Internasional

Negara Afrika Memasuki Krisis Utang Baru

Ester Christine Natalia, CNBC Indonesia
20 April 2018 17:40
Kasus Korupsi Dan Penyembunyian Laporan Utang
Foto: Reuters
Negara pengekspor komoditas seperti Nigeria, Chad, Kongo dan Zambia telah menderita anjloknya pendapatan dari ekstraksi minyak dan biji logam. Kenaikan yang baru saja terjadi di harga komoditas memberi sedikit "ruang bernapas", menurut seorang pejabat IMF, tetapi banyak yang kesulitan.

Negara Afrika lainnya "membiarkan pengeluaran melesat ke atas untuk sebagian besar barang," tulis IMF dalam Fiscal Monitor, termasuk Ethiopia, Ghana dan Gambia. Beberapa negara sudah merasakan dampak negatifnya karena mereka meminjam dengan mata uang asing dan mendapati utang itu susah dibayar setelah depresiasi yang signifikan, termasuk Pantai Gading, Senegal dan Zambia. 

Penipuan dan korupsi besar, termasuk laporan utang yang dirahasiakan, di mana negara bertanggungjawab terhadap utang bersyarat (contingent liabilities) badan usaha milik negara yang seringkali buram, telah menimpa negara-negara seperti Republik Kongo, Mozambik dan Angola.

Hasil itu telah meningkatkan beban utang secara signifikan, dengan IMF mengestimasi beban utang masyarakat di negara berpendapatan rendah naik 13% poin terhadap produk domestik bruto (PDB) dalam lima tahun terakhir.

Inisiatif relaksasi sebelumnya dipicu oleh beban utang yang lebih tinggi secara tertulis daripada totalnya hari ini. Namun, angka tersebut tidak sepenuhnya sebanding karena pemerintah Afrika telah gagal dengan utang-utang itu dan tidak membayar bunga.

Apalagi, biaya bunga juga sudah naik tajam selama satu dekade terakhir menjadi dua kali lipat ke angka 20% pajak pendapatan.

Vitor Gaspar, Direktur Departemen Urusan Fiskal IMF, mengatakan, "Meningkatnya biaya [bunga] sebagian mencerminkan naiknya ketangguhan instrumen pasar. Hampir sebagiannya sekarang adalah utang tidak lunak, atau naik dari kuartal di tahun 2017".

Pada rapat musim semi di Washington, AS, para pejabat IMF mendesak negara-negara Afrika untuk meningkatkan efisiensi belanja publik, menyerahkan investasi publik ke sektor swasta dan menerapkan rencana konsolidasi fiskal secara menyeluruh, termasuk mencari pendapatan baru dari pajak konsumen.
Namun, beberapa orang justru menyalahkan IMF karena tidak melakukan apapun ketika utang meningkat signifikan.

Bulan ini, Indermit Gill dan Kenan Karakulah dari Duke Center for International Development di Duke University mengatakan IMF seharusnya lebih vokal di awal.

"Peningkatan utang harus menaikkan segala bentuk peringatan dan memicu triase, tapi ternyata tidak. Dana Moneter Internasional maupun Bank Dunia (World Bank/WB) tidak membunyikan alarm," tulis mereka. (roy/roy)

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular