The Fed Kerek Bunga Acuan, Awas Sikut-Sikutan Rebutan Dana!

Maesaroh, CNBC Indonesia
16 June 2022 14:15
Gedung Kementerian Keuangan (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)
Foto: Gedung Kementerian Keuangan (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)

Jakarta, CNBC Indonesia - Kenaikan suku bunga acuan Bank Sentral Amerika Serikat atau The Federal Reserve (The Fed) dikhawatirkan akan membawa dampak risk off ke pasar obligasi domestik. Indonesia pun diminta bersiap-siap jika yield Surat Berharga Negara (SBN) merangkak naik serta asing makin malas membeli obligasi domestik.

Bank sentral Amerika Serikat (AS) atau yang dikenal dengan Federal Reserve (The Fed) menaikkan suku bunga sebesar 75 basis poin menjadi 1,5% - 1,75% pada Kamis dini hari (16/6/2022). Kenaikan tersebut menjadi yang terbesar sejak tahun 1994.

Ekonom Bank Maybank Indonesia Myrdal Gunarto memperkirakan kenaikan suku bunga acuan The Fed bisa mendongkrak yield obligasi domestik ke level 7,5%. Namun, dampaknya lebih rendah karena kenaikan suku bunga acuan The Fed sesuai ekspektasi pasar.



Yield pada Surat Berharga Negara (SBN) tenor 10 tahun pada pagi hari ini ada di 7,39% , turun dibandingkan hari sebelumnya yang tercatat 7,44%.
Yield SBN sempat melonjak pada Selasa (14/6/2022) menjadi 7,41% dari 7,29% pada hari sebelumnya. Lonjakan terjadi karena sikap wait and see investor serta banyaknya outflow dari pasar obligasi.

"Kenaikan ini sesuai ekspektasi sebelumnya. Tentu berbeda jika The Fed menaikkan bunga jadi 100 bps untuk mengejar gap inflasi yang masih lebar," tutur Myrdal, kepada CNBC Indonesia.

Myrdal memperkirakan investor asing masih melihat kondisi ekonomi Indonesia menarik sehingga kemungkinan akan bertahan.

"Jadi masih banyak investor asing buat stay di sini. Mereka masih lihat Indonesia menarik secara fundamental dan kita juga masih punya amunisi devisa kuat dari neraca dagang komoditas," imbuhnya.

Reny Eka Putri, Senior Quantitative Analyst (Senior Analis) Bank Mandiri, mengatakan pasar SBN cenderung sepi pada hari ini karena dibayangi risiko kenaikan suku bunga The Fed. Terlebih, suku bunga acuan The Fed diperkirakan akan kembali naik pada Juli mendatang.

"Ini akan berdampak pada kenaikan indikator-indikator yang dapat membawa yield obligasi lebih tinggi. Kami memperkirakan ke depan terdapat potensi yield yang akan meningkat seiring masih tingginya risiko eksternal," tutur Reny kepada CNBC Indonesia.

Direktur Surat Utang Negara (SUN) Kementerian Keuangan Deni Ridwan mengatakan masih sangat awal untuk mengetahui dampak kenaikan suku bunga acuan terhadap permintaan lelang SBN atau pergerakan yield SBN ke depan.

"It is too early to tell. Kita masih monitoring reaksi market di level global dan domestik terhadap hasil FOMC meeting," tutur Deni, kepada CNBC Indonesia.


Sebagai catatan, jumlah penawaran yang masuk pada lelang sukuk terakhir anjlok. Jumlah penawaran yang masuk hanya tercatat Rp 15,13 triliun, turun jauh dibandingkan lelang sebelumnya (Rp 20,22 triliun).

Lelang sukuk dilakukan pada Selasa (14/6/2022) atau sangat dekat dengan rapat Federal Open Market Committee(FOMC) yakni Selasa dan Rabu pekan ini waktu AS.

"Investor wait and see rapat FOMC pada pekan ini ," tutur Direktur Pembiayaan Syariah Kementerian Keuangan Dwi Irianti Hadiningdyah.
Menurut Dwi, sepekan sebelum pelaksanaan lelang suku ada dana sebesar Rp 584,2 miliar yang meninggalkan pasar SBN.

Berbeda dengan sukuk, peminat pada lelang SUN terakhir yakni pada 7 Juni lalu meningkat. Namun, penawaran semakin didominasi investor domestik sementara investor asing mengecil.

Investor asing dikhawatirkan akan makin mengecil karena yield surat utang pemerintah AS terus melonjak sehingga lebih menarik  bagi investor asing.
Pada pagi hari ini, yield surat utang pemerintah AS tenor 10 tahun ada di angka 3,3% yang menyamai rekor tertinggi pada April 2011.

Merujuk pada data Kementerian Keuangan, total penawaran yang masuk dalam lelang SUN terakhir mencapai Rp 43,54 triliun. Penawaran yang datang dari investor asing mencapai Rp 5,29 triliun atau hanya 12,16% dari total penawaran. Jumlah tersebut lebih kecil dibandingkan pada lelang sebelumnya yakni Rp 5,58 triliun.

Data DJPPR juga menunjukan  penawaran asing yang masuk pada lelang SUN tahun ini selalu di bawah Rp 10 triliun. Pengecualian terjadi pada 12 Januari 2022 di mana jumlah penawaran dari investor asing mencapai Rp 12,37 triliun.
Sepanjang periode Maret hingga awal Mei, penawaran yang masuk dari investor asing bahkan selalu di bawah Rp 5 triliun.


Kepala ekonom Bank Central Asia (BCA) David Sumual mengingatkan kebutuhan pembiayaan pihak swasta akan meningkat. Perbankan dalam negeri kemungkinan akan mengurangi pembelian SBN dan mengalihkan dananya untuk membiayai proyek swasta. Kondisi tersebut bisa berdampak besar terhadap penawaran asing yang masuk pada lelang SBN.

"Ekonomi mulai membaik dan kebutuhan funding besar sehingga pertumbuhan kredit kencang. Ini menjadi dilema bagi bank, apakah mereka masih akan membeli SBN atau memilih membiayai kebutuhan swasta," tutur David, kepada CNBC Indonesia.

 

Bank Indonesia mencatat pertumbuhan kredit sudah menembus 9,1% (year on year) pada April tahun ini, meningkat dibandingkan Maret yang tercatat 6,65%.

David berharap asing akan segera banyak masuk ke pasar SBN untuk menutup berkurangnya pembelian  SBN oleh bank domestik. Jika asing tidak juga masuk maka dikahwatirkan terjadi crowding out. Baik pihak swasta atau pemerintah akan berebut dana di pasar keuangan untuk membiayai proyek mereka.

"Kita berharap asing masuk untuk menutup hole yang ditinggalkan bank," imbuhnya.


TIM RISET CNBC INDONESIA

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular