Polling CNBC Indonesia

BI 'Diramal' Tahan Bunga Acuan Lagi, Kenapa Ya?

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
24 May 2021 10:10
Ilustrasi Bank Indonesia
Ilustrasi Gedung BI (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)

Jakarta, CNBC Indonesia - Pelaku pasar memperkirakan Bank Indonesia (BI) masih mempertahankan suku bunga acuan pada bulan ini. Wajar, karena MH Thamrin menunggu komitmen perbankan untuk menurunkan suku bunga kredit lebih dalam lagi.

Gubernur Perry Warjiyo dan rekan menggelar Rapat Dewan Gubernur (RDG) periode Mei 2021 pada 24-25 Mei. Konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia memperkirakan suku bunga acuan masih bertahan di 3,5%.

Dari seluruh institusi yang terlibat dalam pembentukan konsensus, seluruhnya menyatakan demikian. Sepakat bulat, tiada dissenting opinion.

Sejak pandemi virus corona (Coronavirus Disease-2019/Covid-19) mengobrak-abrik perekonomian nasional, BI tidak tinggal diam. BI 7 Day Reverse Repo Rate diturunkan 200 basis poin ke 3,5%. Ini adalah suku bunga acuan terendah dalam sejarah Indonesia merdeka.

Selain itu, BI juga memberikan pelonggaran makroprudensial. Konsumen yang ingin mengambil Kredit Pemilikan Rumah (KPR) maupun Kredit Kendaraan Bermotor (KKB) tidak perlu menyiapkan uang muka, cukup bayar angsuran bulanan.

Semua ini dilakukan untuk memberi 'pelumas' agar perekonomian Tanah Air bisa bergerak lebih mulus. Namun sepertinya perbankan belum bergerak dalam irama yang sama.

Perbankan sudah sangat menikmati penurunan suku bunga acuan dalam wujud biaya dana yang lebih murah. Sejak awal 2020 hingga Maret 2021, suku bunga deposito satu bulan (yang menjadi acuan biaya dana) sudah turun 225 bps, lebih tajam dari penurunan BI 7 Day Reverse Repo Rate.

Akan tetapi, tidak demikian dengan suku bunga kredit. Per Maret 2021, rata-rata suku bunga Kredit Modal Kerja (KMK) rupiah di bank komersial adalah 9,06%. Dibandingkan posisi awal 2020, baru turun 102 bps.

Oleh karena itu, BI tentu akan menunggu komitmen perbankan untuk menurunkan suku bunga lebih lanjut, terutama suku bunga kredit. Kalau BI 7 Day Reverse Repo Rate dipangkas lagi tetapi perbankan masih belum juga menurunkan suku bunga kredit dengan lebih agresif, buat apa?

"Ini bukan berarti BI tidak lagi dovish, tetapi lebih fokus untuk memantau transmisi kebijakan moneter terutama ke suku bunga kredit. Selain itu, BI sudah memberikan kebijakan lain untuk mendorong pertumbuhan kredit seperti uang muka KPR dan KKB," sebut Radhika Rao, Ekonom DBS, dalam risetnya.

Halaman Selanjutnya --> BI Harus Kawal Rupiah

Selain itu, BI juga punya tugas utama untuk menjaga stabilitas nilai tukar rupiah. Bahkan tugas ini adalah mandat utama BI yang tertuang dalam UU No 3/2004.

Dalam sebulan terakhir, rupiah memang menguat hampir 1% di hadapan dolar Amerika Serikat (AS). Namun risiko di pasar keuangan dunia masih tinggi, terutama kemungkinan pengetatan di negara-negara maju.

Bank sentral Eropa (ECB) sudah mulai mempertimbangkan untuk mengurangi pembelian surat berharga atau quantitative easing. Bank sentral Inggris (BoE) bahkan sudah melakukannya. Kini, bank sentral pimpinan Andrew Bailey itu membeli obligasi senilai GBP 3,4 miliar per pekan. Lebih sedikit ketimbang sebelumnya yang mencapai GBP 4,4 miliar.

Langkah serupa bukan tidak mungkin segera dilakukan oleh bank sentral negara-negara lainnya, termasuk AS. Dengan demikian, likuiditas global yang saat ini melimpah bakal mulai seret sehingga sulit berharap arus modal bakal deras mengalir ke pasar keuangan negara-negara berkembang, tidak terkecuali Indonesia.

Ketika ini terjadi, maka masa depan rupiah masih penuh tanda tanya. Oleh karena itu, BI berkepentingan menjaga rupiah dengan cara membuat pasar keuangan Indonesia tetap atraktif. Suku bunga harus tetap bisa mendatangkan cuan buat investor, jangan sampai ada persepsi rugi ketika berinvestasi di Indonesia.

Indonesia memang patut waspada karena ada kecenderungan investor asing keluar dari pasar keuangan Ibu Pertiwi. Di pasar obligasi pemerintah, kepemilikan asing per 20 Mei 2021 tercatat Rp 953,32 triliun. Berkurang Rp 12,24 triliun dibandingkan posisi awal bulan.

Untuk menjaga agar tidak lebih banyak investor asing yang keluar, dan semoga ada yang masuk, Indonesia harus menawarkan sesuatu yang lebih yaitu keuntungan. Penurunan suku bunga acuan akan ikut menurunkan imbal hasil (yield) obligasi sehingga berisiko membuat investor asing semakin ingin keluar. Oleh karena itu, demi menjaga daya tarik pasar keuangan Indonesia, suku bunga acuan sulit untuk turun.

TIM RISET CNBC INDONESIA

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular