Indeks Dolar AS Terbang Tinggi, Cash is The King Kembali?

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
20 August 2021 17:20
Dollar
Foto: Freepik

Jakarta, CNBC Indonesia - Isu tapering (pengurangan pembelian aset oleh bank sentral) membuat dolar Amerika Serikat (AS) perkasa lagi di pekan ini. Indeks dolar AS terbang tinggi hingga menyentuh level tertinggi dalam 9 bulan terakhir.

Tidak hanya tapering, lonjakan kasus virus corona varian delta di AS hingga 1.000% juga memicu peningkatan permintaan dolar AS. Hal ini tentunya mengingatkan pada kejadian tahun lalu, cash is the king.

Masih segar di ingatan para investor ketika terjadi aksi jual besar-besaran di semua aset pada bulan Maret 2020 setelah penyakit akibat virus corona (Covid-19) dinyatakan sebagai pandemi.

Saat itu, semua aset mulai dari aset berisiko seperti saham hingga aset aman (safe haven) seperti emas emas ambrol, hanya dolar AS yang terbang tinggi.

Saat itu indeks dolar AS menyentuh level 102, tertinggi sejak Januari 2017, membuat mata uang lainnya rontok.

Fakta hanya dolar AS yang menguat kala itu memunculkan istilah cash is the king, tetapi bukan sembarang cash, hanya dolar AS.

Wajar saja, pandemi Covid-19 belum pernah terjadi di zaman modern. Para investor belum tahu apa yang akan terjadi, apalagi dengan kebijakan lockdown yang diterapkan di berbagai negara, maka dolar AS menjadi pilihan utama, mata uang universal yang diterima di mana pun. Alhasil, aksi jual menerpa segala lini, dan memilih memegang dolar AS.

Namun, langkah cepat pemerintah meredam penyebaran virus corona, disertai dengan stimulus fiskal guna membantu perekonomian, plus kebijakan ultra longgar bank sentral di berbagai negara membuat pelaku pasar kembali optimistis, masuk ke aset-aset berisiko lagi, dan dolar AS merosot sejak saat itu.

idr

Kini the greenback is back! Pada perdagangan Jumat (20/8/2021), indeks dolar AS berada di 93,65, menguat 0,1%. Level tersebut merupakan yang tertinggi sejak 4 November 2020. Sepanjang pekan ini, indeks yang mengukur kekuatan dolar AS ini melesat 1,23%.

Seperti disebutkan sebelumnya isu tapering serta penyebaran terbaru virus corona menjadi pemicu melesatnya indeks dolar AS. Tetapi, tidak perlu khawatir, meski indeks dolar AS menguat tajam tetapi masih jauh dari istilah cash is the king.

HALAMAN SELANJUTNYA >>> Penguatan Tajam Dolar AS Adalah Hal Yang Wajar

Dolar AS merupakan aset yang dianggap safe haven, oleh karena itu, lonjakan kasus Covid-19 di AS memicu peningkatan permintaannya.

Lonjakan kasus di AS dikhawatirkan akan membuat perekonomian terbesar di dunia tersebut melambat, dan akhirnya merembet ke negara-negara lain. Gencarnya vaksinasi yang dilakukan Amerika Serikat menumbuhkan harapan pertumbuhan ekonomi akan tinggi di tahun ini.

Tetapi, nyatanya meski jadi salah satu negara terdepan dalam vaksinasi, AS masih juga dilanda lonjakan kasus corona varian delta.

Hingga saat ini, lebih dari 50% warga Amerika Serikat sudah mendapat vaksinasi penuh, dan 9% baru mendapat suntikan pertama, berdasarkan Our World in Data.

Sementara itu, rata-rata penambahan kasus positif dalam 7 hari hingga Kamis (19/8/2021) di AS sebanyak 140.499 kasus dari total penduduk. Rata-rata tersebut menjadi yang tertinggi sejak 2 Februari lalu.

Sedangkan jika dilihat dari pertengahan Juni lalu sekitar 12.000 kasus, artinya mengalami kenaikan lebih dari 1.000%.

"Kita berada di pertengahan musim panas, orang-orang mulai berkumpul, mereka dalam kelompok yang besar. Vaksin telah membuat mereka merasa aman, dan mereka lupa dengan protokol kesehatan," kata dr. Perkin Halkitis, dekan di Rutgers School of Public Health, dalam wawancara bersama CNBC International.

Selain itu, tingkat kematian juga kembali meningkat kini lebih dari 1.000 dilaporkan meninggal per hari. Kali terakhir Amerika Serikat mengalami kematian 1.000 orang per hari yakni pada bulan Maret lalu.

Meski demikian, pelaku pasar masih optimistis jika penyebaran virus corona pada akhirnya bisa diredam ketika vaksinasi semakin gencar dilakukan. Terbukti, bursa saham AS (Wall Street) masih menguat, indeks S&P 500 dan Dow Jones bahkan mencetak rekor tertinggi sepanjang masa di awal pekan ini. Tentunya berbeda dengan bulan Maret tahun lalu, ketika S&P 500 ambruk hingga 35%.

Selain ditopang statusnya sebagai aset safe haven, tapering yang kemungkinan dilakukan di tahun ini juga menguntungkan bagi dolar AS. Maka penguatan tajamnya di pekan ini merupakan hal yang wajar.

Rilis risalah rapat kebijakan moneter bank sentral AS (The Fed) edisi Juli yang menunjukkan peluang tapering atau pengurangan nilai program pembelian aset (quantitative easing/QE) di tahun ini, sebab inflasi dikatakan sudah mencapai target dan pemulihan pasar tenaga kerja juga hampir sesuai ekspektasi.

"Melihat ke depan, sebagian besar partisipan (Federal Open Market Committee/FOMC) mencatat bahwa selama pemulihan ekonomi secara luas sesuai dengan ekspektasi mereka, maka akan tepat untuk melakukan pengurangan nilai pembelian aset di tahun ini," tulis risalah tersebut.

Peluang tapering di tahun ini semakin menguat setelah kemarin klaim tunjangan pengangguran dilaporkan sebanyak 348.000 pengajuan klaim, atau lebih baik dari proyeksi ekonom dalam polling Dow Jones yang memperkirakan angka 365.000 klaim baru. Selain itu angka tersebut merupakan yang terendah selama pandemi.

Membaiknya pasar tenaga kerja tentunya menjadi kabar bagus bagi perekonomian. Tetapi di sisi lain juga memberikan kabar buruk, yakni semakin menguatnya peluang tapering di tahun ini seperti yang tertuang dalam risalah The Fed.

Data tenaga kerja bulan Agustus yang akan dirilis bulan September menjadi krusial untuk menentukan seberapa besar peluang tapering di tahun ini. Jika kembali menunjukkan perbaikan lebih lanjut, maka peluang The Fed mengumumkan tapering pada 23 September mendatang semakin besar.

TIM RISET CNBC INDONESIA 

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular