Tak Cuma Harga Khusus, Batu Bara Perlu Kontrak Jangka Panjang
21 February 2018 12:54

Jakarta, CNBC Indonesia— Harga batu bara untuk kebutuhan dalam negeri (domestic public obligation/DMO) dinilai perlu memiliki harga khusus terlepas dari harga batu bara di pasar atau harga batu bara acuan (HBA).
Pengamat Ekonomi Sunarsip menyampaikan hal itu telah dilakukan di beberapa negara produsen batu bara seperti Amerika Serikat (AS), China, serta Afrika Selatan. “Selain itu diperlukan kontrak jangka panjang atas harga yang telah diskon tersebut,” kata dia di Hotel Akmani, Rabu (16/2/2018).
Kontrak jangka panjang, menurut Sunarsip, dapat menjadi jalan tengah yang diambil dengan minimal masa berlaku selama 5 tahun. Dia memberi contoh, negara produsen batu bara lain telah menetapkan skema itu dengan jangka waktu hingga 20 tahun sehingga ketika ada pergerakan harga, tidak ada dampak terhadap kebutuhan dalam negeri.
“Dari beberapa opsi, ini yang menurut saya paling memungkinkan untuk diterapkan karena saat ini kontrak antara PT PLN (Persero) dengan perusahaan batu bara di Indonesia hanya sekitar 2 tahun,” jelas Sunarsip.
Berdasarkan kajiannya, opsi lain seperti menaikkan tarif dasar listrik akan memiliki dampak sebesar 0,06% atas daya beli masyarakat. Hal tersebut adalah yang tertinggi bila dibandingkan rencana lain.
Lalu, yang paling rendah dampaknya pda daya beli masyarakat adalah pemberian subsidi oleh pemerintah. Namun diketahui, pemerintah tidak lagi membuka peluang untuk subsidi energi.
Maka dari itu, diskon atas HBA dan pemberlakuan kontrak jangka panjang dinilai langkah paling tepat untuk diambil pemerintah.
“Menurut saya paling wajar ditetapkan dalam kisaran US$ 45 hingga US$ 65, karena sepanjang tahun berdasarkan prediksi Bank Dunia, harga berada di kisaran US$ 70,” tutur dia.
(gus/gus)
Pengamat Ekonomi Sunarsip menyampaikan hal itu telah dilakukan di beberapa negara produsen batu bara seperti Amerika Serikat (AS), China, serta Afrika Selatan. “Selain itu diperlukan kontrak jangka panjang atas harga yang telah diskon tersebut,” kata dia di Hotel Akmani, Rabu (16/2/2018).
Kontrak jangka panjang, menurut Sunarsip, dapat menjadi jalan tengah yang diambil dengan minimal masa berlaku selama 5 tahun. Dia memberi contoh, negara produsen batu bara lain telah menetapkan skema itu dengan jangka waktu hingga 20 tahun sehingga ketika ada pergerakan harga, tidak ada dampak terhadap kebutuhan dalam negeri.
“Dari beberapa opsi, ini yang menurut saya paling memungkinkan untuk diterapkan karena saat ini kontrak antara PT PLN (Persero) dengan perusahaan batu bara di Indonesia hanya sekitar 2 tahun,” jelas Sunarsip.
Berdasarkan kajiannya, opsi lain seperti menaikkan tarif dasar listrik akan memiliki dampak sebesar 0,06% atas daya beli masyarakat. Hal tersebut adalah yang tertinggi bila dibandingkan rencana lain.
Lalu, yang paling rendah dampaknya pda daya beli masyarakat adalah pemberian subsidi oleh pemerintah. Namun diketahui, pemerintah tidak lagi membuka peluang untuk subsidi energi.
Maka dari itu, diskon atas HBA dan pemberlakuan kontrak jangka panjang dinilai langkah paling tepat untuk diambil pemerintah.
“Menurut saya paling wajar ditetapkan dalam kisaran US$ 45 hingga US$ 65, karena sepanjang tahun berdasarkan prediksi Bank Dunia, harga berada di kisaran US$ 70,” tutur dia.
Artikel Selanjutnya
Harga Batu Bara Khusus PLN Demi Tarif Listrik Tetap
(gus/gus)