
Fed Naikkan Suku Bunga, Ini Dampaknya ke Pasar Finansial RI

Jakarta, CNBC Indonesia - Bank sentral Amerika Serikat (AS) atau yang dikenal dengan Federal Reserve (The Fed) kembali menaikkan suku bunga pada Kamis (16/6/2022) dini hari waktu Indonesia.
Seusai dengan perkiraan pasar, ketua The Fed Jerome Powell dan kolega menaikkan suku bunga lebih agresif dari apa yang diniatkan pada bulan lalu. The Fed menaikkan suku bunga sebesar 75 basis poin menjadi 1,5-1,75%.
Padahal pada bulan lalu, Powell menyatakan akan menaikkan suku bunga 50 basis poin dan tidak mempertimbangkan 75 basis poin.
Namun, meski suku bunga dinaikkan lebih tinggi, pasar justru menyambut baik hal tersebut. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pagi ini melesat lebih dari 1%, mendekati lagi level 7.100.
Kemudian rupiah langsung menguat 0,2% di pembukaan perdagangan ke Rp 14.711/US$. Dari pasar obligasi, Surat Berharga Negara (SBN) juga kembali diburu pelaku pasar. Hal ini terlihat dari yield SBN tenor 10 tahun yang turun 1,8 basis poin ke 7,417% pagi ini.
Tanda-tanda pasar finansial Indonesia akan menguat sebenarnya sudah terlihat sejak semalam melihat pergerakan pasar finansial Amerika Serikat. Wall Street mengalami penguatan, sementara indeks dolar AS dan yield Treasury mengalami penurunan.
Pasar menyambut baik langkah The Fed menaikkan suku bunga dengan agresif.
"Jelas kenaikan 75 basis poin hari ini merupakan salah satu yang terbesar dan tidak biasa, saya tidak melihat langkah seperti ini adalah sesuatu yang biasa," kata Ketua the Fed Jerome Powell sebagaimana dilansir CNBC International.
Di Juli, Powell mengatakan akan menaikkan lagi suku bunga antara 50 sampai 75 basis poin, dan akan selalu mengkomunikasikannya dengan sejelas mungkin.
Kenaikan 75 basis poin menjadi yang terbesar sejak tahun 1994, dan masih belum akan berakhir. Berdasarkan Fed Dot Plot yang dirilis kuartalan, mayoritas anggota pembuat kebijakan moneter (The Fed) melihat suku bunga di akhir tahun berada di 3,4% atau di rentang 3,25-3,5%.
Tingkat suku bunga tersebut lebih tinggi 1,5% ketimbang Fed Dot Plot edisi Maret.
The Fed yang menunjukkan niat yang kuat untuk menurunkan inflasi, membuat pasar gembira. Dengan suku bunga yang dikerek semakin tinggi, diharapkan inflasi tersebut akan menurun.
Memang semakin tinggi suku bunga maka risiko resesi semakin meningkat. Tetapi, resesi yang sesaat masih lebih bagus ketimbang jika inflasi tinggi mendarah daging yang bisa menggerogoti perekonomian dalam jangka waktu yang lama.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(pap)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Kabar Buruk Semua! Awas IHSG Nyungsep Lagi