
Ucapkan Selamat Tinggal Pada Pertumbuhan Ekonomi RI 5%
Lidya Julita S, CNBC Indonesia
30 March 2020 14:16

Jakarta, CNBC Indonesia - Wabah virus corona atau Covid-19 membuat perekonomian dunia tertekan yang tentunya berimbas ke dalam negeri. Bahkan, perekonomian Indonesia di tahun ini di proyeksi di bawah 5%.
Bank Indonesia (BI) dalam buku Laporan Perekonomian Indonesia (LPI) 2019 bahkan memproyeksi perekonomian Indonesia 2020 hanya akan mampu tumbuh disekitar 4,2-4,6%. Proyeksi ini jauh lebih rendah dibandingkan awal tahun lalu sekitar 5-5,5%.
"Terbatasnya kegiatan produksi dan aktivitas ekonomi di negara yang terdampak Covid-19, termasuk Indonesia, diakibatkan oleh terbatasnya pasokan barang antara dari negara lain untuk keperluan produksi, dan pembatasan aktivitas ekonomi untuk pencegahan penyebarannya," tulis buku LPI 2019 yang dikutip, Senin (30/3/2020).
Buku LPI mencatat, berdasarkan komponennya, ekspor diperkirakan tertahan pada 2020 akibat pertumbuhan ekonomi global yang tidak setinggi prakiraan semula. Ekspor diperkirakan terkontraksi pada kisaran 5,2-5,6% pada 2020 akibat melemahnya pertumbuhan ekonomi global, penurunan volume perdagangan, dan rendahnya harga komoditas.
Terganggunya rantai suplai global (global supply chain) akibat Covid-19 juga diperkirakan dapat mempengaruhi ekspor Indonesia akibat tidak tersedianya bahan antara yang diproduksi di negara lain. Kontraksi ekspor diperkirakan bersumber dari sektor pertambangan dan penggalian, akibat permintaan komoditas ekspor utama, terutama dari China yang menurun.
Selain ekspor barang, ekspor jasa juga diperkirakan tertahan akibat kunjungan wisata yang terkontraksi akibat Covid-19.
Kinerja investasi juga tertahan akibat penurunan kinerja ekspor. Pertumbuhan investasi tertahan dan diprakirakan tumbuh pada kisaran 3,1-3,5% pada 2020, lebih rendah dibandingkan 2019. Kontraksi ekspor menahan laju pertumbuhan investasi, terutama investasi nonbangunan.
Di samping itu, penyebaran Covid-19 yang cepat menyebabkan Pemerintah melakukan tindakan pencegahan penyebaran berupa pembatasan pekerja yang berasal dari negara terdampak Covid-19. Tertahannya TKA dari China masuk ke Indonesia turut menahan pertumbuhan investasi pada jangka pendek, terutama investasi dari China yang umumnya diiringi oleh TKA dari negara tersebut.
Selanjutnya, konsumsi swasta diperkirakan menurun pada 2020 dalam kisaran 4,6-5,0%. Kekhawatiran terhadap Covid-19, himbauan pemerintah untuk mengurangi mobilitas, dan penurunan keyakinan pertumbuhan ekonomi ke depan mempengaruhi pola perilaku konsumsi masyarakat. Masyarakat cenderung meningkatkan konsumsi kebutuhan pokok (basic need) dan menunda konsumsi lainnya.
Konsumsi seperti pakaian, transportasi, perlengkapan rumah tangga, dan leisure diperkirakan berdampak negatif. Sementara itu, konsumsi barang kebutuhan pokok, terutama sembako, diprakirakan tetap terjaga di tengah kekhawatiran merebaknya Covid-19. Meskipun pertumbuhan sedikit tertahan, pertumbuhan konsumsi cukup resilien.
Konsumsi pemerintah diperkirakan tetap tumbuh positif dengan kualitas belanja yang lebih baik di tengah penerimaan pemerintah yang diperkirakan melambat. Konsumsi pemerintah pada 2020 diperkirakan tumbuh pada kisaran 2,1-2,5%, dengan kebijakan fiskal akan lebih diarahkan untuk akselerasi daya saing melalui inovasi dan penguatan kualitas sumber daya manusia.
"Terkait dengan Covid-19, program stimulus fiskal difokuskan pada tiga prioritas utama, yaitu meningkatkan daya tahan sektor-sektor yang terdampak Covid-19, menjaga daya beli masyarakat, serta memelihara keberlanjutan dunia usaha," tulis buku tersebut.
Sebagai informasi, pada pertengahan Maret 2020, Pemerintah telah mengumumkan stimulus yang secara keseluruhan diperkirakan mencapai Rp 33,3 triliun atau sekitar 0,2% dari PDB, sebagai langkah memitigasi dampak Covid-19 pada perekonomian.
Stimulus yang terdiri dari stimulus jilid I sebesar Rp 10,4 triliun atau 0,06% dari PDB dan jilid II sebesar Rp 22,9 triliun atau sekitar 0,19% dari PDB difokuskan pada bidang kesehatan, social safety net, serta perbaikan perekonomian masyarakat dan dunia usaha.
(dru) Next Article Peringatan, Ekonomi RI Kuartal II-2020 Diramal Nyungsep!
Bank Indonesia (BI) dalam buku Laporan Perekonomian Indonesia (LPI) 2019 bahkan memproyeksi perekonomian Indonesia 2020 hanya akan mampu tumbuh disekitar 4,2-4,6%. Proyeksi ini jauh lebih rendah dibandingkan awal tahun lalu sekitar 5-5,5%.
"Terbatasnya kegiatan produksi dan aktivitas ekonomi di negara yang terdampak Covid-19, termasuk Indonesia, diakibatkan oleh terbatasnya pasokan barang antara dari negara lain untuk keperluan produksi, dan pembatasan aktivitas ekonomi untuk pencegahan penyebarannya," tulis buku LPI 2019 yang dikutip, Senin (30/3/2020).
Terganggunya rantai suplai global (global supply chain) akibat Covid-19 juga diperkirakan dapat mempengaruhi ekspor Indonesia akibat tidak tersedianya bahan antara yang diproduksi di negara lain. Kontraksi ekspor diperkirakan bersumber dari sektor pertambangan dan penggalian, akibat permintaan komoditas ekspor utama, terutama dari China yang menurun.
Selain ekspor barang, ekspor jasa juga diperkirakan tertahan akibat kunjungan wisata yang terkontraksi akibat Covid-19.
Kinerja investasi juga tertahan akibat penurunan kinerja ekspor. Pertumbuhan investasi tertahan dan diprakirakan tumbuh pada kisaran 3,1-3,5% pada 2020, lebih rendah dibandingkan 2019. Kontraksi ekspor menahan laju pertumbuhan investasi, terutama investasi nonbangunan.
Di samping itu, penyebaran Covid-19 yang cepat menyebabkan Pemerintah melakukan tindakan pencegahan penyebaran berupa pembatasan pekerja yang berasal dari negara terdampak Covid-19. Tertahannya TKA dari China masuk ke Indonesia turut menahan pertumbuhan investasi pada jangka pendek, terutama investasi dari China yang umumnya diiringi oleh TKA dari negara tersebut.
Selanjutnya, konsumsi swasta diperkirakan menurun pada 2020 dalam kisaran 4,6-5,0%. Kekhawatiran terhadap Covid-19, himbauan pemerintah untuk mengurangi mobilitas, dan penurunan keyakinan pertumbuhan ekonomi ke depan mempengaruhi pola perilaku konsumsi masyarakat. Masyarakat cenderung meningkatkan konsumsi kebutuhan pokok (basic need) dan menunda konsumsi lainnya.
Konsumsi seperti pakaian, transportasi, perlengkapan rumah tangga, dan leisure diperkirakan berdampak negatif. Sementara itu, konsumsi barang kebutuhan pokok, terutama sembako, diprakirakan tetap terjaga di tengah kekhawatiran merebaknya Covid-19. Meskipun pertumbuhan sedikit tertahan, pertumbuhan konsumsi cukup resilien.
Konsumsi pemerintah diperkirakan tetap tumbuh positif dengan kualitas belanja yang lebih baik di tengah penerimaan pemerintah yang diperkirakan melambat. Konsumsi pemerintah pada 2020 diperkirakan tumbuh pada kisaran 2,1-2,5%, dengan kebijakan fiskal akan lebih diarahkan untuk akselerasi daya saing melalui inovasi dan penguatan kualitas sumber daya manusia.
"Terkait dengan Covid-19, program stimulus fiskal difokuskan pada tiga prioritas utama, yaitu meningkatkan daya tahan sektor-sektor yang terdampak Covid-19, menjaga daya beli masyarakat, serta memelihara keberlanjutan dunia usaha," tulis buku tersebut.
Sebagai informasi, pada pertengahan Maret 2020, Pemerintah telah mengumumkan stimulus yang secara keseluruhan diperkirakan mencapai Rp 33,3 triliun atau sekitar 0,2% dari PDB, sebagai langkah memitigasi dampak Covid-19 pada perekonomian.
Stimulus yang terdiri dari stimulus jilid I sebesar Rp 10,4 triliun atau 0,06% dari PDB dan jilid II sebesar Rp 22,9 triliun atau sekitar 0,19% dari PDB difokuskan pada bidang kesehatan, social safety net, serta perbaikan perekonomian masyarakat dan dunia usaha.
(dru) Next Article Peringatan, Ekonomi RI Kuartal II-2020 Diramal Nyungsep!
Most Popular