
Bank Inggris Kurangi Beli Obligasi, tapi Bukan Tapering Lho!

Jakarta, CNBC Indonesia - Bank sentral Inggris (Bank of England/BoE) mengumumkan kebijakan moneternya Kamis (7/5/2021).
Dalam pengumuman tersebut BoE menyatakan mengurangi program pembelian obligasinya (quantitative easing/QE), tetapi hal tersebut ditegaskan bukan merupakan tapering (pengurangan stimulus). Selain itu, BoE memproyeksikan perekonomian Inggris akan mencatat pertumbuhan tertinggi sejak Perang Dunia II.
BoE kemarin mengumumkan mengurangi nilai QE per pekan dari US$ 4,4 miliar pound menjadi US$ 3,4 miliar pound.
"Keputusan ini jangan diintepretasikan sebagai perubahan kebijakan moneter," kata Gubernur BoE Andrew Bailey sebagaimana dilansir Reuters, Kamis (6/7/2021).
Kebijakan QE bank sentral Inggris sedikit berbeda dengan bank sentral AS (The Fed). Nilai QE BoE sudah ditetapkan nilainya sejak awal, sementara The Fed bersifat open-ended. Secara sederhana kebijakan QE open-ended nilainya tak terhingga, sehingga ketika nilai pembeliannya dikurangi dikatakan sebagai tapering.
"Ini bukan tapering. Kita tidak melakukan open-ended QE, kita menetapkan jumlah QE dan kita tidak mengubahnya," kata Bailey.
Nilai QE BoE saat ini sebesar 875 miliar poundsterling, dalam rapat kebijakan kemarin hasil voting menunjukkan 8 dari 9 anggota dewan setuju nilai QE tetap dipertahankan. Hanya 1 anggota, Andy Haldane yang juga kepala ekonom BoE yang memilih nilai QE dikurangi sebesar 50 miliar poundsterling.
Jika dibandingkan dengan The Fed, nilai QE per bulannya sekitar US$ 120 miliar dan masih terus dilakukan sampai perekonomian dianggap lepas dari krisis. Nilai QE tersebut akan terus bertambah sampai The Fed memutuskan untuk mengurangi nilainya (tapering) hingga akhirnya dihentikan, hal itu disebut open-ended QE.
Reaksi pasar setelah pengumuman BoE tersebut cenderung positif, bursa saham Inggris menguat sementara nilai tukar poundsterling masih stabil. Sebab, BoE memberikan proyeksi yang optimistis terhadap perekonomian Inggris.
BoE memprediksi di tahun ini perekonomian Inggris akan tumbuh 7,25%, jauh lebih tinggi ketimbang proyeksi yang diberikan bulan Februari lalu sebesar 5%. Selain itu, pertumbuhan 7,25% akan menjadi yang tertinggi sejak 1941.
Kebangkitan ekonomi yang cukup signifikan, sebab pada tahun 2020 lalu perekonomian Inggris mengalami kontraksi 9,8%, menjadi yang terburuk dalam 300 tahun terakhir.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(pap/pap)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Bank Sentral Inggris Bersiap Naikkan Suku Bunga, Tapi....
