Bank Sentral Sekelas The Fed Juga Bisa 'Mencla-mencle'!

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
16 June 2022 10:10
Jerome Powell
Foto: Jerome Powell (Tangkapan Layar via Youtube CNBC Television)

Jakarta, CNBC Indonesia - Bank sentral Amerika Serikat (AS) atau yang dikenal dengan Federal Reserve (The Fed) semakin agresif dalam menaikkan suku bunga akibat inflasi masih liar. Untuk kesekian kalinya, The Fed terlihat 'mencla-mencle', apa yang diungkapkan sebelumnya direvisi lagi hanya dalam waktu singkat.

Dalam pengumuman kebijakan moneter Kamis (16/6/2022) dini hari waktu Indonesia, The Fed menaikkan suku bunga sebesar 75 basis poin menjadi 1,5% - 1,75%.

Kenaikan tersebut menjadi yang terbesar sejak tahun 1994, dan masih belum akan berakhir. Berdasarkan Fed Dot Plot yang dirilis setiap akhir kuartal, mayoritas anggota pembuat kebijakan moneter (The Fed) melihat suku bunga di akhir tahun berada di 3,4% atau di rentang 3,25% - 3,5%.

Tingkat suku bunga tersebut lebih tinggi 1,5% ketimbang Fed Dot Plot edisi Maret.

'Tsunami' inflasi yang melanda Amerika Serikat membuat The Fed terus merubah sikapnya. Kini Ketua The Fed Jerome Powell dan kolega bersikap akan keputusan suku bunga akan diambil di "meeting by meeting".

Jika melihat ke belakangan, sejak memulai normalisasi suku bunga, The Fed kerap kali berubah sikap. Pada bulan lalu Powell menegaskan tidak mempertimbangkan kenaikan 75 basis poin, tetapi kenyataannya berbeda. Bahkan, pada bulan depan, Powell kini menyatakan bisa kembali menaikkan dengan besar yang sama.

"Jelas kenaikan 75 basis poin hari ini merupakan salah satu yang terbesar dan tidak biasa, saya tidak melihat langkah seperti ini adalah sesuatu yang biasa," kata Powell sebagaimana dilansir CNBC International.

Di Juli, Powell mengatakan akan menaikkan lagi suku bunga antara 50 sampai 75 basis poin, dan akan selalu mengkomunikasikanya dengan sejelas mungkin.

Pada akhir tahun lalu, Saat mulai melakukan tapering, Powell juga menyatakan akan bersabar untuk menaikkan suku bunga. Tetapi nyatanya, sikap tersebut berubah dalam tempo sebulan, tapering diakselerasi dan suku bunga dinyatakan akan naik mulai Maret.

Kemudian, suku bunga disebut akan naik secara bertahap tetapi berubah lagi menjadi lebih agresif dengan menaikkan 50 basis poin di bulan lalu.

Tidak hanya The Fed, bank sentral utama dunia lainnya juga 'mencla-mencle' akibat pergerakan inflasi yang liar dan penuh ketidakpastian.

Bank sentral Inggris bahkan disebut "Unreliable Boyfriend" di akhir tahun lalu. Kemudian bank sentral Australia di awal tahun ini menyatakan tidak akan menaikkan suku bunga, tetapi nyatanya sudah sampai saat ini sudah 2 kali menaikkan suku bunga, bahkan lebih tinggi dari ekspektasi pasar.

HALAMAN SELANJUTNYA >>> Pasar Sambut Baik Keputusan Powell



Inflasi yang terus menanjak menjadi penyebab terus berubahnya sikap The Fed, tetapi keputusan kali ini disambut baik oleh pelaku pasar. Sebab, The Fed menunjukkan niat yang kuat untuk menurunkan inflasi.
Jumat pekan lalu inflasi berdasarkan consumer price index (CPI) di Amerika Serikat (AS) pada Mei 2022 tercatat melesat 8,6% year-on-year (yoy). Inflasi tersebut naik dari bulan sebelumnya 8,3% (yoy) dan menjadi rekor tertinggi sejak 1981.

Inflasi CPI di Amerika Serikat sepertinya masih akan terus tinggi dalam beberapa waktu ke depan. Hal ini tidak lepas dari inflasi produsen (producer price index/PPI) yang masih tinggi. Ketika inflasi produsen tinggi, maka harga juga ke konsumen akan meningkat. Hal ini akan berdampak pada inflasi CPI

Biro Statistik AS Selasa lalu melaporkan PPI di bulan Mei tumbuh 0,5% month-to-month (mtm), dan 10,8% (yoy). PPI secara tahunan sebenarnya sudah turun dalam dua bukan beruntun, tetapi masih dekat rekor tertinggi sepanjang masa 11,5% (yoy) yang tercatat pada Maret lalu.

Dengan suku bunga yang dikerek semakin tinggi, diharapkan inflasi tersebut akan menurun. Memang risiko semakin tinggi suku bunga maka risiko resesi semakin meningkat. Tetapi, resesi yang sesaat masih lebih bagus ketimbang jika inflasi tinggi mendarah daging yang bisa menggerogoti perekonomian dalam jangka waktu yang lama.

The Fed juga memangkas proyeksi pertumbuhan ekonomi di tahun ini menjadi 1,7% saja, ketimbang estimasi yang diberikan pada Maret lalu sebesar 2,8%.

Sementara itu inflasi berdasarkan personal consumption expenditure (PCE) yang menjadi acuan The Fed, diperkirakan mencapai 5,2% tahun ini naik dari sebelumnya 4,3%, dan inflasi PCE inti 4,3% naik 0,2 poin persentase.

The Fed sendiri menetapkan target inflasi sebesar 2%, dan akan terus mengerek suku bunga hingga target tersebut dicapai.

Dengan kenaikan suku bunga yang agresif, dan pemangkasan proyeksi pertumbuhan ekonomi, bursa saham AS malah berbalik menguat pada perdagangan Rabu waktu setempat.

Indeks Dow Jones naik 1%, S&P 500 1,5% dan Nasdaq meroket 2,5%. Indeks ketakutan (VIX) juga mengalami penurunan drastis sebesar 3 poin ke 29,6. Hal tersebut menjadi indikasi sentimen pelaku pasar yang membaik.

Selain itu, indeks dolar AS juga berbalik turun 0,34% pada perdagangan Rabu, dan berlanjut lagi 0,22% pagi ini ke 104,926.

Salah satu pemicu berbalik melemahnya dolar AS yakni proyeksi suku bunga di akhir tahun ini. The Fed memperkirakan akan berada di kisaran 3,25% - 3,5%, sementara pasar melihat di 4%.

"Pasar melihat suku bunga berada di kisaran 3,75% - 4% di akhir tahun, tetapi pernyataan Powell membuat tenang dan membebani dolar AS," kata analis ANZ Bank dalam sebuah catatan sebagaimana dikutip Reuters.

TIM RISET CNBC INDONESIA

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular