PDB Q1-2020

Terendah Sejak 2001, Waspada Ekonomi RI Bakal Kontraksi Lagi!

Lidya Julita S, CNBC Indonesia
05 May 2020 15:40
Suasana aktivitas pasar Nangka, Jakarta Pusat, Rabu (19/2). Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menyetujui usulan Menteri Keuangan Sri Mulyani untuk menerapkan cukai terhadap produk plastik secara keseluruhan, bukan hanya kantong plastik. Pasalnya, dari sebagian besar anggota berpandangan bahwa, apabila pemerintah ingin mengedepankan aspek lingkungan dan kesehatan, seharusnya cukai plastik bukan hanya ditunjukkan untuk kantong kresek saja. Tapi juga terhadap beberapa produk plastik lainnya, seperti minuman kemasan, kemasan makanan instan, dan lain sebagainya. Sri Mulyani juga mengajukan pengenaan beberapa produk kena cukai ke Komisi XI DPR. Salah satu barang yang akan kena cukai adalah kendaraan bermotor khususnya kendaraan yang masih mengeluarkan emisi CO2. Ketentuan yang akan diatur adalah, dikecualikan pada kendaraan:

Kendaraan yang tak menggunakan BBM seperti kendaraan listrik

Kendaraan umum, kendaraan pemerintah, kendaraan keperluan khusus seperti ambulan dan damkar

Kendaraan untuk kebutuhan ekspor

Berdasarkan bahan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) yang diterima CNBC Indonesia, belum ada besaran tarif yang diusulkan. Besaran tarif dapat berubah tergantung tujuan dari kebijakan pemerintah. (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Foto: Ilustrasi Kendaraan (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Jakarta, CNBC Indonesia - Pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal I-2020 sangat rendah, terendah sejak 2001. Pada Selasa (5/5/2020), Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan ekonomi Indonesia pada kuartal I-2020 tumbuh 2,97% year-on-year (YoY). Ini menjadi laju paling lemah sejak kuartal IV-2001.

Dari sisi penawaran, sektor industri pengolahan yang menjadi penyumbang terbesar dalam pembentukan Produk Domestik Bruto (PDB) tumbuh melambat. Pada kuartal I-2020, industri pengolahan tumbuh 2,06%, jauh melambat dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya yaitu 3,85%. Lagi-lagi pertumbuhan industri berada di bawah pertumbuhan ekonomi, sinyal de-industrialisasi semakin kuat.

Perekonomian Indonesia berdasarkan besaran Produk Domestik Bruto (PDB) atas dasar harga berlaku triwulan I-2020 mencapai Rp 3.922,6 triliun dan atas dasar harga konstan 2010 mencapai Rp 2.703,1 triliun.

"Beberapa sub-sektor di industri pengolahan mengalami kontraksi seperti barang logam, tekstil dan pakaian jadi, karet dan barang dari karet, serta furniture. Ini perlu mendapat perhatian kita semua," kata Suhariyanto, Kepala BPS pada Selasa (5/4/2020).

Laju Pertumbuhan Triwulan (Dok BPS)Foto: Laju Pertumbuhan Triwulan (Dok BPS)
Laju Pertumbuhan Triwulan (Dok BPS)


Dari sisi pengeluaran, konsumsi rumah tangga yang menjadi kontributor utama dalam pembentukan PDB hanya bisa tumbuh 2,84%. Biasanya komponen ini rajin tumbuh di kisaran 5%.

"Konsumsi rumah tangga melambat cukup dalam, pada kuartal I-2019 masih 5,02%. Porsi konsumsi rumah tangga sangat besar sehingga menggeret (pertumbuhan ekonomi) ke bawah.

"Pengeluaran yang masih tumbuh adalah perumahan dan perlengkapan rumah tangga. Kemudian yang tumbuh melambat adalah makanan-minuman serta restoran dan hotel, ini karena PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar) dan imbauan untuk mengurangi kegiatan di luar. Ada beberapa komponen yang terkontraksi yaitu pakaian, alas kaki, dan jasa perawatan sera informasi dan komunikasi," papar Suhariyanto.

Struktur ekonomi Indonesia secara spasial pada triwulan I-2020 didominasi oleh kelompok provinsi di Pulau Jawa dan Pulau Sumatera.

Kelompok provinsi di Pulau Jawa memberikan kontribusi terbesar terhadap PDB Indonesia, yakni sebesar 59,14 persen , diikuti oleh Pulau Sumatera sebesar 21,40 persen, Pulau Kalimantan sebesar 8,12 persen, dan Pulau Sulawesi sebesar 6,19 persen, serta Bali dan Nusa Tenggara sebesar 2,95 persen. Sementara kontribusi terendah ditorehkan oleh kelompok provinsi di Pulau Maluku dan Papua.

Eks Menteri Keuangan 2013-2014, Chatib Basri mengatakan penurunan ekonomi benar-benar disebabkan pandemi Covid-19. Adanya penerapan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) dalam rangka memerangi Covid-19 juga turut menjadi penyebab kontraksi tersebut.

"Kemudian juga harus dilakukan PSBB itu akan berpengaruh kepada sisi supply dan demand, jadi angka inflasi yang rendah itu saya kira juga cerminan yang memang diprediksi. kalau PMI mengalami penurunan karena memang sisi produksinya terganggu," kata Chatib Basri.

Chatib mengindikasikan pertumbuhan ekonomi Indonesia di kuartal II-2020 akan mengalami kontraksi yang cukup tajam. Pasalnya, aktivitas konsumsi yang menyumbang PDB tertinggi mengalami tren pelemahan. Terlebih, periode tersebut bertepatan dengan adanya Ramadan dan hari raya Idul Fitri di mana konsumsi rumah tangga menjadi yang paling tinggi.

Efek Pandemi Covid-19, PDB RI Minus Bisa Terjadi

Chatib menjelaskan, perekonomian akan terus mengalami kontraksi selama pandemi Covid-19 masih berlangsung. Selain itu, kondisi ekonomi juga akan mengalami kesulitan selama vaksin Covid-19 belum ditemukan.

"Saya melihatnya di seberapa lama pandemi covid-19 ini, jadi kalau misalnya pandemi ini berlangsung pendek katakanlah bisa normal di Juni, maka kita bisa berharap recovery mungkin bisa terjadi, tapi kalo pandemi berlangsung lama dan misalnya WHO mengatakan bahwa tidak ada evidence mereka yang sudah infected itu bisa kena lagi, artinya risiko second wave nya ada, maka mungkin baru akan selesai kalau vaksin sudah ada," jelasnya.

Namun, dia menambahkan, proses penemuan vaksin ini membutuhkan waktu yang panjang, dan ketika vaksin sudah ditemukan pun, aktivitas bisnis masih membutuhkan waktu untuk recovery dari dampak pandemi.

"Nah bicara vaksin ada itu mungkin periodenya bisa panjang sampai dengan Desember, kalau itu yang terjadi banyak perusahaan yang dalam 6 bulan ini akan mengalami kesulitan bahkan tutup, kalau dia melakukan recovery itu butuh waktu, bentuknya seperti U shaped. Tetapi, kalau pandemi ini bisa benar-benar selesai dalam waktu pendek, kita bisa berharap terjadinya V shaped," tambahnya.

Bahkan, Chatib tidak menutup kemungkinan jika pandemi Covid-19 ini berlangsung lama maka pertumbuhan ekonomi Indonesia bisa tumbuh negatif.

"Kalau mewabahnya lama berlangsung sampai akhir tahun, saya kira kemungkinan itu PDB minus bisa terjadi. Itu sebabnya kemenkeu punya angka -0,4% sampai 2,5% tetapi kalau misalnya Juli sudah mulai normal maka mungkin kita tidak masuk dalam teritori negatif. Saya ga bisa predict ini sepenuhnya karena tergantung seberapa lama pandemi ini terjadi," paparnya.



[Gambas:Video CNBC]





(dru) Next Article Loyo! PDB Kuartal IV-2019 Tumbuh 4,97%, Terendah Sejak 2016

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular