
Bunga Obligasi Naik, Kamu Juga Bakal Rasain Dampaknya!

Saat yield Surat Berharga Negara (SBN) semakin tinggi, ada sejumlah efek yang ditimbulkan. Pertama tentu di sisi pemerintah sebagai penerbit.
Yield mencerminkan bunga yang dibayarkan oleh penerbit obligasi. Semakin tinggi yield, maka semakin tinggi kewajiban bunga yang harus ditanggung.
Dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2022, asumsi rata-rata suku bunga SUN 10 tahun ditetapkan 6,8%. Sepanjang 2022 hingga 11 April, rata-ratanya ada di 6,569%, masih di bawah asumi.
Namun jika suku bunga acuan naik, maka niscaya yield SUN akan ikut terungkit. Yield melampaui asumsi 6,8% bukan sesuatu yang mustahil.
Jika realisasi yield benar-benar melewati asumsi, maka beban APBN dipastikan bertambah. Secara ceteris paribus (faktor lain dikesampingkan), setiap kenaikan yield SUN 10 tahun rata-rata 1% dari asumsi, maka belanja negara akan bertambah Rp 900 miliar.
Efek kedua, saat yield obligasi pemerintah semakin tinggi maka instrumen ini menjadi semakin menarik. Termasuk di mata bank. Oleh karena itu, ada kemungkinan perbankan akan lebih memilih memasukkan dana di obligasi pemerintah untuk mendapatkan untung, bukan menyalurkan kredit.
Per 8 April 2022, total nilai kepemilkan bank di SBN yang dapat diperdagangkan tercatat Rp 1.679,82 triliun. Naik ketimbang posisi awal tahun yang Rp 1.589,05 triliun.
Apalagi di sisi lain percepatan laju inflasi, kenaikan suku bunga acuan, pada akhirnya akan ikut mengangkat suku bunga di level perbankan. Diawali dengan suku bunga simpanan, kemudian berlanjut ke pinjaman alias kredit.
Pada Januari-Februari 2022, suku bunga kredit investasi naik dua bulan beruntun. Per Februari 2022, rata-rata suku bunga kredit investasi di perbankan komersial ada di 8,38%.
Jadi tidak hanya pemerintah yang bakal dipusingkan oleh kenaikan yield obligasi. Rakyat pun bisa dibikin stres karena harus membayar bunga kredit yang lebih tinggi.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aji/aji)
[Gambas:Video CNBC]