Dua belas klub itu adalah Manchester United, Manchester City, Liverpool, Arsenal, dan Chelsea dari Inggris. Kemudian dari Italia ada AS Milan, Inter Milan, dan Juventus. Lalu dari Spanyol diwakili Reak Madrid dan Barcelona.
Rencananya ESL akan dimainkan pada tengah pekan, menggantikan jadwal kompetisi antar-klub Eropa di bawah naungan UEFA (Liga Champions dan Liga Europa). Artinya, klub yang berpartisipasi di Liga Super Eropa tidak akan bermain di Liga Champions dan Liga Europa.
"Pembentukan Liga Super bertepatan dengan momentum pandemi global yang menyebabkan instabilitas keuangan klub. Pandemi menunjukkan bahwa dibutuhkan visi yang strategis dan peningkatan kualitas serta intensitas kompetisi antar-klub sehingga mendorong sebuah format di mana klub papan atas bertemu secara reguler.
"Dibutuhkan pula sebuah pendekatan komersial yang berkelanjutan untuk meningkatkan keuntungan setiap pemangku kepentingan. Klub pendiri meyakini bahwa solusi ini tidak merusak fundamental klub dan tetap mendukung sumber daya keuangan bagi keseluruhan piramida kompetisi sepakbola," sebut keterangan resmi di situs klub Liverpool.
ESL sontak menyulut amarah para pecinta sepakbola, terutama fans dari klub-klub yang berpartisipasi. Tempat di Liga Champions adalah sesuatu yang diperjuangkan di lapangan dengan keringat, bukan dengan 'penunjukan langsung'.
Selain itu, ESL kemungkinan besar akan merusak sistem piramida kompetisi sepakbola di sebuah negara. Ambil contoh di Inggris.
Liga Primer Inggris adalah kompetisi paling laris di duniam disiarkan di 199 negara. Pada musim 2018/2019, BBC mencatat pemirsa Liga Primer di seluruh dunia mencapai 3,2 miliar orang.
Oleh karena itu, uang hak siar dari Liga Primer bukan kaleng-kaleng. Pada musim 2018/2019, total pemasukan dari hak siar Liga Primer mencapai GBP 3 miliar. Dengan asumsi GBP 1 setara dengan Rp 20.075,68 seperti kurs tengah transaksi Bank Indonesia (BI) 19 April 2021, nilainya adalah Rp 60,23 triliun.
Dari jumlah tersebut, GBP 2,64 miliar (Rp 53,01 triliun) menjadi hak klub. Tidak hanya buat 20 klub peserta Liga Primer, ada pula solidarity payments kepada English Football League yang menaungi Championship Division, League One, dan League Two.
Masalahnya, kini the big six Liga Primer diancam 'dipecat'. UEFA dan sejumlah federasi sepakbola negara Eropa mengecam keberadaan ESL dan mengancam para pesertanya untuk dikeluarkan dari seluruh kompetisi baik di level domestik, kontinenal, maupun dunia. Bahkan pemain-pemain yang membela klub peserta ESL bakal dilarang tampil bersama tim nasional.
"Jika ini (Liga Super Eropa) sampai terjadi, maka kami menegaskan bahwa UEFA, FA (federasi sepakbola Inggris), RFEF (federasi sepakbola Spanyol), FIGC (federasi sepakbola Italia), Liga Primer Inggris, La Liga, Serie A, dan FIFA akan bersatu untuk menghentikannya. Ini adalah proyek yang dibentuk untuk kepentingan sendiri saat kita semua membutuhkan solidaritas.
"Kami mempertimbangkan seluruh opsi yang tersedia baik secara olahraga maupun hukum. Klub yang berpartisipasi bisa dilarang berkompetisi baik di level domestik, Eropa, maupun dunia. Pemain-pemain juga bisa tidak dibolehkan untuk membela tim nasional.
"Kami berterima kasih kepada klub dari Jerman dan Prancis yang menolak ikut serta. Kami meminta para pecinta sepakbola, suporter, politisi, dan seluruh komponen masyarakat untuk melawan. Enough is enough," tegas penyataan resmi UEFA.
Coba bayangkan apa jadinya Liga Primer tanpa United, City, Liverpool, Chelsea, dan Arsenal. Apakah yang menonton bakal miliaran orang? Apakah kontrak hak siar bisa mencapai puluhan triliun rupiah? Rasanya kok sulit ya...
Nah, risiko tergerusnya pemasukan hak siar Liga Primer tentu akan mempengaruhi 'subsidi' buat klub-klub di devisi bawahnya. Padahal klub-klub itu sangat butuh bantuan, apalagi pandemi virus corona (Coronavirus Disease-2019/Covid-19) membuat penonton belum boleh datang ke stadion.
Jadi ESL memang berdampak sistemik. Tidak hanya mengancam status para pesertanya, tetapi juga membuat pemasukan klub-klub di divisi bawah berkurang.
Halaman Selanjutnya --> Duit ESL No Kaleng-kaleng
Apa yang memotivasi 12 klub itu membentuk ESL? Apakah uang yang didapat masih kurang?
Sebenarnya penghasilan klub-klub itu sama sekali bukan jumlah yang sedikit. Mengutip catatan Swiss Ramble, Liverpool yang merupakan jawara Liga Primer musim 2019/2020 mendapatkan total hadiah sekira GBP 174,6 juta (Rp 3,5 triliun).Naik 14,38% dibandingkan musim sebelumnya.
Belum lagi ada hadiah uang dari kompetisi antar-klub Eropa. Sebagai gambaran, berikut rincian uang hadiah di Liga Champions Eropa musim 2018/2019:
- Setiap peserta di babak pra-kualifikasi (playoff) mendapatkan EUR 5 juta (Rp 87,38 miliar).
- Setiap peserta di babak penyisihan grup (32 klub) masing-masing mendapat 'uang saku' EUR 15,25 juta (Rp 266,51 miliar).
- Di babak penyisihan grup, setiap kemenangan dihargai EUR 2,7 juta (Rp 47,18 miliar) dan setiap hasil seri mendpaat 'hadiah hiburan' EUR 900.000 (Rp 15,73 miliar).
- Setiap klub yang lolos ke babak 16 besar berhak memperoleh EUR 9,5 juta (Rp 166,02 miliar).
- Klub yang lolos ke babak perempat final berhak membawa pulang masing-masing EUR 10,5 juta (Rp 183,49 miliar).
- Para semifinalis mendapatkan hadiah masing-masing EUR 12 juta (Rp 209,71 miliar).
- Dua klub finalis mendapatkan hadiah EUR 15 juta (Rp 262,14 miliar).
- Sang juara berhak menerima 'uang pembinaan' EUR 4 juta (Rp 69,9 miliar).
- Dua klub yang berlaga di Piala Super Eropa masing-masing berhak atas hadiah EUR 3,5 juta (Rp 61,17 miliar).
- Juara Piala Super Eropa mendapat hadian EUR 1 juta (Rp 17,48 miliar).
See, kurang besar apa coba?
Namun di atas langit masih ada langit. ESL, di mana JPMorgan (bank investasi asal Amerika Serikat) disebut-sebut sebagai bohir, menjanjikan hadiah yang lebih besar dari itu.
Mengutip The Guardian, para perserta ESL dijanjikan 'uang partisipasi' yang berkisar antara EUR 200 juta (Rp 3,49 triliun) hingga EUR 300 juta (Rp 5,24 triliun). Sementara sang juara digosipkan bakal 'ditabok' EUR 400 juta (Rp 6,99 triliun).
Halaman Selanjutnya --> Harga Saham United dan Juventus 'Terbang'
So, kalau hitungannya duit ya jelas no brainer. Siapa pun bakal memilih ESL.
Apalagi klub sepakbola sudah bukan lagi perkumpulan orang-orang yang hobi bal-balan, tetapi menjadi perusahaan. Bahkan ada yang menjual sahamnya di bursa.
Keikutsertaan di ESL, yang merupakan mesin uang, membuat harga saham Manchester United dan Juventus meroket. Saham United yang diperdagangkan di bursa New York hari ini ditutup di US$ 17,26, melonjak 6,74%. Sementara saham Juventus yang dijual di bursa Milan berada di EUR 0,911 sen, meroket 17,85%!
 Sumber: Refinitiv |
Partisipasi di ESL tentu akan membuat keuangan para emiten ini membaik. United, misalnya, begitu berdarah-darah akibay pandemi virus corona.
Pada tahun fiskal 2020, matchday revenue tercatat GBP 89,8 juta (Rp 1,8 triliun). Ambles 18,95% dibandingkan tahun fiskal 2019.
"Dampak pandemi dan upaya mencegah penularan virus kembali memukul bisnis kami. Stadion Old Trafford dan Megastore kami tutup untuk umum mulai 20 Maret, sementara museum, tur stadion, dan Red Cafe tutup mulai 17 Maret 2020," sebut laporan keuangan United.
Namun yang paling mencolok adalah pendapatan dari hak siar (broadcasting revenue). Pada tahun fiskal 2020, pos ini menyumbang GBP 140,2 juta (Rp 2,81 triliun). Ambrol 41,87% dibandingkan tahun sebelumnya.
 Sumber: Manchester United Plc |
Dengan adanya 'santunan' JPMorgan, maka kinerja keuangan United dan Juventus tentu akan terdongkrak. Bukan tidak mungkin laporan keuangan akan berbalik dari tekor menjadi cuan.
Ini yang membuat investor memberi apresiasi. Namanya investor, saham emiten yang punya prospek laba tinggi tentu akan diburu.
Namun tidak ada makan siang gratis. Duit (katanya) dari JPMorgan itu punya syarat yaitu harus ikut ESL. Ibarat menggadaikan 'nyawa' sepakbola demi uang...
TIM RISET CNBC INDONESIA