Polling CNBC Indonesia

Jaga Rupiah dari Amukan Dolar, BI Diramal Tahan Bunga Acuan

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
18 August 2021 06:41
rupiah
Ilustrasi Rupiah (REUTERS/Thomas White)

Jakarta, CNBC Indonesia - Bank Indonesia (BI) diperkirakan masih mempertahankan suku bunga acuan dalam Rapat Dewan Gubernur (RDG) bulan ini. Stabilitas rupiah akan menjadi perhatian utama MH Thamrin di tengah isu pengetatan kebijakan moneter alias tapering off oleh bank sentral Amerika Serikat (AS) yang semakin santer.

Gubernur Perry Warjiyo dan sejawat menggelar RDG pada 18-19 Agustus 2021. Konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia memperkirakan suku bunga acuan BI 7 Day Reverse Repo Rate akan bertahan di 3,5%.

Seluruh institusi yang terlibat dalam pembentukan konsensus memperkirakan suku bunga acuan bertahan. Semua sepakat bulat, aklamasi, tiada dissenting opinion.

Institusi

BI 7 Day Reverse Repo Rate (%)

Bank Danamon

3.5

DBS

3.5

CIMBNiaga

3.5

ING

3.5

Bank Mandiri

3.5

Maybank Indonesia

3.5

BNI Sekuritas

3.5

Mirae Asset

3.5

BCA

3.5

Standard Chartered

3.5

MNC Sekuritas

3.5

Kali terakhir BI mengubah suku bunga acuan adalah Februari 2021, kala itu BI 7 Day Reverse Repo Rate diturunkan 25 basis poin (bps) menjadi 3,75%, terendah sepanjang sejarah. Sejak saat itu, suku bunga acuan belum 'diutak-atik' lagi.

Anthony Kevin, Ekonom Mirae Asset, menilai sejatinya ada ruang bagi BI untuk menurunkan suku bunga acuan lebih lanjut. Pertama, laju inflasi domestik masih lambat.

Per Juli 2021, inflasi Indonesia tercatat 1,52% year-on-year (yoy). Memang terakselerasi dibandingkan bulan sebelumnya yang sebesar 1,33% yoy, tetapi masih jauh di bawah tren sebelum pandemi virus corona (Coronavirus Disease-2019/Covid-19).

inflasi

Kedua, perlambatan ekonomi Tanah Air semakin terasa akibat kebijakan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) yang lebih ketat sejak awal bulan lalu. Teranyar, BI memperkirakan penjualan ritel pada Juli 2021 mengalami kontraksi atau pertumbuhan negatif 6,2% yoy.

"Kami memperkirakan tekanan terhadap daya beli masyarakat masih akan kuat, dan tidak ada katalis yang signifikan untuk mengangkat daya beli seperti Tunjangan Hari Raya (THR) yang sudah diberikan pada kuartal II-2021. Keputusan untuk memperpanjang PPKM akan tetap membuat aktivitas ekonomi lesu sepanjang kuartal ini," tulis Kevin dalam risetnya.

Oleh karena itu, tentu dibutuhkan 'rangsangan' untuk menopang gairah perekonomian nasional yang lesu akibat PPKM. Selain stimulus fiskal dari pemerintah, bank sentral bisa memberikannya melalui penurunan suku bunga acuan.

Halaman Selanjutnya --> Dolar AS Siap Melesat

Akan tetapi, BI juga dihadapkan pada tantangan lain yaitu tekanan terhadap nilai tukar rupiah. Di hadapan dolar AS, mata uang Ibu Pertiwi masih membukukan pelemahan 2,35% sejak akhir 2020 (year-to-date/ytd).

kurs

Dolar AS semakin galak saja. Pada 17 Agustus 2021 pukul 22:16 WIB, Dollar Index (yang mencerminkan posisi greenback di hadapan enam mata uang utama dunia) menguat 0,51%. Secara ytd, indeks ini melesat 3.52%.

Sentimen yang menjadi penyebab kepercayaan mata uang Negeri Paman Sam adalah arah kebijakan bank sentral AS The Federal Reserve/The Fed. Seiring perbaikan ekonomi AS yang makin terlihat, gaung tapering off pun makin terdengar.

Sejak pandemi virus corona mendera, Ketua Jerome 'Jay' Powell dan kolega membuat kebijakan moneter yang ultra-longgar. Suku bunga kebijakan dipangkas habis-habisan hingga mendekati 0%. The Fed juga terus 'memompa' likuditas ke perekonomian dengan membeli surat berharga (quantitative easing) senilai US$ 120 miliar saban bulannya.

Kini dengan ekonomi AS yang mulai pulih dengan stabil seiring pembukaan kembali 'keran' aktivitas dan mobilitas masyarakat (reopening), permintaan melonjak tinggi. Pada Juli 2021, inflasi AS mencapai 5,4% yoy, tertinggi sejak Agustus 2008.

inflasi

Kondisi ketenagakerjaan juga semakin membaik. Pada Juli 2021, perekonomian AS menciptakan 943.000 lapangan kerja non-pertanian. Ini adalah yang tertinggi sejak Agustus tahun lalu.

Perlahan tetapi pasti, mereka yang kehilangan pekerjaan akibat pandemi mulai mendapatkannya kembali. Pada Maret-April 2020, lapangan kerja berkurang 22,36 juta. Selepas itu, lapangan kerja yang sudah kembali tercipta adalah 16,67 juta. Jalan menuju penciptaan lapangan kerja yang maksimal (maximum employment) kian terbuka.

naker

Halaman Selanjutnya --> The Fed Umumkan Tapering Bulan Depan?

Oleh karena itu, pasar makin yakin bahwa dalam waktu dekat The Fed akan mengurangi 'dosis' stimulus moneter. Ini akan dimulai dengan mengurangi besaran quantitative easing.

Survei yang dilakukan Reuters terhadap 43 institusi memperkirakan The Fed akan mulai terang-terangan mengumumkan pengurangan quantitative easing pada September 2021 alias bulan depan.

Namun pengurangan ini sepertinya baru akan dilakukan pada Januari 2022. Quantitative easing diperkirakan baru akan benar-benar selesai pada kuartal IV-2022.

fedSumber: Reuters

Pengurangan quantitative easing berarti pasokan dolar AS tidak akan lagi melimpah seperti sekarang. Seperti barang, saat pasokan berkurang pasti harga akan naik. Mata uang juga begitu, pasokan yang menurun membuat nilai tukarnya kian mahal.

Jadi, ke depan sepertinya dolar AS bakal semakin perkasa. Ini tentu menjadi alarm bagi mata uang lain, termasuk rupiah.

Amanat utama BI adalah menjaga stabilitas nilai tukar rupiah. Ini bisa dilakukan dengan menjaga suku bunga tetap kompetitif sehingga arus modal asing berkenan masuk ke Indonesia dan menjaga stabilitas rupiah.

"Memang ada tendensi ekonomi Indonesia akan melambat. Namun dengan kekhawatiran terhadap stabilitas nilai tukar, bank sentral tidak akan mengambil risiko," tegas Alex Holmes, Ekonom Capital Economics, seperti dikutip dari Reuters.

TIM RISET CNBC INDONESIA

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular