Alasan Ekonomi Indonesia Masih Stagnan di 5%

Chandra Gian Asmara, CNBC Indonesia
05 February 2018 14:33
Pertumbuhan ekonomi Indonesia sepanjang 2017 mencapai 5,07%. Tumbuh stagnan.
Foto: CNBC Indonesia/Muhammad Sabki
Jakarta, CNBC Indonesia - Pertumbuhan ekonomi Indonesia sepanjang 2017 mencapai 5,07%. Jika dibandingkan dengan negara-negara tetangga seperti Filipina dan Vietnam, realisasi pertumbuhan ekonomi Indonesia kalah jauh.

Jika dibanding tahun-tahun sebelumnya, ekonomi Indonesia memang naik turun dan cenderung stagnan di posisi 5%. Ekonomi Indonesia tercatat tumbuh di 2014 : 5,02% , 2015 : 4,88%, 2016 : 5,02%, dan 2017 : 5,07%.

Sementara, ekonomi Filipina berhasil tumbuh 6,7%, sementara ekonomi Vitenam tumbuh 6,81%. Lantas, apa saja faktor yang membuat pertumbuhan ekonomi Indonesia stagnan di level tersebut dalam beberapa tahun terakhir?

Kepala BPS Suhariyanto mengungkapkan, pertumbuhan konsumsi rumah tangga yang tidak mencapai angka 5%, menjadi penyebab utama ekonomi domestik belum menggeliat seperti yang diharapkan.

Bahkan pada tahun ini, untuk pertama kalinya konsumsi rumah tangga tidak pernah tumbuh di atas 5%. Menurut Suhariyanto, hal ini perlu menjadi perhatian bagi pemerintah, terutama dalam menjaga konsumsi rumah tangga.

“Kenapa kita bisa tumbuh 5%? Karena konsumsi rumah tangganya melemah. Sementara di satu sisi, seluruh komponen positif,” kata Suhariyanto dalam konferensi pers di gedung BPS, Senin (5/2/2018).

Selain itu, CNBC Indonesia merangkum pandangan berbagai ekonom, apa saja faktor-faktor yang membuat ekonomi Indonesia hanya mampu tumbuh 5%. Berikut petikannya :

Ekonom Bank Permata Josua Pardede

Josua memandang, stagnansi pertumbuhan ekonomi Indonesia dalam beberapa tahun terakhir tak lepas dari trend pertumbuhan konsumsi rumah tangga yang masih terkena dampak dari berakhirnya era komoditas pada 2014.

Memang pada 2014, realisasi pertumbuhan ekonomi Indonesia turun drastis menjadi 5,02%, dari yang sebelumnya pada 2013 mencapai 5,56%. Dampak tersebut, kata Josua, saat ini masih terasa di sebagian wilayah penghasil komoditas berbagai daerah.

“Meskipun harga komoditas cenderung meningkat kembali, namun kegiatan ekonomi di daerah penghasil komoditas masih lemah,” kata Josua, Senin (5/2/2018).

Selain itu, faktor lain yang menyebabkan realisasi pertumbuhan ekonomi Indonesia hanya 5% adalah kontribusi sektor manufaktur yang terus menurun. Sementara di sisi lain, sektor jasa bisa tumbuh lebih cepat dibandingkan sektor padat karya.

Kepala Ekonom CIMB Niaga Adrian Panggabean

Sependapat, Adrian menilai anjloknya harga komoditas periode 2013-2014 berpengaruh cukup signifikan terhadap ekonomi Indonesia. Apalagi, selama ini Indonesia mengandalkan sektor tersebut sebagai mesin utama penggerak ekonomi nasional.

“Dengan turunnya ekspor, konfigurasi makro ekonomi Indonesia memburuk. Sektor perbankan tertekan NPL juga. Pada akhirnya, Indonesia terjebak dalam perlambatan ekonomi terpanjang dalam 30 tahun terakhir,” kata Adrian.

Selain itu, adanya ketidakpastian berbisnis di Indonesia pun dianggap memberikan pengaruh. Adrian mengatakan, investasi sektor swasta masih tertahan, tercermin dalam pertumbuhan kredit perbankan tahun ini yang diperkirakan tumbuh single digit.

Beberapa ketidakpastian yang pada akhirnya mendorong investor wait and see, adalah dari sisi  kebijakan perpajakan serta kondisi ekonomi dunia yang belum sepenuhnya pulih. Maka, diperlukan kebijakan strategis untuk mengembalikan kepercayaan dunia usaha.

“Banyak sekali ketidakpastian, sehingga business lebih senang pegang cash,” katanya.

Ekonom Bank BCA David Sumual

Tak jauh berbeda dengan dua ekonom sebelumnya, David pun memiliki pandangan serupa. Habisya era komoditas, membuat konsumsi yang selama ini diandalkan sebagai motor utama penggerak ekonomi tertahan.

Adapun berbagai faktor yang membuat ekonomi Indonesia hanya tumbuh 5%, tercermin dari konsumsi barang tahan lama yang relatif stagnan. Menurut David, ada kecenderungan kalangan menengah ke atas menahan konsumsi.

“Sementara kalangan menengah ke bawah turun, karena upah riil yang tidak meningkat,” jelasnya.
(dru) Next Article 'Ekonomi RI Cukup Berat, Bahkan Berat Sekali!'

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular