'Hantu' Resesi Gentayangan, Investasi Apa yang Kasih Cuan?

My Money - Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
11 June 2022 14:15
Layar pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di gedung Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Senin (9/5/2022). (CNBC Indonesia/ Andrean Kristianto) Foto: Layar pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di gedung Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Senin (9/5/2022). (CNBC Indonesia/ Andrean Kristianto)

Jakarta, CNBC Indonesia - Resesi jadi kata yang banyak diperbincangkan akhir-akhir ini. Selepas pandemi virus corona (Coronavirus Disease-2019/Covid-19) mereda, ternyata hidup masih belum baik-baik saja.

Secara umum, resesi terjadi ketika ekonomi terkontraksi atau tumbuh negatif dua kuartal beruntun. Belum lama ini dunia mengalami resesi akibat pandemi Covid-19, yang membuat aktivitas dan mobilitas miliaran umat manusia terganggu. Tanpa aktivitas dan mobilitas manusia, ekonomi pun 'mati suri'.

Baru saja pulih, dunia sudah dihadapkan kepada masalah baru. Adalah perang Rusia-Ukraina yang membuat situasi menjadi kompleks. Perang yang berlangsung sejak 24 Februari tersebut melambungkan harga komoditas.

Maklum, Rusia dan Ukraina adalah produsen utama sejumlah komoditas. Migas, tambang, sampai pangan banyak diproduksi di dua negara tersebut.

Perang, plus sanksi embargo bagi Rusia, membuat harga komoditas melambung jauh terbang tinggi. Hasilnya, harga pangan dan produk manufaktur terdongrak yang menyebabkan tekanan inflasi.

cpiSumber: BPS

Percepatan laju inflasi membuat bank sentral di berbagai negara tidak punya banyak pilihan. Kebijakan moneter yang ultra-longgar saat pandemi harus diketatkan, dengan kecepatan dan intensitas luar biasa. Suku bunga acuan harus naik, demi meredam ekspektasi inflasi.

Namun 'obat' kenaikan suku bunga punya efek samping. Ekspansi rumah tangga dan dunia usaha akan melambat, sehingga konsumsi dan investasi lesu, pada akhirnya menekan pertumbuhan ekonomi.

Bank Dunia pun memberi wanti-wanti. Pada 1970-an, saat dunia mengalami inflasi tinggi akibat kenaikan harga minyak (oil boom), bank sentral di berbagai negara juga menaikkan suku bunga acuan secara agresif.

Efek sampingnya luar biasa, ekonomi bukannya tumbuh malah terkontraksi alias minus. Bahkan sampai menyebabkan resesi global.

"Upaya pemulihan saat itu membutuhkan kenaikan suku bunga acuan secara tajam. Akan tetapi, dampaknya adalah memicu resesi global dan krisis keuangan di negara berkembang," tulis Bank Dunia dalam laporan Global Economic Prospect edisi Juni 2022.

Halaman Selanjutnya --> Panduan Investasi Kala Resesi

Panduan Investasi Kala Resesi
BACA HALAMAN BERIKUTNYA
HALAMAN :
1 2

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

Terpopuler
    spinner loading
LAINNYA DI DETIKNETWORK
    spinner loading
Features
    spinner loading