
Kurs Lira Turki Jeblok Parah, Bakal Menular ke Rupiah?

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar lira Turki merosot belasan persen melawan dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan Senin kemarin. Jebloknya lira tersebut sempat memberikan kecemasan di pasar finansial global, yang turut menyeret mata uang emerging market lainnya, termasuk rupiah.
Kemarin, rupiah memang sempat melemah 0,28%, tetapi perlahan berhasil bangkit dan mengakhiri perdagangan di Rp 14.400/US$.
Sementara itu, lira kemarin sempat merosot lebih dari 13% ke 8,1745/US$ yang merupakan level terlemah sejak 11 November lalu. Tetapi, di penutupan perdagangan, lira memangkas pelemahan menjadi 8% di 7,7963/US$. Pada perdagangan hari ini, lira kembali melemah 1,57% ke 7,9187/US$.
Jebloknya lira terjadi setelah Presiden Turki, Recep Tayyip Erdogan memecat Gubernur Bank Sentral Turki (TCMB) pada Jumat pekan lalu.
Gubernur TCMB, Nanci Agbal dipecat Presiden Erdogan tanpa memberikan alasan. Namun, pasar melihat pemecatan tersebut dilakukan akibat Agbal yang agresif menaikkan suku bunga.
Dua hari sebelum dipecat, Agbal menaikkan suku bunga sebesar 200 basis poin menjadi 19%, yang merupakan suku bunga tertinggi sejak Juli 2018.
Seperti diketahui, Presiden Erdogan tidak suka bahkan bisa dikatakan benci dengan suku bunga tinggi.
"Suku bunga tinggi adalah biangnya setan," tegas Erdogan, seperti diberitakan Reuters, pada pertengahan Mei 2018.
Sejak saat itu, suku bunga di Turki terus diturunkan, alhasil inflasi meroket, dan membuat kurs lira babak belur belur sejak semester II-2018, dan semakin parah pada tahun lalu. TCMB sampai harus menguras lebih dari US$ 100 miliar cadangan devisa guna meredam kemerosotan lira.
Nanci Agbal merupakan mantan menteri keuangan Turki, ditunjuk menjadi Gubernur TCMB sejak November 2020 oleh Erdogan setelah memecat Murat Uysal. Sejak saat itu Agbal menaikkan suku bunga secara agresif, total 8,75 basis poin, dan menjadi lebih tinggi dari inflasi. Pada bulan Februari lalul, inflasi Turki tercatat sebesar 15,61%.
Pasar menyambut baik kenaikan suku bunga tersebut, yang membuat lira menguat bahkan sempat menjadi mata uang dengan kinerja terbaik di dunia.
Pada 16 Februari lalu, lira menyentuh level 6,881/US$, membukukan penguatan 7,4% dibandingkan posisi akhir 2020.
HALAMAN SELANJUTNYA >>> Jebloknya Lira Tak Akan Berdampak Besar ke Rupiah