Di Balik Goto-Shopee-Bukalapak: Siapa 'Bohir' Sebenarnya?

Market - Teti Purwanti, CNBC Indonesia
17 August 2022 14:20
Infografis, Gaji Karyawan Perusahaan Teknologi Mahal? Foto: Infografis/ Karyawan Perusahaan Teknologi/ Edward Ricardo

Jakarta, CNBC Indonesia - GoTo, Shopee, dan Bukalapak menjadi salah aplikasi yang paling banyak dikenal di Indonesia. GoTo dan Bukalapak bahkan dikenal sebagai perusahaan milik anak bangsa. Namun siapa sangka ketiga perusahaan tersebut dikuasai oleh Singapura.

Singapura memang merupakan negara paling kecil di Asia Tenggara, akan tetapi jaringan bisnis dan investasinya menggurita hingga ke seluruh dunia.

Hal ini karena kendaraan investasi yang mengelola dana abadi negara (sovereign wealth fund/SWF) pemerintah Singapura cukup aktif melakukan investasi di berbagai negara, termasuk Indonesia.

Bahkan diam-diam jejak investasinya dapat dilihat di perusahaan rintisan (startup) teknologi dan digital dalam negeri. Singapura ternyata mulai mencengkram ekonomi digital di Indonesia, negara yang merupakan ekonomi terbesar di Asia Tenggara ini.

Pemerintah Singapura memiliki tiga entitas investasi utama yang mengelola dana kekayaan (SWF) dan cadangan devisa. Ketiga entitas tersebut adalah GIC atau Government of Singapore Investment Corporation, Temasek Holdings (Private) Limited atau disingkat Temasek dan Monetary Authority of Singapore (MAS).

Situs resminya mencatat, GIC didirikan tahun 1981 dengan tujuan untuk mengelola lebih dari US$ 100 miliar cadangan devisa di berbagai kelas aset, nilai itu setara dengan Rp 1.450 triliun lebih (kurs Rp 14.500/US$).

Global SWF melaporkan bahwa GIC merogoh hingga US$ 17,7 miliar atau setara dengan Rp 257 triliun dalam 65 kesepakatan yang berbeda.

Posisi GIC berada di atas Canadian public pension fund (CPP), pengelola SWF Kanada yang melakukan 33 investasi tahun lalu, sejumlah total US$ 15 miliar atau setara Rp 218 triliun.

Saat ini total aset yang dikelola oleh GIC mencapai US$ 360 miliar atau setara dengan Rp 5.220 triliun, sedikit lebih besar dari Tamasek dengan total aset mencapai US$ 280 miliar atau sekitar Rp 4.060 triliun.

Untuk GIC, saat ini chairman dijabat oleh Lee Hsien Loong yang juga Perdana Menteri Singapura sejak 2004. Adapun CEO (Chief Executive Officer) GIC dijabat oleh Lim Chow Kiat sejak Januari 2017. Sebelumnya dia memegang jabatan Group Chief Investment Officer GIC dan Deputy Group President.

Adapun untuk Temasek, berdasarkan situs resmi Temasek, per 31 Maret 2021, portofolio bersihnya mencapai S$ 381 miliar atau sekitar Rp 4.076 triliun (asumsi kurs Rp 10.699/S$), meningkat S$ 75 miliar (Rp 802 triliun) atau hampir 25% dari perolehan portofolio bersihnya yang dicapai pada tahun lalu.

Sementara itu, untuk MAS, meskipun tidak seaktif dua entitas lainnya, MAS yang juga bertindak sebagai bank sentral Singapura ikut mengelola cadangan devisa Singapura.

Penetrasi GIC-Temasek

Selanjutnya dua raksasa investasi milik pemerintah Singapura lain yakni GIC dan Temasek secara rutin dan aktif melakukan penetrasi ke banyak perusahaan baik itu secara global maupun di regional Asia Tenggara.

Investasi ini termasuk kepada perusahaan rintisan Tanah Air, khususnya yang bergerak di bidang teknologi yang meramaikan ekonomi digital.

Jejak Investasi GIC di Indonesia dapat dilihat dari kepemilikan saham di PT Bank Jago Tbk (ARTO) dan PT Bukalapak.com Tbk (BUKA), sedangkan investasi Temasek di Indonesia termasuk di Tokopedia, Gojek dan perusahaan rintisan asal Singapura yang memiliki gurita bisnis di Indonesia, Grab.

Pada 5 Agustus lalu, data Bursa Efek Indonesia (BEI) mencatat, GIC Private Limited yang merupakan pengelola SWF milik pemerintah Singapura, resmi melakukan pembelian saham emiten e-commerce Bukalapak sebanyak 1.600.797.400 atau setara dengan 1,553% modal disetor dan ditempatkan Bukalapak.

Pembelian dilakukan pada harga Rp 850/saham dengan total dana yang dikucurkan mencapai Rp 1,36 triliun. Bukalapak adalah e-commerce yang disokong Grup Emtek (PT Elang Mahkota Teknologi Tbk/EMTK) dan mencatatkan saham perdana (initial public offering/IPO) dengan terbesar dalam sejarah pasar modal Indonesia yakni Rp 22 triliun, dengan harga IPO Rp 850/saham.

Sebelumnya, pemerintah Singapura (Government of Singapore/GOS) dan otoritas MAS sudah telah memiliki saham Bukalapak sebanyak 9,447%, bukan lewat GIC, melainkan lewat melalui Archipelago Investment Pte. Ltd.

Atas transaksi saham terbaru pada 5 Agustus lalu itu, maka jumlah saham yang dimiliki pemerintah Singapura menjadi 11,33 miliar saham atau 11,001% dari seluruh modal ditempatkan dan disetor penuh Bukalapak.

Berdasarkan prospektus IPO Bukalapak, jumlah kepemilikan GOS-MAS ini terdilusi dan mengalami penurunan dari sebelumnya sebesar 12,60% sebelum perusahaan melakukan IPO.

Dengan pembelian kembali saham BUKA untuk mempertahankan investasinya (yang sempat terdilusi), maka pemerintah Singapura lagi-lagi makin kokoh berinvestasi di perusahaan Tanah Air.

Sebelum melakukan investasi di Bukalapak, GIC lebih dulu menanamkan modalnya di emiten perbankan dengan kinerja saham fantastis setahun terakhir, Bank Jago, bank yang juga milik Gojek.

GIC resmi menggenggam 9,12% saham bank digital tersebut melalui skema rights issue atau penerbitan saham baru dengan Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu (HMETD) yang selesai pada pertengahan Maret lalu.

Transaksi ini terjadi ketika Bank Jago menerbitkan 3 miliar saham baru di harga eksekusi Rp 2.350 per saham yang mana PT Metamorfosis Ekosistem Indonesia (MEI) dan Gopay atau PT Dompet Karya Anak Bangsa (anak usaha Gojek) tidak melaksanakan kewajibannya secara penuh, dan melimpahkan kuotanya kepada GIC.

GIC dikabarkan merogoh kocek sampai Rp 3,15 triliun untuk mengeksekusi HMETD sebanyak 1,19 miliar unit.

Kabar yang sempar menggemparkan dunia startup Indonesia, dan Asia Tenggara, barangkali mergernya dua raksasa startup RI yakni Gojek dan ecommce Tokopedia.

Isu merger yang sudah lama berembus akhirnya resmi terjadi pada pertengahan Mei tahun ini, di mana dua raksasa teknologi yang ekosistemnya diklaim mencapai 2% PDB Indonesia, Gojek dan Tokopedia, resmi bergabung dalam Grup GoTo.

Sama dengan Bukalapak, konglomerasi teknologi ini juga tidak lepas dari aliran dana investasi dari pemerintah Singapura. Jika Bukalapak dan Bank Jago disokong GIC, GoTo punya Temasek yang menjadi salah satu pendananya.

Terakhir kali, Temasek Holdings dan Google dikabarkan telah sepakat untuk menyuntikkan dana ke Tokopedia senilai US$ 350 juta atau setara Rp 5,13 triliun (asumsi Rp 14.630/US$). Informasi ini beredar pada Oktober 2020 lalu.

Kabarnya suntikan dana ini akan digunakan untuk ekspansi usaha setelah Covid-19. Suntikan dana ini juga menunjukkan kepercayaan investor kepada e-commerce terbesar Tanah Air ini yang mengalami lonjakan belanja online selama pandemi.

Sementara itu, Temasek dan Google juga menjadi investor di Gojek, startup ride hailing berstatus decacorn (startup dengan valuasi di atas US$ 10 miliar).

Temasek berkali-kali disebut sebagai pemegang saham terbesar di Gojek. Reuters pada Januari 2018 menyebut Temasek kembali menyuntikkan modal ke Gojek.

Temasek menggunakan beberapa sayap investasi yang tercatat sebagai pemegang saham Gojek, yakni Gamvest Pte Ltd dan Anderson Investment Pte Ltd.

Selanjutnya jejak investasi lain Temasek di pasar digital RI dapat dilihat dari pendanaan yang dilakukan kepada perusahaan super app Grab.

Meskipun bukan perusahaan asli asal Indonesia melainkan dari Singapura, sebagian besar bisnis Grab dilaksanakan di dalam negeri dan memanfaatkan pasar digital RI. Hal ini terlihat dari kehadiran Grab di seluruh kota besar Indonesia.

Selain investasi langsung dari pemerintah Singapura, perusahaan swasta Singapura juga ikut meramaikan perang di pasar digital.

Selain Grab yang telah disebutkan di atas, terdapat satu lagi raksasa yang siap mengambil porsi besar bisnis teknologi ini. Perusahaan tersebut tidak lain dan tidak bukan adalah Sea Limited (Sea Group), perusahaan induk e-commerce Shopee yang sahamnya tercatat di Bursa New York Stock Exchange (NYSE).

Artinya jika diperhatikan secara mendetail, jejak investasi Singapura baik itu oleh pemerintah atau swasta hadir secara dominan pada tiga e-commerce terbesar yang beroperasi di Indonesia, Shopee, Tokopedia dan Bukalapak.

Selain bisnis e-commerce, Sea Group kini juga fokus mengembangkan bank digital milik mereka yang dinamai Sea Bank. Awal mula pendirian bank ini adalah ketika Sea Ltd resmi mencaplok PT Bank Kesejahteraan Ekonomi atau dikenal dengan Bank BKE dan mengubahnya menjadi bank digital pada 10 Februari 2021.

Aksi korporasi ini dilakukan semakin gencar dilakukan oleh Sea Group setelah pada awal Desember 2020, grup bisnis yang berbasis di Singapura ini baru saja mendapatkan lisensi perbankan digital secara penuh oleh otoritas moneter Singapura, bersama dengan konsorsium Grab-Singtel.

Selain e-commerce dan perbankan, Sea Group juga meramaikan pasar digital RI melalui perusahaan game milik mereka, Garena.

Indonesia bisa saja merupakan negara yang memiliki pasar digital terbesar di Asia Tenggara dengan potensi pertumbuhan yang juga luar biasa.

Akan tetapi negeri mini di seberang lautan dengan penduduk kurang dari 10 juta mampu mengusai pangsa pasar bisnis digital dan teknologi dalam jumlah yang signifikan dan siap menambah kepemilikan demi memperkokoh jejak investasi dan mengklaim diri sebagai penguasa pasar digital RI.


[Gambas:Video CNBC]
Artikel Selanjutnya

Morgan Stanley Sebut Harga GOTO Kemahalan, Ini Dasarnya


(cha/cha)

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

Terpopuler
    spinner loading
LAINNYA DI DETIKNETWORK
    spinner loading
Features
    spinner loading