Bunga Obligasi Naik, Kamu Juga Bakal Rasain Dampaknya!

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
12 April 2022 15:44
Ilustrasi Investasi (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Foto: Ilustrasi Investasi (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)

Jakarta, CNBC Indonesia - Era suku bunga rendah yang berlangsung selama dua tahun masa pandemi virus corona (Coronavirus Disease-2019/Covid-19) sudah berakhir. Seiring pulihnya permintaan dan percepatan laju inflasi, ucapkan selamat tinggal kepada suku bunga murah.

Saat pandemi mulai terkendali, berbagai pembatasan sosial (social distancing) dilonggarkan. Masyarakat di berbagai negara sudah bisa kembali beraktivitas di luar rumah dengan nyaman karena cakupan vaksinasi anti-virus corona yang semakin luas.

Sejak tahun lalu, saat 'keran' aktivitas dan mobilitas meningkat, tekanan inflasi mulai terasa. Uang yang ditabung selama masa pandemi (untuk jaga-jaga kalau sampai terjadi skenario terburuk) keluar dari 'sarangnya' dan berputar kencang di perekonomian.

Di Amerika Serikat (AS), misalnya. Pada Oktober tahun lalu, inflasi di Negeri Paman Sam tercatat 6,2% year-on-year (yoy). Ini adalah yang tertinggi sejak Juli 1982.

Per Februari 2022, inflasi Negeri Stars and Stripes sudah mencapai 7,9%. Rekor tertinggi sejak Januari 1982.

Di Indonesia situasinya serupa. Pada Maret 2022, inflasi Tanah Air tercatat 2,64% yoy. Ini adalah yang tertinggi sejak April 2020.

Bulan ini, ada kemungkinan inflasi lebih tinggi lagi. Bank Indonesia (BI) melalui Survei Pemantauan Harga (SPH) memperkirakan inflasi tahunan pada April 2022 bisa mencapai 3,2% yoy.

"Berdasarkan Survei Pemantauan Harga pada minggu I April 2022, perkembangan inflasi sampai dengan minggu pertama April 2022 diperkirakan sebesar 0,68% (mtm). Secara tahun kalender sebesar 1,89% (ytd), dan secara tahunan sebesar 3,20% (yoy).

"Komoditas utama penyumbang inflasi April 2022 sampai dengan minggu pertama yaitu minyak goreng (0,24%, mtm), bensin (0,18%, mtm), daging ayam ras (0,08%, mtm), bahan bakar rumah tangga (0,04%, mtm), cabai merah dan telur ayam ras masing-masing sebesar 0,03% (mtm), sabun detergen bubuk/cair (0,02%, mtm), daging sapi, bawang putih, tempe, jeruk, bayam, kangkung, ayam goreng, dan rokok kretek filter masing-masing sebesar 0,01% (mtm). Sementara itu, komoditas yang menyumbang deflasi pada periode ini yaitu tomat (-0,02%, mtm) dan angkutan udara (-0,01%, mtm)," papar keterangan tertulis BI.

Halaman Selanjutnya --> Inflasi Naik, Bunga Wajib Diungkit

Adalah tugas bank sentral untuk menjaga inflasi agar tidak terlampau tinggi. Sebab, inflasi yang terlalu 'panas' akan merusak prospek pertumbuhan ekonomi.

Seberapa pun penghasilan masyarakat bertambah, akan tergerus oleh inflasi. Untuk mendapatkan barang dan jasa yang sama butuh uang yang lebih tinggi esok hari ketimbang hari ini. Sama saja bohong, tidak ada penambahan kesejahteraan, tidak ada pertumbuhan ekonomi.

Untuk itu, bank sentral dunia mulai mengubah posisi kebijakan (stance) dari sangat akomodatif dengan suku bunga serendah-rendahnya menjadi lebih ketat dengan kenaikan suku bunga. Dengan kenaikan suku bunga diharapkan ekspansi dunia usaha dan rumah tangga akan melambat, permintaan berkurang, inflasi pun terkendali.

Mari lagi-lagi ambil contoh di AS. Bulan lalu, bank sentral AS (The Federal Reserve/The Fed) memutuskan untuk menaikkan suku bunga acuan sebanyak 25 basis poin menjadi 0,25-0,5%.

Namun, ini bukan yang terakhir. Konsensus pasar yang dihimpun Reuters memperkirakan Ketua Jerome 'Jay' Powell dan rekan bakal mendongrak Federal Funds Rate sebanyak 2,5 poin persentase pada tahun ini. Jika terwujud, maka akan menjadi yang pertama sejak 1994.

"Dengan pernyataan dari para pejabat The Fed serta tekanan inflasi yang semakin nyata, kami memperkirakan The Fed akan menaikkan suku bunga acuan masing-masing 50 basis poin pada Mei, Juni, dan Juli," sebut James Knightly, Chief International Economist ING, seperti dikutip dari Reuters.

Halaman Selanjutnya -- Bunga Obligasi Meninggi

Saat suku bunga acuan naik, maka imbalan investasi aset-aset berbasis dolar AS akan ikut naik, terutama di instrumen berpendapatan tetap seperti obligasi. Imbal hasil (yield) surat utang pemerintahan Presiden Joseph 'Joe' Biden pun melambung.

Pada Selasa (12/4/2022) pukul 12:21 WIB, yield obligasi pemerintah AS tenor 10 tahun berada di 2,8224%. Ini adalah rekor tertinggi sejak Desember 2018.

Yield obligasi yang tinggi menjadi 'pemanis' bagi investor untuk masuk ke pasar obigasi pemerintah AS. Akibatnya, pasar pun ikut mengerek yield obligasi pemerintah Indonesia agar tetap memberikan cuan yang kompetitif.

Pada Selasa (12/4/2022) pukul 12:25 WIB, yield Surat Utang Negara (SUN) tenor 10 tahun ada di 6,896. Ini adalah yang tertinggi sejak Oktober 2020.

Halaman Selanjutnya --> Yield Naik, Ini yang Bakal Kamu Rasain

Saat yield Surat Berharga Negara (SBN) semakin tinggi, ada sejumlah efek yang ditimbulkan. Pertama tentu di sisi pemerintah sebagai penerbit.

Yield mencerminkan bunga yang dibayarkan oleh penerbit obligasi. Semakin tinggi yield, maka semakin tinggi kewajiban bunga yang harus ditanggung.

Dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2022, asumsi rata-rata suku bunga SUN 10 tahun ditetapkan 6,8%. Sepanjang 2022 hingga 11 April, rata-ratanya ada di 6,569%, masih di bawah asumi.

Namun jika suku bunga acuan naik, maka niscaya yield SUN akan ikut terungkit. Yield melampaui asumsi 6,8% bukan sesuatu yang mustahil.

Jika realisasi yield benar-benar melewati asumsi, maka beban APBN dipastikan bertambah. Secara ceteris paribus (faktor lain dikesampingkan), setiap kenaikan yield SUN 10 tahun rata-rata 1% dari asumsi, maka belanja negara akan bertambah Rp 900 miliar.


Efek kedua, saat yield obligasi pemerintah semakin tinggi maka instrumen ini menjadi semakin menarik. Termasuk di mata bank. Oleh karena itu, ada kemungkinan perbankan akan lebih memilih memasukkan dana di obligasi pemerintah untuk mendapatkan untung, bukan menyalurkan kredit.

Per 8 April 2022, total nilai kepemilkan bank di SBN yang dapat diperdagangkan tercatat Rp 1.679,82 triliun. Naik ketimbang posisi awal tahun yang Rp 1.589,05 triliun.

Apalagi di sisi lain percepatan laju inflasi, kenaikan suku bunga acuan, pada akhirnya akan ikut mengangkat suku bunga di level perbankan. Diawali dengan suku bunga simpanan, kemudian berlanjut ke pinjaman alias kredit.

Pada Januari-Februari 2022, suku bunga kredit investasi naik dua bulan beruntun. Per Februari 2022, rata-rata suku bunga kredit investasi di perbankan komersial ada di 8,38%.

Jadi tidak hanya pemerintah yang bakal dipusingkan oleh kenaikan yield obligasi. Rakyat pun bisa dibikin stres karena harus membayar bunga kredit yang lebih tinggi.

TIM RISET CNBC INDONESIA

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular