
Bisnis Wisata Bali Terparah: 80% Booking Hotel Cancel!

Jakarta, CNBC Indonesia - Tingkat hunian atau okupansi hotel pada libur Natal tahun ini jeblok. Hal ini akibat pengetatan perjalanan seperti wajib PCR yang dikeluarkan satgas maupun kementerian perhubungan (Kemenhub).
Sekretaris Jenderal PHRI, Maulana Yusran menyebut bahwa penurunan itu sangat menyulitkan pengusaha hotel.
Tidak hanya Jakarta, okupansi minim juga terjadi di Jawa dan Sumatera. Bahkan Bali menjadi salah satu provinsi yang paling terdampak karena banyaknya pembatalan.
"Okupansi pada saat Natal bervariatif setiap daerah khususnya Jawa dan Sumatera. Okupansi terdampak paling besar ada di Bali pendapatannya tidak signifikan karena banyak yang cancel. Aktivitas dibatasi tentu tidak besar seperti 2019," kata Maulana pada program Profit CNBC Indonesia, Senin (28/12/2020).
Maulana menyebut meski ada reservasi baru untuk penginapan di Bali namun hal itu jauh tertinggal dari pengembalian dana atau refund. Setidaknya, sebesar 80% hotel di Bali melakukan refund ketika terdapat informasi adanya ketentuan wajib PCR ke Bali yang berdampak pada beban harga penerbangan.
Tidak hanya kenaikan baru, penurunan okupansi juga disebabkan dari dampak pemberlakuan aturan wajib yang memperlihatkan hasil tes rapid antigen atau hasil tes swab PCR yang negatif. Ia mengatakan bahwa penurunan ini jeblok hampir 50 persen.
Menurut Maulana, adanya aturan ini untuk jangka pendek memang agak memberatkan pengelola hotel. Namun, untuk jangka panjang justru mendukung agar pandemi Covid-19 segera berakhir sehingga industri pariwisata tumbuh normal kembali.
"Hal ini (memperlihatkan hasil tes rapid antigen atau hasil tes swab PCR yang negatif), berpengaruh terhadap okupansi hotel. Ada penurunan sekitar 50%," kata dia.
Tak Mudah Pulih
Sektor wisata termasuk perhotelan belum bisa pulih dalam waktu dekat meski pemerintah kini punya menteri pariwisata baru. Pandemi atau aspek kesehatan harus segera dituntaskan lebih dahulu.
"Sektor perhotelan ataupun pariwisata kita sangat membutuhkan interaksi dan pengumpulan orang. Ini harapan kami karena situasi pandemi kita harus berdamai dengan kebijakan dari menahan pergerakan tersebut dan untuk tahun depan kita butuhkan beberapa strategi," kata Maulana.
Kendati diprediksi membaik karena sudah adanya vaksin Covid-19, namun Yusran mengatakan bahwa PHRI belum bisa membayangkan adanya pertumbuhan. Walaupun ada tapi itu tidak terlalu besar.
Kendati adanya Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif yang baru, Sandiaga Salahuddin Uno tapi hal tersebut juga belum membawa angin segar bagi sektor pariwisata.
"Maka 2021 akan sama halnya belum bisa membayangkan ada pertumbuhan walau ada tapi kecil. Jika ditanya ada menteri baru ini agak sedikit berbeda. Sebelum bicara kebangkitan kita bicara recovery dulu. Bagaimana 13 sektor bertahan dulu. Baru kita bisa bicara pembangunan itu sendiri," katanya.
(hoi/hoi)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Pengusaha Hotel Bali Megap-Megap, Hidup Segan Mati Tak Mau