
Internasional
Negara Afrika Memasuki Krisis Utang Baru
Ester Christine Natalia, CNBC Indonesia
20 April 2018 17:40

Jakarta, CNBC Indonesia - Afrika sub-Sahara memasuki krisis utang baru dimana 40% negara di kawasan ini mengalami kesulitan utang dan berisiko tinggi. Jumlah tersebut meningkat dua kali lipat dari lima tahun lalu.
Dengan sejumlah negara yang sudah tidak dapat melunasi hutangnya selama lima sampai delapan tahun terakhir, para pejabat Dana Moneter Internasional (International Monetary Fund/IMF) mendesak semua negara Afrika agar menaikkan pajaknya supaya memiliki dana untuk membayar bunga. Pasalnya, bunga utang negara-negara itu telah naik ke level tertinggi dalam seabad.
Para pejabat IMF memperingatkan segala keringanan utang yang diperlukan di masa mendatang diprediksi akan lebih sukar diperoleh daripada sebelumnya karena sebagian besar pinjaman baru datang dari sumber komersial yang kurang terbuka dengan pengampunan utang dibandingkan pemerintah nasional.
Masood Ahmed, Presiden sebuah think-tank pembangunan bernama Center for Global Development, mengatakan peningkatan utang kawasan itu difasilitasi oleh pemberi pinjaman komersial yang mengincar imbal hasil aset lebih tinggi. Ahmed memimpin Heavily Indebted Poor Countries/HIPC (Negara Miskin Berutang Tinggi) Initiative dari World Bank di tahun 1990an, sebuah program yang mengurangi beban utang secara signifikan.
"Sementara rasio utang masih di berada di bawah level yang mengacu ke HIPC, risikonya lebih tinggi karena sebagian besar utangnya berada di ketentuan komersial dengan suku bunga lebih tinggi, jatuh tempo lebih pendek dan perilaku pemberi pinjaman yang lebih tidak bisa diprediksi daripada multilateral tradisional," katanya.
Chad, Sudan Selatan, Republik Kongo dan Mozambik bergerak menuju fase "kesulitan utang" di tahun 2017, kata IMF. Artinya, mereka sudah gagal atau tidak bisa membayar utangnya.
Jumlah utang yang lebih besar telah melampaui ambang batas utang atau beban jasa IMF, sehingga mereka pun masuk ke kategori sangat riskan untuk gagal.
Ketakutannya adalah banyak negara-negara Afrika yang akan terperangkap di jebakan utang, mengancam pembangunan ekonomi hanya dalam waktu 13 tahun setelah Multilateral Debt Relief Initiative (Inisiatif Relaksasi Utang Multilateral). Inisiatif itu menghapuskan utang negara-negara yang memenuhi kriteria pengelolaan perekonomian dan pengentasan kemiskinan.
Abebe Selassie, Direktur Departemen Afrika di IMF, menekankan bahwa "sementara kenaikan utang menjadi perhatian", gambaran di Afrika sub-Sahara sangat beragam dan banyak negara bisa menstabilkan beban utang dengan cepat jika mereka memobilisasi pendapatan.
Namun dalam Fiscal Monitor, survei tentang neraca keuangan pemerintah yang diselenggarakan dua kali per tahun, IMF menyatakan beberapa negara dengan permasalahan utang sudah diuntungkan dari investasi yang lebih besar dan tingkat pertumbuhan yang kuat.
"Kemerosotan neraca fiskal selama lima tahun terakhir tidak mencerminkan peningkatan investasi," kata laporan itu.
Dengan sejumlah negara yang sudah tidak dapat melunasi hutangnya selama lima sampai delapan tahun terakhir, para pejabat Dana Moneter Internasional (International Monetary Fund/IMF) mendesak semua negara Afrika agar menaikkan pajaknya supaya memiliki dana untuk membayar bunga. Pasalnya, bunga utang negara-negara itu telah naik ke level tertinggi dalam seabad.
Para pejabat IMF memperingatkan segala keringanan utang yang diperlukan di masa mendatang diprediksi akan lebih sukar diperoleh daripada sebelumnya karena sebagian besar pinjaman baru datang dari sumber komersial yang kurang terbuka dengan pengampunan utang dibandingkan pemerintah nasional.
Chad, Sudan Selatan, Republik Kongo dan Mozambik bergerak menuju fase "kesulitan utang" di tahun 2017, kata IMF. Artinya, mereka sudah gagal atau tidak bisa membayar utangnya.
Jumlah utang yang lebih besar telah melampaui ambang batas utang atau beban jasa IMF, sehingga mereka pun masuk ke kategori sangat riskan untuk gagal.
Ketakutannya adalah banyak negara-negara Afrika yang akan terperangkap di jebakan utang, mengancam pembangunan ekonomi hanya dalam waktu 13 tahun setelah Multilateral Debt Relief Initiative (Inisiatif Relaksasi Utang Multilateral). Inisiatif itu menghapuskan utang negara-negara yang memenuhi kriteria pengelolaan perekonomian dan pengentasan kemiskinan.
Abebe Selassie, Direktur Departemen Afrika di IMF, menekankan bahwa "sementara kenaikan utang menjadi perhatian", gambaran di Afrika sub-Sahara sangat beragam dan banyak negara bisa menstabilkan beban utang dengan cepat jika mereka memobilisasi pendapatan.
Namun dalam Fiscal Monitor, survei tentang neraca keuangan pemerintah yang diselenggarakan dua kali per tahun, IMF menyatakan beberapa negara dengan permasalahan utang sudah diuntungkan dari investasi yang lebih besar dan tingkat pertumbuhan yang kuat.
"Kemerosotan neraca fiskal selama lima tahun terakhir tidak mencerminkan peningkatan investasi," kata laporan itu.
Pages
Most Popular