Jakarta, CNBC Indonesia - Tahun 2021 jadi milik komoditas karena harganya yang meroket. Itu terjadi karena ketidakseimbangan antara permintaan dan pasokan.
Permintaan komoditas dunia meningkat seiring dengan pemulihan ekonomi pada tahun 2021. Namun, pertumbuhan pasokan terkendala oleh banyak hal seperti gangguan cuaca, krisis rantai pasokan, dan kebijakan ketat untuk mengatasi COVID-19.
Batu bara jadi juara komoditas tahun ini dengan kenaikan 110,28%. Permintaan batu bara menanjak sepanjang 2021 paska perbaikan ekonomi global. Organisasi Energi Internasional (IEA) memperkirakan permintaan batu bara naik 6%. Sementara itu, produksi batu bara masih belum mumpuni. Produksi batu bara global tercatat 7.889 ton dan masih berada di bawah level sebelum pandemi.
Urutan kedua ditempati oleh timah dengan penguatan 94,2% sepanjang tahun. Permintaan timah meningkat dari sektor elektronik konsumen seperti smartphone, laptop, dan tablet. Di sisi lain, produksi timah masih terbatas. Produksi PT Timah Tbk, salah satu perusahaan timah terbesar dunia, pada periode Januari-September 2021 turun 48% dibandingkan periode yang sama tahun 2020.
 Sumber: Berbagai sumber dan diolah |
Energi fosil gas alam dan minyak mentah masing-masing berada di posisi 3 dan 4. Gas alam menguat 55,45% sepanjang tahun 2021. Sementara minyak menguat 50,89% untuk jenis WTI dan 47,40% untuk jenis brent. Ini karena permintaan energi setelah pembukaan pembatasan yang ketat oleh banyak negara.
Harga minyak sawit mampu tumbuh 29,14% sepanjang tahun terdorong masalah produksi di Malaysia, produsen utama dunia. Mengacu data SGS, produksi Malaysia turun 34,15% point-to-point (ptp) sejak awal tahun.
Pasar tembaga global yang mengalami defisit 42.000 ton tahun ini, mendorong harga melonjak 23,8% selama tahun 2021. Senasib dengan tembaga, pasar nikel global juga mengalami defisit 133,1 ribu ton pada sepuluh bulan pertama 2021 dan diperkirakan akan bertahan hingga akhir 2021. Kondisi ini jadi tumpuan harga nikel untuk melompat 21,6% pada tahun 2021.
Gerak harga karet berfluktuasi sepanjang tahun 2021 dan terpantau menguat tipis jelang akhir tahun. Kebangkitan stimulus China dan stimulus jumbo Jepang jadi penopang kenaikan harga karet. Namun, kelangkaan chip semikonduktor jadi penekan harga karet.
Duo logam mulia emas dan perak malah ambles saat kawan-kawannya meraup cuan tahun 2021. Keduanya terpuruk karena pemulihan ekonomi dunia membuat minat investor terhadap aset safe haven berkurang. Selain itu tapering dan rencana kenaikan suku bunga AS jadi 'hantu' logam lindung nilai tersebut sepanjang 2021.
Halaman Selanjutnya --> Batu Bara Dkk Masih Kebanjiran Permintaan
Harga batu bara dunia diperkirakan akan menguat hingga awal tahun 2022 berdasarkan laporan Bank ANZ. "Pasokan global terbatas dan permintaan solid dari Asia akan mendorong harga batu bara pada tahun 2022. Saat dunia pulih dari resesi, permintaan diperkirakan akan menguat, terutama di negara-negara di mana batu bara masih menjadi sumber energi yang signifikan," kata laporan tersebut.
Permintaan batu bara juga diperkirakan melonjak tahun depan. IEA memperkirakan permintaan batu bara akan melampaui rekor tahun 2013 pada tahun 2022 di level 8 juta ton per tahun.
Optimisme juga membayangi harga minyak dunia. Para analis optimis tahun 2022 permintaan minyak global melampaui tingkat pra-COVID. Badan Energi Internasional (IEA) dan OPEC memperkirakan permintaan minyak akan mencapai 100 juta barel per hari pada musim panas 2022.
Munculnya Omicron di penghujung tahun 2021 dianggap sebagai beban jangka pendek dan tetap tidak bisa menghentikan laju harga minyak. Pemulihan ekonomi global tetap jadi pendorong utama harga minyak pada tahun depan.
Damien Courvalin, kepala penelitian energi di Goldman Sachs melihat 2022/2023 tetap menjadi harga minyak tetap bullish didukung oleh ekonomi global menjadi lebih tahan terhadap krisis. Goldman Sachs memperkirakan minyak mentah Brent akan bertahan di sekitar US$85/barel pada 2022 dan 2023. Tapi ada kemungkinan akan menyentuh US$100/barel.
Saat ini (27/12/2021) harga minyak mentah jenis brent tercatat US$ 75,97/barel. Sedangkan minyak jenis WTI tercatat US$ 72,97/barel.
Sementara itu, permintaan yang tetap tangguh mengingat konsumsi yang lebih tinggi secara global tetap menopang harga CPO. Permintaan akan tumbuh dari permintaan minyak nabati yang tumbuh dan biofuel.
Persediaan minyak sawit diperkirakan sedikit meningkat dan akhirnya kembali ke tingkat pra-pandemi sekitar dua juta ton hingga tiga juta ton pada tahun 2022, menurut riset MIDF Research. Walaupun ada peningkatan produksi, analis memperkirakan rata-rata harga CPO akan tetap bertahan di level RM 3.000/ton tahun depan.
MIDF memperkiraan harga rata-rata CPO 2022 pada RM 3.300/ton. Sedangkan pandangan lebih optimis datang dari CGS-CIMB Research memperkirakan rata-rata harga CPO tahun 2022 sebesar RM 3.600/ton.
Saat ini (24/12/2021) harga CPO dunia di bursa Malaysia tercatat US$ 4.625/ton.
Halaman Selanjutnya --> Tahun Kerbau Logam Usai, Harga Logam Ikut Layu
Komoditas logam dasar industri seperti tembaga, nikel, dan timah diperkirakan akan mengalami surplus pasokan. Sebelumnya, tahun 2021 mengalami defisit. Hal ini akan membuat pertumbuhan harga logam tersebut tidak sekuat tahun 2021.
Pasar tembaga global diperkirakan mengalami surplus 328.000 ton pada 2022 setelah defisit 42.000 ton tahun ini, kata Kelompok Studi Tembaga Internasional (ICSG).
"Output pada 2022 diperkirakan akan meningkat sebesar 3,9% karena terus pulih ke tingkat pra-pandemi di sejumlah negara, terutama Peru," kata ICSG dalam laporannya.
Dari sisi permintaan, masalah likuiditas properti China akan menjadi beban bagi harga tembaga. Hal ini karena properti dan konstruksi adalah penyumbang permintaan terbesar tembaga. China sendiri adalah konsumen tembaga terbesar di dunia dengan menyumbang sekitar 50% dari konsumsi dunia. Sehingga guncangan pada keseimbangan pasar tembaganya memiliki dampak global.
Analis dari Citi memprediksi harga tembaga pada awal tahun 2022 sebesar US$ 8.600, lebih rendah dari harga tembaga saat ini US$ 9.568/ton pada Jumat (24/12/2021).
Pasar nikel global juga diperkirakan mengalami surplus pasokan tahun depan. Chen Ruirui, analis Antaike, memperkirakan neraca pasokan nikel akan surplus 45.000 ton tahun 2022. Ini karena pulihnya tambang nikel seiring kebangkitan ekonomi global.
Surplus pasokan didorong oleh nikel berkalori rendah Nickel Pig Iron (NPI) yang diproduksi oleh Indonesia, produsen nikel terbesar dunia. Global Palladium Fund memperkirakan surplus nikel global sebesar 59.000 ton pada tahun 2022.
Permintaan nikel akan berkurang seiring dengan melambatnya pertumbuhan produksi industri baja tahan karat (stainless steel) China. Tingkat pertumbuhan diperkirakan melambat secara bertahap menjadi sekitar 5% per tahun setelah tumbuh 15% tahun 2021. Permintaan dari mobil listrik tahun depan masih berada di bawah konsumsi pabrik stainless steel sebagai konsumen utama nikel dunia.
Saat ini (24/12/2021) harga nikel dunia tercatat US$ 20.045/ton.
Harga timah diperkirakan akan lebih stabil pada tahun 2022 didorong oleh pasokan yang meningkat. Berbagai masalah pasokan timah pada tahun 2021 diperkirakan pulih pada tahun 2022 sehingga persediaan di gudang dapat kembali penuh.
Krisis listrik di China saat ini sudah mereda membuat pabrik timah olahan secara bertahap kembali ke kapasitas produksi normalnya. Kemudian perusahaan timah terbesar ketiga di dunia, Malaysia Smelter Corp (SMC) diharapkan kembali produksi secara normal.
Fitch Solution Country Risk & Industry Research memperkirakan rata-rata harga timah pada tahun 2022 tumbuh 6,6% menjadi US$ 32.500/ton. Pertumbuhan ini jauh lebih rendah dari tahun 2021 sebesar 78,3%. Saat ini (24/12/2021) harga timah dunia tercatat US$ 39.260/ton.
Halaman Selanjutnya --> Emas Datar, Perak Siap Melejit
Suku bunga dan imbal hasil obligasi riil akan menjadi faktor penting yang mendorong harga logam mulia seperti emas dan perak tahun depan. The Fed menutup 2021 dengan kepastian akan kenaikan suku bunga pada 2022.
Sentimen ini telah membebani aset logam mulia sepanjang 2021. Dengan kepastian ini, fokus investor akan bergeser dari kapan suku bunga naik menjadi seberapa tinggi kenaikan suku bunga.
Dengan kebijakan yang agresif dari The Fed ini, para analis memperkirakan laju emas akan cenderung datar tahun depan. SocGen memperkirakan harga emas di US$ 1.900 di 2022 dengan catatan tidak ada kenaikan suku bunga hingga paruh kedua tahun 2022. Sedangkan Kristina Hooper, kepala investasi di Invesco memperkirakan emas akan tetap relatif datar tahun depan, dengan harga di sekitar $1.800 per ons.
Saat ini (27/12/2021) harga emas di pasar spot tercatat US$ 1.808,9/ons.
Sementara itu harga perak akan didukung oleh permintaan sebagai komponen industrial selain sebagai aset lindung nilai.
"Komponen industri dari pasar perak akan cenderung lebih diuntungkan dengan latar belakang makro, yang masih menghasilkan pertumbuhan di atas tren secara global. "Perak dapat bertahan relatif baik di belakang komponen industri dibandingkan dengan emas selama 12 bulan ke depan," kata Hynes, senior strategi komoditas ANZ.
Permintaan dari energi hijau juga akan mulai meningkat. Adanya perjanjian di COP26 akan mempercepat langkah dekarbonisasi. Itu akan memberikan manfaat bagi perak, ungkap Hynes.
Hynes memperkirakan harga perak akan menyentuh level US$ 24/ons pada tahun 2022. Saat ini (27/12/2021) harga perak di pasar spot tercatat US$ 22,78/ons.
TIM RISET CNBC INDONESIA