Indeks Dolar AS Terbang Tinggi, Cash is The King Kembali?

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
20 August 2021 17:20
Ilustrasi Dollar (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)
Foto: Ilustrasi Dollar (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)

Dolar AS merupakan aset yang dianggap safe haven, oleh karena itu, lonjakan kasus Covid-19 di AS memicu peningkatan permintaannya.

Lonjakan kasus di AS dikhawatirkan akan membuat perekonomian terbesar di dunia tersebut melambat, dan akhirnya merembet ke negara-negara lain. Gencarnya vaksinasi yang dilakukan Amerika Serikat menumbuhkan harapan pertumbuhan ekonomi akan tinggi di tahun ini.

Tetapi, nyatanya meski jadi salah satu negara terdepan dalam vaksinasi, AS masih juga dilanda lonjakan kasus corona varian delta.

Hingga saat ini, lebih dari 50% warga Amerika Serikat sudah mendapat vaksinasi penuh, dan 9% baru mendapat suntikan pertama, berdasarkan Our World in Data.

Sementara itu, rata-rata penambahan kasus positif dalam 7 hari hingga Kamis (19/8/2021) di AS sebanyak 140.499 kasus dari total penduduk. Rata-rata tersebut menjadi yang tertinggi sejak 2 Februari lalu.

Sedangkan jika dilihat dari pertengahan Juni lalu sekitar 12.000 kasus, artinya mengalami kenaikan lebih dari 1.000%.

"Kita berada di pertengahan musim panas, orang-orang mulai berkumpul, mereka dalam kelompok yang besar. Vaksin telah membuat mereka merasa aman, dan mereka lupa dengan protokol kesehatan," kata dr. Perkin Halkitis, dekan di Rutgers School of Public Health, dalam wawancara bersama CNBC International.

Selain itu, tingkat kematian juga kembali meningkat kini lebih dari 1.000 dilaporkan meninggal per hari. Kali terakhir Amerika Serikat mengalami kematian 1.000 orang per hari yakni pada bulan Maret lalu.

Meski demikian, pelaku pasar masih optimistis jika penyebaran virus corona pada akhirnya bisa diredam ketika vaksinasi semakin gencar dilakukan. Terbukti, bursa saham AS (Wall Street) masih menguat, indeks S&P 500 dan Dow Jones bahkan mencetak rekor tertinggi sepanjang masa di awal pekan ini. Tentunya berbeda dengan bulan Maret tahun lalu, ketika S&P 500 ambruk hingga 35%.

Selain ditopang statusnya sebagai aset safe haven, tapering yang kemungkinan dilakukan di tahun ini juga menguntungkan bagi dolar AS. Maka penguatan tajamnya di pekan ini merupakan hal yang wajar.

Rilis risalah rapat kebijakan moneter bank sentral AS (The Fed) edisi Juli yang menunjukkan peluang tapering atau pengurangan nilai program pembelian aset (quantitative easing/QE) di tahun ini, sebab inflasi dikatakan sudah mencapai target dan pemulihan pasar tenaga kerja juga hampir sesuai ekspektasi.

"Melihat ke depan, sebagian besar partisipan (Federal Open Market Committee/FOMC) mencatat bahwa selama pemulihan ekonomi secara luas sesuai dengan ekspektasi mereka, maka akan tepat untuk melakukan pengurangan nilai pembelian aset di tahun ini," tulis risalah tersebut.

Peluang tapering di tahun ini semakin menguat setelah kemarin klaim tunjangan pengangguran dilaporkan sebanyak 348.000 pengajuan klaim, atau lebih baik dari proyeksi ekonom dalam polling Dow Jones yang memperkirakan angka 365.000 klaim baru. Selain itu angka tersebut merupakan yang terendah selama pandemi.

Membaiknya pasar tenaga kerja tentunya menjadi kabar bagus bagi perekonomian. Tetapi di sisi lain juga memberikan kabar buruk, yakni semakin menguatnya peluang tapering di tahun ini seperti yang tertuang dalam risalah The Fed.

Data tenaga kerja bulan Agustus yang akan dirilis bulan September menjadi krusial untuk menentukan seberapa besar peluang tapering di tahun ini. Jika kembali menunjukkan perbaikan lebih lanjut, maka peluang The Fed mengumumkan tapering pada 23 September mendatang semakin besar.

TIM RISET CNBC INDONESIA 

(pap/pap)
[Gambas:Video CNBC]


Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular