Sentimen Pasar Pekan Depan

Kabar Buruk Semua! Awas IHSG Nyungsep Lagi

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
12 June 2022 19:00
IHSG,  Senin (9/5/2022).
Foto: Layar pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di gedung Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Senin (9/5/2022). (CNBC Indonesia/ Andrean Kristianto)

Jakarta, CNBC Indonesia - Pasar finansial Indonesia kembali tertekan di pekan ini, dan kemungkinan besar akan berlanjut pada pekan depan. Sebabnya, ada beberapa sentimen negatif baik dari dalam maupun luar negeri.

Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) sepanjang pada pekan lalu sebenarnya sempat menguat lebih dari 1%. Sayangnya, pada Jumat lalu IHSG jeblok hingga 1,34% yang membuatnya mencatat pelemahan dengan persentase yang sama dalam sepekan.

Rupiah juga bernasib sama. Sepanjang pekan ini pelemahannya melawan dolar Amerika Serikat (AS) tercatat sebesar 0,8% ke Rp 14.550/US$.

Hal yang sama juga dialami pasar obligasi, Mayoritas yield Surat Berharga Negara (SBN) mengalami kenaikan.

Pergerakan yield berbanding terbalik dengan harga obligasi. Ketika yield naik artinya harga turun. Ketika harga turun, artinya ada kasi jual.

Hanya yield SBN tenor 15 tahun, 25 dan 30 tahun yang mengalami penurunan, sementara yang lainnya naik.

Baik IHSG, Rupiah dan SBN berisiko langsung tertekan pada perdagangan Senin besok. Sebab, sentimen pelaku pasar sedang memburuk pasca rilis data inflasi Amerika Serikat Jumat lalu.

Data terbaru menunjukkan inflasi berdasarkan consumer price index (CPI) pada Mei 2022 melesat 8,6% year-on-year (yoy). Inflasi tersebut naik dari bulan sebelumnya 8,3% (yoy) dan menjadi rekor tertinggi sejak 1981. Kemudian inflasi inti yang tidak memasukkan sektor energi dan makanan naik 6% (yoy). Secara bulanan (month-to-month/mtm) inflasi naik 1% dan inflasi inti 0,6% (mtm).

Harga energi berkontribusi besar terhadap kenaikan inflasi. Sepanjang Mei harga energi naik 3,9% dari bulan sebelumnya. Sementara dibandingkan Mei 2021, harga energi melonjak hingga lebih dari 34%.

Dengan harga minyak mentah yang masih tinggi saat ini, ada kekhawatiran inflasi masih akan terus meninggi.

Ketika inflasi akan terus menanjak, maka konsumsi rumah tangga, salah satu tulang punggung perekonomian, berisiko terpukul.

Guna meredam inflasi, bank sentral menaikkan suku bunga dengan agresif, hal ini bisa menghambat ekspansi dunia usaha, begitu juga konsumsi rumah tangga. Alhasil. pelambatan ekonomi tak bisa dihindari. Risiko resesi semakin meninggi.

Tidak hanya di Amerika Serikat, beberapa negara juga mengalami nasib yang sama. Meski Indonesia diperkirakan kebal terhadap resesi, tetapi pelambatan ekonomi global juga bisa menyeret pertumbuhan ekonomi Indonesia.

HALAMAN SELANJUTNYA >>> The Fed Jadi Fokus, Kasus Covid-19 Dalam Negeri Menanjak

Tingginya inflasi membuat bank sentral AS (The Fed) diprediksi makin agresif menaikkan suku bunga.

Pasca rilis data inflasi, pasar melihat suku bunga The Fed di akhir tahun sebesar 3% - 3,25%, dengan probabilitas sebesar 37%, berdasarkan perangkat FedWatch milik CME Group. Ekspektasi tersebut naik dari sebelumnya 2,75% - 3%.

idrFoto: CME Group

The Fed akan mengumumkan kebijakan moneter pada Kamis (16/6/2022) dini hari waktu Indonesia. Suku bunga hampir pasti akan dinaikkan sebesar 50 basis poin, tetapi pelaku pasar akan melihat bagaimana proyeksi suku bunga ke depannya dari ketua The Fed, Jerome Powell.

Pernyataan-pernyataan dari Powell bisa memicu pergerakan signifikan di pasar finansial global, termasuk Indonesia.

Sementara itu dari dalam negeri, kasus pandemi penyakit akibat virus corona (Covid-19) kembali menjadi perhatian. Sebab, terjadi kenaikan yang signifikan.

Satuan Tugas Penanganan Covid-19 mencatat ada tambahan 574 kasus. Jumlah tersebut turun dari hari sebelumnya 627 kasus, yang merupakan penambahan kasus tertinggi dalam 7 pekan terakhir.

Rrata-rata penambahan kasus selama 7 hari hingga Sabtu kemarin tercatat sebanyak 504 kasus, dibandingkan sepekan sebelumnya 262 kasus. Secara persentase, rata-rata penambahan kasus tersebut melejit lebih dari 92%.

Jumlah pasien yang sembut dilaporkan sebanyak 347 orang, sementara 3 orang dilaporkan meninggal dunia. Artinya, penambahan kasus baru lebih tinggi ketimbang pasien yang sembuh. Alhasil, jumlah kasus aktif bertambah menjadi 4.538 orang, menjadi yang tertinggi sejak 16 Mei lalu.

Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin menyatakan kenaikan kasus tersebut diakibatkan varian baru yang sudah masuk ke Indonesia. Varian tersebut yakni Omicron BA.4 dan BA.5.

"Nah, untuk informasi teman-teman itu memang sudah ditemukan di Indonesia kemarin di Bali sudah ada 4 orang yang terkena BA.4 dan BA.5. Kita sekarang sudah monitor karena memang ini bisa menghindari imunitas vaksin, penyebarannya juga cepat sama seperti varian Omicron," jelas Budi.

"Jadi kita sudah memastikan penyebab kasus naik pasti adanya varian baru," tuturnya.

Meski begitu, kasus Covid-19 di Indonesia menurut BGS, sapaan akrabnya, masih terpantau baik. Penyebabnya adalah angkatpositivity rate dan transmisi kasus yang dilaporkan rendah.

Sejauh ini, hanya DKI Jakarta yang mencatatkan angka positivity rate pada level 3%. Sementara itu secara nasional masih dilaporkan berada di 1,1%. "Tapi berhubung imunitasnya masih tinggi, kita lihat kenaikannya kasus masih dalam level yang aman," katanya.

Bagaimana perkembangan kasus Covid-19 akan menjadi perhatian, apabila terus menunjukkan kenaikan maka bisa menjadi sentimen negatif ke pasar finansial.

TIM RISET CNBC INDONESIA

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular