
Said Iqbal Sebut Investasi Jamsostek Bodong? Cek Faktanya Nih

Jakarta, CNBC Indonesia- Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) menggelar demonstrasi dengan sasaran Kantor BPJS Ketenagakerjaan (BP Jamsostek) di Jakarta, pada Rabu (17/2/2021).
Aksi ini digelar untuk mendesak Kejaksaan Agung melanjutkan penyelidikan terhadap dugaan kerugian sekitar Rp 20 triliun yang dialami oleh BP Jamsostek. Persoalan menurut Presiden KSPI Said Iqbal telah menjadi sorotan para buruh.
Said Iqbal mengaku buruh tak terima dengan yield of investment (YoI) BP Jamsostek sebesar 7,38% di 2020. Menurut dia, YoI BP Jamsostek seharusnya bisa mencapai 9%-10%.
"Ini memang di atas bunga deposito hasil investasinya, tapi kenapa tidak 9%-10%. Ini akibat salah kelola jadi patut diduga korupsi dan ada potensi kehilangan keuntungan," kata Said.
Dia menyebut ada penempatan dana di saham 'bodong' yang dilakukan oleh BPJS Ketenagakerjaan. Dia mengatakan Dewan Pengawas BPJS Ketenagakerjaan selama ini tak mendapatkan informasi secara jelas terkait penempatan investasi BPJS Ketenagakerjaan.
Informasi itu menurutnya didapat langsung dari pengakuan Dewan Pengawas BPJS Ketenagakerjaan. Bahkan dia mendesak Komisi IX DPR RI untuk membentuk panitia khusus (pansus) terkait dugaan korupsi investasi di saham BPJS Ketenagakerjaan.
"Misalnya blue chip dan non blue chip. Dasar pertimbangannya apa, tidak pernah dijelaskan," kata Said dikutip dari CNN Indonesia, Selasa (16/02/2021).
Namun apakah benar BPJS Ketenagakerjaan melakukan investasi bodong dalam pengelolaan dananya?
Istilah saham bodong sendiri berasal dari saham dari emiten yang kategorinya bodong, baik dari sisi asetnya, laporan keuangan, hingga kinerja perusahaannya. Beberapa saham bodong merupakan emiten yang sudah pailit dan bangkrut. Sebagian lagi merupakan emiten 'halu' alias emiten yang secara hukum ada, namun usahanya sudah tidak ada.
Beberapa saham bodong memang ditransaksikan di Bursa untuk menjerat para investor, yang tergoda atas keuntungan cepat. Saham bodong ini beberapa kali ditransaksikan dengan volume cukup besar dan harga yang sangat jauh dari nilai fundamentalnya.
Meski demikian, berdasarkan penelusuran CNBC Indonesia, dari laporan keuangan BP Jamsostek 2018-2019 periode yang dipermasalahkan Kejaksaan Agung- tidak ada saham dalam kategori bodong dalam BP Jamsostek stock pick.
Saham yang dibeli oleh BP Jamsostek termasuk kategori LQ45 alias indeks 45 saham paling likuid di Bursa Efek Indonesia (BEI). Bahkan tidak semua LQ45 dibeli oleh BP Jamsostek.
Sebagian dari BP Jamsostek stock pick merupakan BUMN maupun anak usaha BUMN. Jumlahnya mencapai 13 perusahaan, termasuk PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) yang harganya sudah terbang dalam 3 bulan terakhir. Emiten lainnya seperti PT Bukit Asam Tbk yang royal membagikan dividen. Selain itu ada 4 Bank BUMN yang tak diragukan masalah tingkat kesehatannya.
Tak dipungkiri bahwa harga sebagian saham ini sempat terkoreksi dan menciptakan unrealized loss atau kerugian yang belum direalisasikan. Namun, jelas saham-saham tersebut bukan saham bodong karena memiliki fundamental yang jelas
Ekonom dari Bina Nusantara Doddy Ariefianto mengatakan lembaga seperti BPJS Ketenagakerjaan memiliki panduan investasi yang spesifik. Dalam proses audit pun harus dipastikan investasi yang dilakukan berdasarkan panduan dan analisis yang tepat, inilah yang dipastikan BPK dalam auditnya.
"Investasi seperti bisnis tidak mungkin 100% pasti untung, tetap ada risikonya. Kalau mau aman dimasukkan ke simpanan Bank, tetap ada risiko. Ada seperti, tetapi apakah aktivitas investasi sudah didasarkan analisis yang tepat," katanya.
"Apakah investasi bisnis investasi sehari-hari yang dilakukan apakah sesuai dengan pedoman, inilah yang dinilai BPK. Kalau tuduhan bodong itu berat, dan saya ragu membayangkannya," lanjut Doddy.
Sementara itu, Pengamat Ekonomi Piter Abdullah mengatakan setiap lembaga pengelola dana seperti BPJS Ketenagakerjaan harus mengelola dananya secara profesional menguntungkan dan hati-hati. Audit dilakukan secara menyeluruh dan tidak hanya berpegang pada prasangka.
Selain itu data investasi lembaga seperti BPJS Ketenagakerjaan tidak akan terungkap di publik, sehingga makanya bersandar pada audit. Dia menegaskan yang paling penting dilakukan pada lembaga tersebut adalah manajemen risiko yang baik, dan bukan hanya mengejar keuntungan.
"Menurut saya BPJS Ketenagakerjaan sejauh ini masih oke," katanya.
Halaman berikutnya >> Benarkah Return Investasi BP Jamsostek Rendah?
