
Kawal Ketat Rupiah, Ini Dia Jurus BI

Jakarta, CNBC Indonesia - Akhir-akhir ini, kenaikan imbal hasil (yield) obligasi pemerintah Amerika Serikat (AS) menjadi risiko di pasar keuangan. Kenaikan yield surat utang pemerintahan Presiden Joseph 'Joe' Biden menyebabkan arus modal merapat ke Negeri Paman Sam sehingga membuat mata uang negara lain melemah, termasuk rupiah.
Hari ini, Senin (3/5/2021), US$ 1 setara dengan Rp 14.445 kala penutupan perdagangan pasar spot. Rupiah melemah tipis 0,03% dibandingkan posisi penutupan akhir pekan lalu.
Bank Indonesia (BI) tidak tinggal diam. Sebab menjaga stabilitas nilai tukar rupiah adalah mandat bank sentral.
"Dalam menjaga stabilitas dengan dampak dinamika global yaitu spillover kenaikan yield US Treasury, BI melakukan stabilisasi nilai tukar rupiah sesuai dengan fundamentalnya dengan intervensi di pasar spot, DNDF (Domestic Non-Deliverable Forwards), dan pembelian SBN (Surat Berharga Negara) dari pasar sekunder," tegas Perry Warjiyo, Gubernur BI, dalam jumpa pers hasil rapat Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK).
Dalam rapat KSSK, Perry juga melaporkan komitmen MH Thamrin untuk menjaga momentum pemulihan ekonomi nasional. Dari sisi kebijakan moneter, BI sudah menurunkan suku bunga acuan secara agresif dan kini berada di 3,5%, terendah sepanjang sejarah.
Di sisi kebijakan makroprudensial, BI juga mempertahankan kebijakan akomodatif. Misalnya dengan memperkuat Rasio Intermediasi Perbankan (RIM) dengan melonggarkan Loan to Value (LTV) untuk kredit properti dan uang muka 0% untuk kredit kendaraan bermotor.
"BI juga mendorong penurunan suku bunga kredit perbankan melalui transparansi Suku Bunga Dasar Kredit (SBDK)," sebut Perry.
(aji/aji) Next Article Bye Dolar! Rupiah Mengangkasa Pekan Ini
