
Pengusaha Ubah Skema Transaksi Ekspor Batu Bara
Samuel Pablo, CNBC Indonesia
14 February 2018 14:51

Jakarta, CNBC Indonesia – Pengusaha batu bara akan mengubah skema penjualan ekspor komoditas tersebut menyusul pemberlakuan Peraturan Menteri Perdagangan No. 82/2017 yang mewajibkan ekspor harus menggunakan kapal nasional.
Direktur Eksekutif Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia (APBI) Hendra Sinadia mengatakan selama ini praktik transaksi ekspor batubara lazim menggunakan skema FOB (free on board) di mana eksportir berkewajiban menyerahkan batubara sampai di atas kapal, menyiapkan izin ekspor, membayar pajak dan royalti yang berlaku dan lainnya.
Di sisi lain, importir wajib mengurus kapal angkut, kontrak pengangkutan, membayar biaya freight dan menanggung biaya asuransi.
(ray/ray) Next Article Ekspor Batu Bara Wajib Kapal RI, Menhub: Biaya Jangan Tinggi
Direktur Eksekutif Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia (APBI) Hendra Sinadia mengatakan selama ini praktik transaksi ekspor batubara lazim menggunakan skema FOB (free on board) di mana eksportir berkewajiban menyerahkan batubara sampai di atas kapal, menyiapkan izin ekspor, membayar pajak dan royalti yang berlaku dan lainnya.
Di sisi lain, importir wajib mengurus kapal angkut, kontrak pengangkutan, membayar biaya freight dan menanggung biaya asuransi.
"Selama ini, dengan negara tujuan ekspor utama kita seperti China, India, Jepang, Korea Selatan, dan Taiwan umumnya FOB. Kapal ditentukan oleh pembeli," ujar Hendra dalam pesan singkatnya kepada CNBC Indonesia, Rabu (14/2/2018).
Saat Permendag 82/2017 diberlakukan, sambung Hendra, transaksi tersebut akan menggunakan sistem CIF (cost, insurance and freight), di mana eksportir akan menanggung biaya pengiriman sampai ke pelabuhan negara tujuan, termasuk asuransinya.
Selain masalah sistem transaksi ekspor, Hendra juga mempertanyakan kemampuan industri perkapalan nasional dalam menyediakan kapal pengangkut batubara.
"[Dalam ekspor batubara], butuh kapal dengan spesifikasi khusus juga," ujar Hendra.
Hendra lantas memberikan spesifikasi kapasitas kapal angkutan yang dibutuhkan untuk ekspor batubara antara lain:
1. Handysize: Kurang dari 39.999 DWT ()
2. Handymax : 40.000 - 59.999 DWT
3. Supramax : 50.000 - 59.999 DWT
4. Panamax : 60.000 - 79.999 DWT
5. Post Panamax : 80.000 - 109.999 DWT
6. Capesize : 110.000 - 199.000 DWT
Saat ini, Hendra mengatakan APBI bersama pemerintah sedang merumuskan peraturan teknis terkait hal-hal di atas, termasuk penyusunanpeta jalan atau roadmap bersama asosiasi industri terkait seperti Indonesian National Shipowners' Association (INSA) dan Asosiasi Logistik dan Forwader Indonesia (ALFI).
"Idealnya roadmap harus selesai dulu [sebelum Permendag diberlakukan], tapi dengan waktu yang sempit sepertinya tidak memungkinkan, jadi mungkin sambil jalan," jelasnya.
Hendra berharap pelaksanaan Permendag 82/2017 yang sejatinya berlaku per 1 Mei ini bisa ditunda dulu agar tidak menghambat aktifitas ekspor batubara.
"Selain itu kami minta pemerintah mengkaji juga apakah Permendag todak bertentangan dengan aturan WTO," pungkas Hendra.
Selain masalah sistem transaksi ekspor, Hendra juga mempertanyakan kemampuan industri perkapalan nasional dalam menyediakan kapal pengangkut batubara.
"[Dalam ekspor batubara], butuh kapal dengan spesifikasi khusus juga," ujar Hendra.
Hendra lantas memberikan spesifikasi kapasitas kapal angkutan yang dibutuhkan untuk ekspor batubara antara lain:
1. Handysize: Kurang dari 39.999 DWT ()
2. Handymax : 40.000 - 59.999 DWT
3. Supramax : 50.000 - 59.999 DWT
4. Panamax : 60.000 - 79.999 DWT
5. Post Panamax : 80.000 - 109.999 DWT
6. Capesize : 110.000 - 199.000 DWT
Saat ini, Hendra mengatakan APBI bersama pemerintah sedang merumuskan peraturan teknis terkait hal-hal di atas, termasuk penyusunanpeta jalan atau roadmap bersama asosiasi industri terkait seperti Indonesian National Shipowners' Association (INSA) dan Asosiasi Logistik dan Forwader Indonesia (ALFI).
"Idealnya roadmap harus selesai dulu [sebelum Permendag diberlakukan], tapi dengan waktu yang sempit sepertinya tidak memungkinkan, jadi mungkin sambil jalan," jelasnya.
Hendra berharap pelaksanaan Permendag 82/2017 yang sejatinya berlaku per 1 Mei ini bisa ditunda dulu agar tidak menghambat aktifitas ekspor batubara.
"Selain itu kami minta pemerintah mengkaji juga apakah Permendag todak bertentangan dengan aturan WTO," pungkas Hendra.
(ray/ray) Next Article Ekspor Batu Bara Wajib Kapal RI, Menhub: Biaya Jangan Tinggi
Most Popular