
The Fed Bikin Kaget! Rupiah Jadi Makin Terpuruk

Jakarta, CNBC Indonesia - Sesuai dengan prediksi, rupiah langsung jeblok melawan dolar Amerika Serikat (AS) di awal perdagangan Kamis (6/1), hingga menyentuh level terlemah dalam satu bulan terakhir. Tanda-tandanya sudah terlihat dari melesatnya yield obligasi (Treasury) AS pada perdagangan Rabu.
Melansir data Refintiv, rupiah langsung melemah 0,24% ke Rp 14.390/US$ di pembukaan perdagangan pasar spot hari ini. Level tersebut merupakan yang terendah sejak 7 Desember lalu.
Sebelum hari ini, rupiah sudah melemah 3 hari beruntun dengan total 0,74%.
Imbal hasil (yield) Treasury AS tenor 10 tahun melesat 5 basis poin ke 1,6999%, level tertinggi sejak April 2021. Kemudian Treasury tenor 2 tahun yang sensitif dengan kenaikan suku bunga acuan, yieldnya naik 6,9 basis poin ke 0,8296% yang merupakan level tertinggi sejak Maret 2020.
Kenaikan yield Treasury tersebut berisiko memicu capital outflow dari pasar obligasi Indonesia, yang pada akhirnya membuat rupiah tertekan.
Pemicu kenaikan yield Treasury tersebut yakni rilis notula rapat kebijakan moneter bank sentral AS (The Fed) edisi Desember lalu.
The Fed mulai menormalisasi kebijakan moneternya dengan melakukan tapering off atau pengurangan nilai program pembelian obligasi dan surat berharga (quantitative easing/QE) pada bulan November lalu. Nilai QE sebesar US$ 120 miliar awalnya ajan dikurangi sebesar US$ 15 miliar setiap bulannya.
Tetapi, hanya sebulan berselang, The Fed bertindak lebih agresif, nilai tapering ditambah menjadi US$ 30 miliar setiap bulannya. Sehingga QE yang awalnya direncanakan selesai pertengahan 2022, berubah menjadi bulan Maret tahun ini.
Sampai di situ pasar finansial global masih kalem, tidak ada gejolak seperti tahun 2013 atau yang disebut taper tantrum.
Bahkan, saat The Fed mengindikasikan akan menaikkan suku bunga 3 kali di tahun ini, dan pasar berspekulasi kenaikan pertama akan dilakukan bulan Maret, nyaris tidak ada gejolak yang terjadi. Artinya, pasar sudah price in atau menakar tapering lebih agresif dan kenaikan suku bunga di bulan Maret.
Tetapi, nyatanya The Fed bisa jauh lebih agresif dari itu. Dalam notula rapat kebijakan moneter bulan Desember terungkap, beberapa pejabat The Fed melihat nilai neraca (balance sheet) bisa segera dikurangi setelah suku bunga dinaikkan.
"Peserta rapat kebijakan moneter secara umum mencatat bahwa, melihat outlook individual terhadap perekonomian, pasar tenaga kerja dan inflasi, mungkin diperlukan kenaikan suku bunga lebih awal atau dengan laju yang lebih cepat dari yang diperkirakan sebelumnya. Beberapa peserta juga mencatat akan tepat jika segera mulai mengurangi nilai neraca setelah suku bunga dinaikkan," tulis notula The Fed yang dikutip Reuters, Kamis (6/1).
Peluang dikuranginya nilai neraca di tahun ini menjadi kejutan bagi pasar finansial global, selain memicu kenaikan yield Treasury, bursa saham global juga rontok yang menjadi indikasi sentimen pelaku pasar yang memburuk.
Alhasil, rupiah kini terancam mencatat pelemahan 4 hari beruntun.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(pap/pap)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Ini Penyebab Rupiah Menguat 4 Pekan Beruntun, Terbaik di Asia
