurunkan bea impor terhadap 1.449 produk konsumen mulai tanggal 1 Juli.
Beijing berusaha memposisikan diri sebagai pelindung perdagangan bebas global, kedudukan yang ditinggalkan AS sejak Trump menjabat di tahun 2017 dengan agenda proteksionismenya.
"Saya menunjukkan kata-kata saya dengan perbuatan," kata Xi kepada sekelompok CEO asing di Beijing hari Kamis.
Meskipun tidak ada pembicaraan antara kedua negara sejak gagalnya kesepakatan untuk menegosiasi pengurangan defisit dagang AS dengan China, beberapa analis politik di AS yakin Trump kemungkinan akan menarik diri dari tarif-tarif itu sebelum tanggal 6 Juli.
Meskipun begitu, retorika pedas yang terus mengalir dari Washington membuat pendapat itu nampak meragukan.
"Yang harus kita lakukan adalah menciptakan lingkungan di mana jadi lebih merugikan bagi pihak-pihak dengan hambatan perdagangan besar, baik tarif maupun nontarif. Harus membuatnya lebih merugikan bagi mereka jika tetap mempertahankan hambatan ketimbang menghapuskannya," kata Menteri Perdagangan AS Wilbur Ross kepada CNBC International hari Kamis.
Pasar keuangan terhantam lebih keras lagi seiring dengan peningkatan ancaman. Perusahaan-perusahaan mobil pun merasakan akibatnya pada hari Kamis, meski saham perusahaan seperti General Motors (GM) dan Ford Motor rebound dari posisi harga saham sebelumnya.
GM ditutup hampir lebih rendah 2% di hari Kamis, sementara Ford kehilangan 1,3% dan Tesla anjlok 4,1%.
Produsen mobil mewah Daimler dan BMW bergabung dengan petani-petani Amerika serta produsen panel surya dan baja China sebagai korban-korban pertama dalam perang dagang berskala global, yang tidak pernah terjadi sejak tahun 1930-an.
Sementara sebagian besar ekonom yakin perang tarif antara dua negara dengan perekonomian terbesar di dunia itu tidak akan menghentikan pertumbuhan global, bahkan jika Presiden AS Donald Trump memberlakukan tarif terhadap produk impor China senilai US$450 miliar (Rp 6.339 triliun), industri perorangan seperti pertanian, otomotif, dan teknologi nampak siap terkena hantaman.
Tes pertama untuk melihat apakah perang tarif benar-benar akan dimulai bisa dilihat tanggal 6 Juli nanti, di mana Trump mengancam memberlakukan porsi pertama dari rencana tarif terhadap produk-produk impor China senilai $50 miliar.
Beijing telah menjanjikan pembalasan, sementara Trump tidak mau kalah dengan mengancam memberi tekanan yang lebih kuat lagi. Dia berkata bisa jadi akan ada tarif terhadap produk China yang nilainya mencapai $450 miliar, mendekati nilai $500 miliar dari produk-produk yang AS peroleh dari Negeri Tirai Bambu.
Perang dagang antara AS dan China, kekuatan ekonomi dan militer yang muncul di dunia, kini terlihat seperti akan melibatkan seluruh dunia jika kedua belah pihak mewujudkan ancaman-ancaman mereka.
Sebagai catatan, AS juga terperosok ke dalam perselisihan dengan sekutu-sekutunya di Eropa dan Amerika Utara terkait perdagangan, imigrasi, dan kebijakan luar negeri, seperti dilansir dari Reuters.
"Sangat disayangkan karena AS berubah-ubah, meningkatkan ketegangan, dan memicu sebuah perang dagang," kata Juru Bicara Kementerian Perdagangan China Gao Feng pada hari Kamis (21/6/2018).
"AS terbiasa memegang 'kekuatan' untuk negosiasi, tetapi pendekatan ini tidak berlaku untuk China."
Di saat yang sama ketika Gao dan harian China menekankan bahwa Beijing akan melakukan perlawanan, Presiden China Xi Jinping justru berkata ke para eksekutif perusahaan-perusahaan asing di Beijing bahwa dia akan menerapkan pengurangan tarif yang dijanjikan di bulan April.
Barang-barang seperti mobil dijanjikan potongan tarif di bulan Mei. Beijing juga mengatakan akan menurunkan bea impor terhadap 1.449 produk konsumen mulai tanggal 1 Juli.
Beijing berusaha memposisikan diri sebagai pelindung perdagangan bebas global, kedudukan yang ditinggalkan AS sejak Trump menjabat di tahun 2017 dengan agenda proteksionismenya.
"Saya menunjukkan kata-kata saya dengan perbuatan," kata Xi kepada sekelompok CEO asing di Beijing hari Kamis.
Meskipun tidak ada pembicaraan antara kedua negara sejak gagalnya kesepakatan untuk menegosiasi pengurangan defisit dagang AS dengan China, beberapa analis politik di AS yakin Trump kemungkinan akan menarik diri dari tarif-tarif itu sebelum tanggal 6 Juli.
Meskipun begitu, retorika pedas yang terus mengalir dari Washington membuat pendapat itu nampak meragukan.
"Yang harus kita lakukan adalah menciptakan lingkungan di mana jadi lebih merugikan bagi pihak-pihak dengan hambatan perdagangan besar, baik tarif maupun nontarif. Harus membuatnya lebih merugikan bagi mereka jika tetap mempertahankan hambatan ketimbang menghapuskannya," kata Menteri Perdagangan AS Wilbur Ross kepada CNBC International hari Kamis.
Pasar keuangan terhantam lebih keras lagi seiring dengan peningkatan ancaman. Perusahaan-perusahaan mobil pun merasakan akibatnya pada hari Kamis, meski saham perusahaan seperti General Motors (GM) dan Ford Motor rebound dari posisi harga saham sebelumnya.
GM ditutup hampir lebih rendah 2% di hari Kamis, sementara Ford kehilangan 1,3% dan Tesla anjlok 4,1%.
Next Page
Dampak perang dagang mulai terasa
Pages
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular