OECD: Harga Minyak & Perang Dagang Jadi Risiko Ekonomi Global

Rehia Sebayang, CNBC Indonesia
31 May 2018 16:54
Pertumbuhan ekonomi global dalam jangka panjang diperkirakan akan mendekati rata-rata 4%, menurut OECD.
Foto: CNBC Indonesia/Arys Aditya
Jakarta, CNBC Indonesia - Prospek pertumbuhan saat ini cerah, tetapi beberapa risiko dapat membahayakan kemajuan yang telah lama ditunggu-tunggu, menurut laporan yang dirilis pada hari Rabu (30/5/2018) oleh Organisasi untuk Kerjasama Ekonomi dan Pembangunan (Organization for Economic Cooperation and Development/ OECD).

Pertumbuhan ekonomi global sedang mendekati rata-rata jangka panjang sebesar 4%, sebuah rekor yang pernah dicapai sebelum krisis keuangan, seperti dikutip dari laporan OECD's 2018 Economic Outlook. Pengangguran di seluruh 35 negara anggota, yang sebagian besar dianggap sangat maju, berada pada titik terendah sejak tahun 1980.


Tetapi kombinasi harga minyak yang meningkat, ketegangan perdagangan, dan kerentanan pasar keuangan dapat berpadu di tengah lingkungan pengetatan moneter yang sedang terjadi dan menjadi potensi bencana, CNBC International melaporkan dengan mengutip OECD.

Pertumbuhan ekonomi masih didorong oleh suku bunga rendah dan stimulus fiskal, yang berarti bahwa ekspansi itu tidak sepenuhnya organik dan lebih rentan terhadap perubahan pasar dan politik, kata Sekretaris Jenderal OECD Jose Angel Gurria.

"Ekspansi ekonomi akan berlanjut dalam dua tahun mendatang dan prospek pertumbuhan jangka pendek lebih baik dibandingkan tahun-tahun sebelumnya," katanya kepada wartawan pada forum tahunan OECD di Paris.

"Namun, pemulihan saat ini masih didukung oleh kebijakan moneter yang sangat akomodatif, dan pelonggaran fiskal yang meningkat. Hal ini menunjukkan bahwa pertumbuhan yang kuat dan mandiri belum tercapai."

Laporan itu mengatakan harga minyak telah meningkat secara signifikan pada tahun lalu, dan jika terus mengikuti tren ini, beberapa ahli memperkirakan harganya akan kembali ke US$100 per barel, sehingga ekonomi akan mengalami tekanan inflasi yang serius dan pertumbuhan konsumsi rumah tangga yang lebih rendah.

Dan karena bank sentral bergerak menjauhi kebijakan moneter longgar dan mulai menaikkan suku bunga, terutama di Amerika Serikat (AS), normalisasi ini dapat mengekspos kerentanan ekonomi yang diciptakan oleh pengambilan risiko keuangan dan memuncaknya utang selama bertahun-tahun.

Utang publik dan swasta berada pada rekor tertinggi, dan untuk pasar negara berkembang dengan pengaruh besar dalam mata uang asing, dampak buruk pada ekonomi telah mulai terlihat.

Pelonggaran fiskal, seperti pemotongan pajak dan peningkatan belanja publik, seperti yang dilakukan di AS, memperparah risiko ini, kata laporan itu.

Untuk mengatasi hal ini, OECD menekankan perlunya reformasi struktural dan kebijakan yang ditujukan untuk meningkatkan keterampilan, meningkatkan produktivitas tenaga kerja, dan berinvestasi dalam inovasi.

Phil O'Reilly, ketua Komite Penasihat Bisnis dan Industri OECD, mengatakan kepada CNBC bahwa satu-satunya cara untuk menghindari krisis yang disebabkan oleh utang yang tidak dapat dikelola adalah mengejar pertumbuhan melalui reformasi semacam itu.

"Stimulus fiskal hanya bagus untuk sementara waktu. Gagasan tentang utang tinggi jelas merupakan pengganggu stabilitas ekonomi. Jawabannya adalah pertumbuhan ekonomi yang solid yang melampaui pertumbuhan yang didorong oleh stimulus dan itu didasarkan pada fundamental," kata O'Reilly.

Dia mengatakan untuk mencapai pertumbuhan ini akan bergantung pada tiga bidang reformasi inti, yaitu kemajuan keterampilan, inklusi digital, dan prosedur investasi.


"Dunia usaha telah bertahun-tahun menyerukan pendidikan yang sejalan dengan apa yang dibutuhkan pengusaha," kata O'Reilly. "Ini tidak mahal. Sulit untuk dilakukan secara politis, tetapi teruskan saja."

O'Reilly menambahkan bahwa infrastruktur digital dan inklusi digital akan menjadi inti untuk menyediakan keduanya di daerah pedesaan dan daerah kurang mampu untuk dapat mengakses sarana pendidikan yang lebih baik, melek finansial, dan peluang bisnis. Selain itu, prosedur investasi yang disempurnakan dan disederhanakan, baik di tingkat pusat maupun lokal, akan meningkatkan aliran bisnis lintas batas dan memperkuat penciptaan lapangan kerja sektor swasta.

Tetapi tanpa adanya reformasi khusus dan penegakannya yang efektif, akan ada masalah ke depannya.

"Jika Anda telah menaikkan suku bunga dan tidak memiliki kepercayaan bisnis dalam jangka panjang, Anda akan melihat adanya pengurangan investasi bisnis dari waktu ke waktu dan Anda akan melihat akhir dari kisah stimulus fiskal," Kata O'Reilly.

Dengan latar belakang kenaikan harga minyak, tekanan keuangan di pasar negara berkembang, pengetatan kebijakan moneter, ketegangan perdagangan, dan guncangan politik seperti yang berlangsung di Italia yang berpotensi mengancam seluruh Eropa, kemungkinan risiko ini menghambat pertumbuhan global menjadi lebih dekat dari apa yang dibayangkan negara-negara di dunia.
(prm) Next Article Seram, Ekonomi Dunia Menuju Titik Terlemah Sejak Krisis 2008

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular