Harga Minyak dan Subsidi Solar Bikin Pusing Pemerintah

Rivi Satrianegara, CNBC Indonesia
24 May 2018 11:08
Naiknya harga minyak dunia berdampak pada harga bensin di SPBU. Satu sisi pemerintah larang kenaikan harga, tapi distributor hadapi risiko beban semakin tinggi
Foto: CNBC Indonesia/ Andrean Kristianto
Jakarta, CNBC Indonesia- Terus naiknya harga minyak dunia jelas berdampak pada harga bensin di SPBU. Di satu sisi pemerintah meminta tak ada kenaikan harga BBM, tapi sisi lain distributor menghadapi risiko beban semakin tinggi akibat melebarnya disparitas harga impor dengan harga yang harus dijual ke masyarakat.

Pemerintah bukannya tak menyadari akan potensi beban Pertamina, terutama sebagai penyalur BBM subsidi jenis solar. Alokasi subsidi untuk bensin ini di 2018 sesuai pagu APBN adalah Rp 500 per liter, jumlah ini dinilai tak cukup dengan melonjaknya harga minyak dunia.



Untuk itu, pemerintah berkeinginan menyediakan subsidi tambahan pada bensin solar. Hal itu dilakukan untuk mengurangi beban keuangan PT Pertamina (Persero) sebagai distributor solar, di tengah peningkatan harga minyak dunia.

Hingga kini, belum ada angka pasti tambahan subsidi yang akan diberikan. Namun, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengaku telah mengajukan tambahan subsidi sebesar Rp 1.000 atau total menjadi Rp 1.500 per liter.

Pertamina sebelumnya juga sempat meminta kompensasi di hulu dengan menyediakan harga khusus untuk minyak yang dipakai di dalam negeri.



Tetapi, kedua usulan ini belum disepakati oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani. Alasannya, Sri tidak mau terlalu banyak menerbitkan aturan. Alih-alih menjawab soal tambahan subsidi atau kompensasi di hulu, Sri menawarkan opsi lain ke Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) untuk atasi masalah minyak-minyak ini.

Sri menawarkan pemanfaatan pemasukan negara yang diperoleh dari lonjakan harga minyak yang tinggi (windfall profit). Sejak harga minyak terkerek, pemerintah memang menyebut secara lebih luas hal tersebut berdampak positif terhadap keuangan negara.

"Kami sudah bicara dengan Menko Perekonomian dan Menkeu, tapi itu Bu Sri Mulyani merasa sulit dan tidak sepakat," ujar Direktur Jenderal Migas Kementerian ESDM Djoko Siswanto, di Gedung DPR, Kamis (24/5/2018).

"Kata Bu Sri Mulyani biar saja, berapapun harga minyak naik nanti dapat windfall profit, uang itulah yang akan kita hitung berapa kekurangan dari Pertamina," dia menambahkan.

Djoko menyampaikan dengan asumsi harga minyak mentah Indonesia (Indonesia Crude Price/ICP) di APBN saat ini (US$ 48 per barel), masih ada windfall profit sekitar Rp 300 miliar untuk setiap US$ 1 kenaikan harga minyak.

"Setiap naik US$ 1 penerimaan negara bertambah Rp 2,8 triliun hingga Rp 2,9 triliun. Namun ada beban subsidi Rp 2,5-2,6 triliun. Jadi masih ada windfall profit sekitar Rp 3 miliar," kata Djoko di Gedung DPR, Rabu (23/5/2018).


Meski belum ada solusi pasti soal subsidi, seiring harga minyak yang masih tinggi. Djoko masih optimistis pemerintah bisa mengatasi kondisi yang ada. Bahkan kalau harga minyak terus mengalami peningkatan, setidaknya sampai US$ 100 per barel.

"Kita sudah punya pengalaman. Semoga dengan pengalaman itu kita bisa hadapi ini. Kalau nilai tukar berubah, dulu memang berpengaruh ke subsidi, namun sejak pemerintah Pak Jokowi, subsidi tidak berpengaruh pada kurs dan harga minyak," terang Djoko.

Tingginya ketergantungan Pertamina terhadap harga minyak dunia dalam impor BBM pun menjadi pertayaan Komisi VII DPR RI tentang perkembangan pembangunan kilang minyak. Plt. Direktur Utama Pertamina Nicke Widyawati pun menjelaskan berbagai kemajuan yang ada.

Misal, proyek pembangunan kilang Tuban yang terhalang masalah lahan, direncanakan untuk memanfaatkan lahan milik PT Perkebunan Negara. Lalu, kilang Cilacap yang ditarget rampung pada tahun ini.


(gus/gus) Next Article Pertamina: Konsumsi Solar 2018 Bisa di Bawah Alokasi

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular