Analisis

Ritel Masih Bonyok, Ini Fakta Jeroan Q1 Matahari-Ramayana dkk

Aldo Fernando, CNBC Indonesia
04 May 2021 09:10
Matahari Department Store

Jakarta, CNBC Indonesia - Kinerja emiten ritel Tanah Air sangat tertekan sepanjang tahun lalu, seiring dengan munculnya pandemi Covid-19 yang berimbas pada pembatasan pergerakan masyarakat dan lesunya ekonomi nasional.

Namun, tahun berganti tidak berarti masalah keuangan langsung teratasi. Pasalnya, kinerja keuangan sejumlah emiten ritel selama 3 bulan pertama 2021 atau kuartal pertama tahun ini masih jeblok.

Pagebluk Corona yang belum selesai plus perubahan preferensi berbelanja konsumen di era online ini masih menghantui prospek kinerja emiten-emiten ritel.

Pertanyaannya, emiten-emiten ritel mana saja yang sudah merilis laporan keuangan per kuartal I tahun ini?

Kemudian, bagaimana sih kinerja fundamental emiten-emiten tersebut?

Di bawah ini Tim Riset CNBC Indonesia akan membahas secara singkat jeroan alias kinerja keuangan tiga emiten ritel yang sudah mengeluarkan laporan keuangan terbaru.

Ketiga emiten yang dimaksud ialah pengelola gerai Hero dan IKEA PT Hero SupermarketTbk (HERO), pengelola gerai Ramayana PT Ramayana Lestari Sentosa Tbk (RALS), dan duo Grup Lippo, pemilik gerai Matahari PT Matahari Department Store Tbk (LPPF).

Sebagai tambahan, Tim Riset juga akan membahas sang sister company LPPF, PT Matahari Putra PrimaTbk (MPPA).

Catatan saja, khusus MPPA, perusahaan masih menggunakan laporan keuangan 2020.

Kinerja Pengelola Gerai Hero & IKEA 4 Tahun Nyungsep

Kinerja emiten pengelola gerai Hero, perabotan rumah tangga IKEA dan produk kecantikan Guardian, HERO, masih belum membaik pada awal tahun ini.

Pada kuartal I tahun ini, HERO kembali membukukan rugi bersih sebesar Rp 1,65 miliar secara tahunan (year on year/yoy). Angka ini mengecil tinimbang rugi bersih pada periode yang sama tahun sebelumnya sebesar Rp 43,56 miliar.

Meruginya HERO diiringi dengan anjloknya penjualan dan pendapatan usaha, sebesar 30,20% menjadi Rp 1,76 triliun.

Apabila ditilik per kuartalan, HERO terakhir membukukan laba bersih pada akhir Juni 2019. Sementara, apabila ditilik secara tahunan emiten ini terakhir meraup laba bersih pada 2016 atau sekitar 5 tahun lalu.

Presiden Direktur HERO Patrick Lindvall mengakui, dalam keterangan resminya, pencapaian triwulan pertama ini secara signifikan dipengaruhi oleh Covi-19. Semua lini bisnis perusahaan, mulai dari ritel groseri, toko perabotan sampai produk kecantikan sangat terdampak pembatasan sosial akibat pandemi dan perubahan pola belanja pelanggan.

Selain itu, total laba operasional perusahaan dipengaruhi oleh penurunan profitabilitas toko karena pendapatan yang lebih rendah.

Saat ini, seiring pagebluk yang diprediksi masih akan mempengaruhi kinerja keuangan, perusahaan masih akan terus mengoptimalkan ruang usaha yang ada, serta mengevaluasi portofolio perusahaan agar lebih efektif dalam mengarungi persaingan ritel Ibu Pertiwi.

Seiring dengan hal tersebut, The Dairy Farm Company Limited, perusahaan pengendali HERO, memberikan fasilitas pinjaman bergulir atau revolving loan senilai US$ 55 juta atau setara Rp 775,77 miliar dengan asumsi kurs Rp 14.105 per US$.

Pinjaman tersebut dikucurkan untuk membantu menjaga keuangan HERO menghadapi tantangan yang signifikan akibat pandemi.

2020 Bukan Tahunnya Ramayana

Pengelola toko Ramayana, RALS, juga masih merasakan dampak pandemi pada 3 bulan pertama 2021. Pendapatan bersih RALS ambles 46,41% menjadi Rp 490,94 miliar pada kuartal I ini.

Sejurus dengan itu, RALS mencatatkan rugi bersih Rp 85,67 miliar secara yoy. Padahal, pada kuartal I 2020, emiten ini masih menggondol laba bersih Rp 13,29 miliar.

Secara annual, setidaknya sejak 2001 silam, baru pada 2020 RALS mengalami rugi bersih, yakni sebesar Rp 138,87 miliar.

Adapun secara kuartalan, rugi bersih kuartal I tahun ini melanjutkan tren rugi bersih sejak akhir Juni 2020. Terakhir, RALS membukukan rugi bersih secara kuartal, yakni pada kuartal III 2017.

Sementara, sejak awal tahun hingga akhir Maret 2021, perusahaan menghentikan operasi dua gerai dan mengoperasikan gerai baru sebanyak dua gerai.

Sepanjang tahun lalu, RALS menghentikan operasi 13 gerai. Jadi, secara total, RALS memiliki 106 gerai per kuartal I 2021, jumlah yang sama dengan akhir Desember tahun lalu. Rinciannya, gerai Ramayana sebanyak 101 gerai, Robinson 3 gerai dan Cahaya 2 gerai.

Sama seperti HERO, manajemen RALS memprediksi, pandemi Covid-19 masih akan mempengaruhi kegiatan operasi perusahaan.

NEXT: Matahari yang Meredup

Tidak berbeda, emiten ritel pengelola gerai Matahari, LPPF, juga masih membukukan rugi bersih mencapai Rp 95,35 miliar pada kuartal I-2021. Rugi bersih ini membengkak 1,49% dari periode yang sama tahun lalu yang juga rugi bersih Rp 93,95 miliar.

Berdasarkan laporan keuangan LPPF, rugi bersih itu terjadi di tengah penurunan pendapatan pengelola gerai Matahari Departement Store ini.

Total pendapatan bersih turun 25,16% menjadi Rp 1,16 triliun pada 3 bulan pertama tahun ini, dari periode yang sama tahun lalu Rp 1,55 triliun.

Pada tahun lalu, LPPF mengalami rugi bersih sebesar Rp 873,18 miliar. Terakhir kali LPPF mengalami rugi bersih secara tahunan, yakni pada 2008-2009.

Sementara, secara kuartalan, rugi bersih pada akhir Maret 2021 melanjutkan tren rugi bersih sejak akhir Maret tahun lalu.

Berdasarkan keterangan resmi perusahaan, Matahari berencana menutup 13 gerainya pada tahun ini. Mengacu pada laporan kuartalan, hingga Q1-2021, perusahaan mengoperasikan 147 gerai, jumlahnya sama dengan posisi 31 Desember 2020. Jumlah itu terbagi di Sumatera 28, Jawa 86, Kalimantan, Sulawesi dan Maluku 28 dan wilayah lainnya 5 gerai.

Dari 147 gerai tersebut terdapat 124 gerai reguler dan 23 gerai dalam pengawasan. Sementara itu selama Q1, masih ada 10 gerai yang dalam pengawasan untuk kemungkinan ditutup.

Pandemi Covid-19 masih membawa dampak negatif bagi LPPF. Manajemen mengakui, kendati aktivitas masyarakat perlahan meningkat, berlanjutnya Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) berdampak pada jumlah kunjungan pelanggan dan jam operasional yang belum kembali seperti pada masa pra-pandemi.

Hypermart dkk yang Terus Buntung

Seperti 'saudaranya Lippo-nya', kinerja Matahari Putra Prima atau MPPA dalam 4 tahun belakangan tidak bisa dikatakan baik-baik saja. Pasalnya, sejak 2017 MPPA terus mengalami rugi bersih.

Terbaru, pengelola gerai Hypermart dan Hyfreshini membukukan rugi bersih Rp 405,31 miliar pada 2020. Angka ini berkurang 27% dari rugi bersih tahun sebelumnya yang sebesar Rp 552,68 miliar.

Adapun pada 2018 MPPA juga mencatatkan rugi, yakni sebesar Rp 898,27 miliar, sementara tahun 2017 emiten ini menanggung rugi Rp 1,24 triliun. Pendapatan usaha MPPA pun menyusut dari Rp 8,64 triliun pada 2019 menjadi Rp 6,75 triliun pada tahun lalu.

Lantas bagaimana dengan kinerja saham di pasar modal?

Apabila menyimak gerak saham ritel di atas, kendati kinerja keuangan emitennya jeblok, mayoritas saham ritel mencatatkan kinerja yang ciamik.

Sebut saja, saham MPPA berhasil melonjak 125,16% dalam sebulan belakangan. Sementara, secara year to date (ytd) 'terbang' 676,19%. Begitu pula dengan LPPF yang melesat 17,54% dalam sebulan dan sejak awal tahun terdongkrak 31,37%.

Saham HERO, yang perusahaannya terus menanggung rugi, juga bisa tumbuh 6,25% dalam sebulan terakhir dan 12,65% secara ytd. Tercatat, hanya saham RALS yang terkoreksi, yakni sama-sama merosot 1,94% dalam sebulan dan secara ytd.

TIM RISET CNBC INDONESIA

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular