Jepang Cs Mulai Pertanyakan Aturan Wajib Kapal Nasional RI

Anisatul Umah, CNBC Indonesia
21 February 2020 11:49
Jepang, India, dan negara tujuan ekspor batu bara RI mulai mempertanyakan kebijakan wajib kapal nasional
Foto: Istimewa
Jakarta, CNBC Indonesia - Ekspor batu bara bakal diwajibkan menggunakan kapal nasional sesuai dengan Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No. 82 Tahun 2017 yang sudah diubah untuk kedua kalinya oleh Permendag No. 80 Tahun 2018.

Aturan ini berpotensi menghambat ekspor batu bara sehingga bedamapak pada defisit transaksi berjalan. Jepang menjadi negara pertama yang mempertanyakan aturan ini. 

Direktur Eksekutif Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia (APBI) Hendra Sinadia mengatakan Jepang sangat concern dalam hal ini, sehingga saat Permendag ini diterbitkan Jepang langsung mempertanyakan. Hendra meminta agar pemerintah turut aktif mensosialisasikan aturan ini ke negara lain. 

Perhatian yang sama juga akan dilakukan negara-negara lain seperti India, Korea, Taiwan, dan lain-lain. Dirinya mencontohkan salah satu kasus di Vietnam, di mana pada tahun 2018 ada salah satu Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) sedang dibangun dan semua batu baranya akan dipasok dari Indonesia. 

[Gambas:Video CNBC]




"PLTU itu saat itu pendanaan dihold foundernya karena ada ketidakjelasan isu ini. Isu diaddress langsung ke Kementerian Perdagangan (Kemendag), Kemendag berangkat ke sana. Itu baru satu case," terangnya dalam konferensi pers di Kantor APBI, Kamis, (20/02/2020). 

Ketua Bidang Marketing dan Logistik APBI Hendri Tan mengatakan soal kapal yang memiliki kewajiban sewa adalah pihak pembeli. Pihaknya khawatir hal ini akan bedampak pada biaya yang lebih tinggi. Perjanjian ekspor batu bara dilakukan dilakukan dalam jangka waktu panjang, rata-rata 2-3 tahun. 

"Pada saat itu mereka sudah kontrak sewa vessel dengan perusahaan kapal lain. Jadi kalau peratuan ini diterapakan di mana tadinya buyer berhak cari kapal, otomatis beban akan dikenakan bagi si produsen batu bara," imbuhnya. 

Lebih lanjut dirinya mengatakan sampai saat ini mereka belum tahu skemanya seperti apa. Pihaknya khawatir akan mengganggu aktivitas ekspor batu bara ke depannya. 

Anggota Marketing dan Logistik APBI Tulus Sebastian Situmeang mengatakan beberapa pembeli sudah mulai mengalihkan pembelian. Pihaknya meminta agar dilibatkan dalam pembicaraan ini, karena sudah sangat mepet dan berlaku efektif pada 1 Mei 2020. 

"Namanya perusahaan pembangkit sustainability pasokan penting. Mereka harus ada minimum stock. Mereka harus tentukan apa yang terjadi di bulan Mei. Beberpa power plant udah indikasikan alih yang lain. Di Jepang, China, Korea itu stock pile kecil-kecil, jaminan suplai sangat peting buat mereka," jelasnya. 

Kemudian, sepanjang tahun 2019 ada 7.645 pengapalan (shipment) untuk aktivitas ekspor batu bara Indonesia. Dari jumlah ini hanya 1% yang kapal nasional yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan ekspor. Kondisi ini menjadi ancaman pada ekspor batu bara ke depan. 


(gus) Next Article PLN Resmikan Kapal Angkutan Batu Bara ke Sumatera

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular