Jakarta, CNBC Indonesia - Penyaluran kredit perbankan di Indonesia masih mengalami kontraksi (pertumbuhan negatif) pada November 2020. Bahkan kontraksi kredit lebih dalam ketimbang bulan sebelumnya.
Mengutip laporan Uang Beredar periode November 2020 yang dirilis Bank Indonesia (BI) hari ini, Rabu (30/12/2020), penyaluran kredit perbankan bulan lalu tumbuh -1,7% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya (year-on-year/YoY). Memburuk dibandingkan Oktober 2020 yang -0,9% YoY.
Artinya, penyaluran kredit perbankan mengalami kontraksi selama tiga bulan beruntun. Dalam tiga bulan tersebut, kontraksi kredit semakin dalam.
Berdasarkan jenis kredit, adalah Kredit Modal Kerja (KMK) dan Kredit Konsumsi (KK) yang mengalami kontraksi. Sedangkan Kredit Investasi (KI) masih tumbuh positif, tetapi melambat.
"KMK tumbuh negatif terutama pada sektor Industri Pengolahan serta sektor Perdagangan, Hotel, dan Restoran (PHR). KMK Industri Pengolahan pada November 2020 tumbuh negatif 4%, lebih dalam dari bulan sebelumnya yaitu -1%. Sementara KMK sektor PHR tumbuh negatif 4,9%, sedikit lebih dalam dibandingkan pertumbuhan Oktober 2020 sebesar -4,8%.
"KK pada November 2020 terkontraksi dari tumbuh 0,1% pada Oktober 2020, berbalik arah menjadi tumbuh negatif 0,2%. Disebabkan oleh penurunan Kredit Kendaraan Bermotor (KKB) dan Kredit Multiguna," papar laporan BI.
 Sumber: BI |
Sejak krisis moneter 1998, belum pernah kredit perbankan tumbuh negatif. Bahkan saat krisis keuangan global 2008, perbankan Tanah Air masih ekspansif dalam memberikan kredit.
Namun 2020 memang lain dari yang lain. Gara-garanya adalah pandemi virus corona (Coronavirus Disease-2019/Covid-19).
Di Indonesia, virus yang awalnya menyebar di Kota Wuhan, Provinsi Hubei, Republik Rakyat China itu secara resmi mulai masuk pada awal Maret 2020. Per 29 Desember 2020, Kementerian Kesehatan melaporkan jumlah pasien positif corona mencapai 727.122 orang.
Sejak kasus pertama dicatat, rata-rata jumlah pasien baru bertambah 2.392 orang setiap harinya. Sedangkan laju pertumbuhan kasus harian ada di 0,05%.
Sejak akhir Maret 2020, pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) memberlakukan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) yang tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) No 21/2020.
Pasal 3 PP tersebut menyatakan bahwa PSBB minimal meliputi:
1. Peliburan sekolah dan tempat kerja.
2. Pembatasan kegiatan keagamaan.
3. Pembatasan kegiatan di tempat atau fasilitas umum.
PSBB memang agak dilonggarkan mulai awal Juni, tetapi tetap belum bisa kembali ke kondisi pra-pandemi. Pembukaan kembali aktivitas masyarakat (reopening) masih bertahap dan wajib tunduk terhadap protokol kesehatan. Mobilitas masyarakat masih terbatas.
Nah, ini yang membuat sektor PHR nyungsep. Kekhawatiran akan terular virus corona membuat warga +62 belum berani pelesiran. Pemerintah juga masih membatasi operasional tempat-tempat wisata.
Hasilnya, tingkat okupansi hotel anjlok. Tingkat Penghunian Kamar (TPK) hotel berbintang turun signifikan mulai Maret 2020. Titik terendahnya adalah pada April 2020, di mana kala itu TPK tidak sampai 20%. Terendah setidaknya sejak 1988.
Dihadapkan dengan kondisi bisnis yang luluh lantak, pengusaha PHR tentu mengurungkan niat berekspansi. Untuk apa melakukan ekspansi dan meminjam uang di bank kalau PSBB masih berlaku? Untuk apa ekspansi kalau masyarakat masih takut keluar rumah?
Otomotif juga menjadi sektor yang terdampak oleh pandemi. Maklum, membeli kendaraan adalah kebutuhan sekunder (bahkan tersier) yang tidak penting-penting amat. Dalam situasi seperti ini, saat gelombang Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) masih menghantui, lebih baik mengamankan kebutuhan primer dulu.
Sepanjang 2020 sampai November, penjualan mobil selalu minus. Paling parah adalah pada Mei, di mana penjualan mobil ambles nyaris 96%. Penjualan sepeda motor pun mengalami nasib serupa.
Untuk membeli kendaraan bermotor, masyarakat Indonesia masih memilih KBB sebagai opsi utama. Situasi pandemi membuat prospek pendapatan menjadi tidak pasti, sehingga membeli kendaraan bermotor bukan prioritas utama. Ketidakinginan atau penundaan masyarakat membeli kendaraan bermotor membuat KKB semakin sepi peminat.
Berbeda dengan krisis moneter atau krisis keuangan global, krisis kali ini ujung pangkalnya adalah kesehatan. Pandemi harus diakhiri dulu, atau minimal ditekan seminimal mungkin, sehingga masyarakat bisa kembali bebas beraktivitas seperti dulu.
Jadi sebelum pandemi bisa diputus, maka situasi akan tetap seperti sekarang. Ekonomi tidak akan pernah melaju sesuai dengan kapasitasnya, masih akan terus di bawah kemampuan optimal.
Oleh karena itu, vaksin adalah harapan utama, the game changer, kunci untuk menuju hidup normal seperti dulu. Vaksin (kalau efektif) akan membuat tubuh mampu melawan virus corona.
Ketika sebagian besar penduduk dunia sudah disuntik vaksin, maka akan terbentuk kekebalan kolektif (herd immunity). Rantai penularan akan terputus, pandemi bisa diakhiri, hidup akan normal dan indah seperti dulu lagi.
TIM RISET CNBC INDONESIA