Newsletter

Korporasi "Menang Banyak" dari Pilpres AS, IHSG Bakal Terbang

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
06 November 2020 06:10
Pemilihan Presiden AS, Donald Trump & Joe Biden

Jakarta, CNBC Indonesia - Pasar keuangan dalam negeri semarak pada perdagangan Kamis kemarin, meski Indonesia sudah resmi masuk ke jurang resesi. Hasil sementara pemilihan presiden (pilpres) Amerika Serikat (AS) masih menjadi perhatian utama yang membuat aset-aset dalam negeri menguat.

Melansir data Refinitiv, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) melonjak 3.04% ke 5.260,326, tertinggi sejak 4 September lalu.

Untuk pertama kalinya pekan ini, asing akhirnya mencatatkan net buy atau beli bersih sebesar Rp 929,31 miliar di pasar reguler, sementara di pasar nego dan tunai terjadi jual bersih (net sell) Rp 241,50 miliar.

Data BEI menunjukkan, nilai transaksi mencapai Rp 9,64 triliun dengan 320 saham menguat, 140 saham melorot, dan sisanya 150 saham stagnan.


Sementara rupiah membukukan penguatan 1,17% melawan dolar AS ke Rp 14.370/US$. Level tersebut merupakan yang terkuat sejak 14 Juli lalu.

Dari pasar obligasi, yield Surat Berharga Negara (SBN) tenor 10 tahun turun 2 basis poin (bps) menjadi 6,609%, dan berada di level terendah sejak 6 Maret.

Untuk diketahui, pergerakan yield berbanding terbalik dengan harga obligasi. Saat harga naik, maka yield akan menurun, sebaliknya ketika harga turun maka yield akan naik.

Badan Pusat Statistik (BPS) kemarin melaporkan pertumbuhan ekonomi yang dilihat dari produk domestik bruto (PDB) Indonesia pada kuartal III-2020 mengalami kontraksi atau tumbuh negatif 3,49% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya (year-on-year/YoY). Ini menjadi kontraksi kedua setelah kuartal sebelumnya output ekonomi tumbuh negatif 5,32% YoY. Indonesia sah masuk jurang resesi untuk kali pertama sejak 1999.

Realisasi ini lebih dalam dibandingkan estimasi pasar. Konsensus yang dihimpun CNBC Indonesia memperkirakan ekonomi tumbuh -3,13% YoY sementara konsensus Reuters berada di -3% YoY.

"Perekonomian di berbagai negara pada triwulan III lebih baik dibandingkan dengan triwulan II. Namun masih ada kendala karena tingginya kasus Covid-19. Kita tidak tahu apa yang akan terjadi dalam triwulan-triwulan mendatang. Perekonomian beberapa negara mitra dagang Indonesia pada triwulan III masih terkontraksi, tetapi tidak sedalam triwulan II," papar Suhariyanto, Kepala BPS.

Secara kuartalan (quarter-to-quarter/QtQ), BPS melaporkan PDB Indonesia mampu tumbuh positif 5,05% pada kuartal III-2020. Namun pertumbuhan ekonomi secara kumulatif Januari-September 2020 (cummulative-to-cummulative/CtC) adalah -2,03%.

Sementara itu hingga penutupan perdagangan di Indonesia Kamis kemarin, pemenang pilpres di AS masih belum diketahui.

Calon presiden Partai Demokrat, Joseph 'Joe' Biden, masing unggul dari lawannya petahana Partai Republik, Donald Trump.

Berdasarkan data dari NBC News, sore kemarin, calon presiden dari Partai Demokrat ini memperoleh 253 electoral vote, artinya masih butuh 17 electoral vote lagi untuk memenangi pilpres. Sementara itu Trump sampai saat ini memenangi 214 electoral vote. Untuk memenangi pilpres diperlukan 270 electoral vote.

Data dari NBC News juga menunjukkan Biden untuk sementara unggul di Arizona yang memiliki 11 electoral vote, serta di Nevada dengan 6 electoral vote. Artinya jika kedua negara bagian tersebut berhasil dimenangi, maka Biden akan sukses melengserkan Trump.

Sementara itu, Dari perhitungan cepat Fox News, Biden tinggal selangkah lagi mendapatkan 270 electoral vote. Dari website media tersebut, Biden yang berpasangan dengan Kamala Harris memperoleh 264 suara sementara Trump yang berpasangan dengan Mike pence mendapatkan 214 suara.

Biden dan Partai Demokrat memang menjadin favorit pasar emerging market, sebab jika terpilih perang dagang AS-China kemungkinan akan berakhir, pajak korporasi di AS akan dinaikkan serta timulus fiskal juga akan lebih besar yang bisa berdampak mengalirkan modal ke negara emerging market seperti Indonesia.

Hal tersebut membuat IHSG, rupiah hingga SBN menguat tajam kemarin. Sementara pada perdagangan hari ini, Jumat (6/11/2020), peluang berlanjutnya penguatan tajam cukup besar jika melihat bursa saham AS (Wall Street) yang melesat pada perdagangan Kamis waktu setempat. Faktor-fakktor yang mempengaruhi pergerakan pasar akan dibahas pada halaman 3 dan 4. 

Wall Street masih belum terbendung, ketiga indeks utama melesat lagi pada perdagangan Kamis waktu setempat. Pelaku pasar menyambut baik hasil sementara pemilihan presiden (pilpres).

Indeks Dow Jones dan S&P 500 membukukan penguatan 1,95% ke 28.390,18 dan 3.150,45, sementara Nasdaq melesat 2,6% ke 11.890,93.

Penguatan tersebut membuat ketiga indeks utama tersebut menuju pekan terbaik sejak bulan April, sekaligus membaikkan kemerosotan tajam pekan lalu. Dalam 4 hari perdagangan pekan ini, indeks Dow Jones menguat 7,1%, S&P 500 7,4%, dan Nasdaq memimpin 9%.

Ketiga indeks utama tersebut mengalami aksi jual masif sepanjang pekan lalu, indeks Dow Jones dan S&P 500 ambrol 6,5% dan 5,6%, sementara Nasdaq merosot lebih dari 5%.

Secara keseluruhan hasil sementara pemilihan umum di AS menunjukkan Joe Biden masih unggul atas Donald Trump, sementara House of Representatif (Dewan Perwakilan Rakyat/DPR) masih dikuasai Partai Demokrat, dan Senat juga tetap didominasi Partai Republik.

Dengan skenario tersebut, korporasi AS sepertinya "menang besar". Jika Biden menjadi presiden AS, maka perang dagang dengan China kemungkinan akan berakhir, atau setidaknya tidak akan memburuk. Sementara dengan Senat yang masih dikontrol Partai Republik, rencana untuk menaikkan pajak korporasi kemungkinan akan sulit terealisasi.

"Menurut saya berita besar bagi pasar saat ini yang setidaknya masih terlihat dini adalah kemungkinan tak bakal ada blue wave [kemenangan mutlak Partai Demokrat], yang secara umum mendukung bagi pasar," tutur Mike Lewis, Direktur Pelaksana Barclays, kepada CNBC International.

"Tanpa blue wave, kita akan melihat Kongres (DPR dan Senat) masih akan terbelah, yang akan menahan perubahan kebijakan bagi siapa pun yang akan menjadi presiden. Dengan demikian kenaikan pajak kemungkinan tidak akan terjadi, begitu juga dengan regulasi yang mengatur perusahaan raksasa teknologi," kata Brad McMilla, chief investment officer di Commonwealth Financial Network.



Wall Street yang kembali melesat naik tentunya mengirim sentimen positif ke pasar Asia saham hari ini, termasuk IHSG. Sehingga peluang melanjutkan penguatan tajam terbuka lebar.

Saat bursa saham global menguat, artinya sentimen pelaku pasar sedang bagus, dan aliran investasi masuk ke negara-negara emerging market yang memberikan yield tinggi seperti Indonesia. Dengan kondisi tersebut, rupiah dan SBN tentunya juga akan melesat, bersama IHSG.

Seperti disebutkan sebelumnya, penguatan Wall Street dipicu oleh hasil sementara pemilihan umum di AS yang menunjukkan Biden unggul dari Trump, sementara DPR masih tetap dikuasai Partai Demokrat dan Senat dikontrol Partai Republik. Artinya blue wave atau kemenangan mutlak Partai Demokrat kemungkinan tidak terjadi.

Dengan skenario tersebut, seandaianya Biden menjadi presiden AS ke-46, rencananya untuk menaikkan pajak korporasi akan sulit terealisasi, sementara perang dagang dengan China kemungkinan akan berakhir atau setidaknya tidak memburuk.

Artinya, korporasi di AS "menang banyak", belum lagi jika pemerintahan Biden mampu meloloskan paket stimulus fiskal senilai US$ 2,2 triliun yang sebelumnya diajukan Partai Demokrat, tentunya pasar akan semakin sumringah.

Hingga saat ini, belum ada penambahan jumlah electoral vote untuk Biden maupun Trump. Perhitungan suara masih berlangsung di beberapa negara battleground, Biden masih unggul dengan 253 electoral vote, sementara Trump 214 electoral vote, berdasarkan data NBC News. Untuk memenangi pilpres AS diperlukan minimal 270 electoral vote.

Namun, yang patut diwaspadai adalah rencana Trump menggugat hasil pilpres, yang tentunya menimbulkan ketidakpastian yang menjadi musuh utama pasar finansial.

Di tengah perhatian ke pemilihan umum, bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) merampungkan rapat kebijakan moneter dini hari tadi (waktu Indonesia). Hasilnya, tidak ada perubahan kebijakan, suku bunga tetap < 0,25%, dan program pembelian aset (quantitative easing/QE) tetap berlanjut.

Namun, sang ketua Jerome Powell menegaskan The Fed masih punya banyak amunisi yang diperlukan untuk membantu pemulihan ekonomi AS.

"Apakah kebijakan moneter kehabisan amunisi? Jawabannya adalah tidak, saya pikir tidak demikian. Saya pikir kami berkomitmen kuat menggunakan kebijakan moneter yang powerful yang kita miliki untuk membantu perekonomian selama masa sulit seperti ini dan selama dibutuhkan, tidak ada orang yang seharusnya meragukan hal tersebut," kata Powell.

Berbeda dengan The Fed, bank sentral Inggris (Bank of England/BoE) dalam pengumuman rapat kebijakan moneter menambah nilai program pembelian aset (quatitative easing/QE) sebesar 150 miliar poundsterling (Rp 2.820 Triliun, kurs Rp 18.800/GBP), menjadi total 895 miliar poundsterling.

Tambahan stimulus tersebut lebih banyak 50 miliar pounsterling ketimbang prediksi Reuters.

Dengan tambahan tersebut, BoE mengatakan cukup untuk melakukan pembelian aset hingga akhir 2021.

Stimulus moneter selalu memberikan dampak positif ke pasar finansial, khususnya pasar saham.

Selain menambah nilai QE, bank sentral pimpinan Andrew Bailey ini juga mempertahankan suku bunga acuan sebesar 0,1%.

Sementara itu dari dalam negeri, meski Indonesia resmi mengalami resesi, namun melihat kinerja ekonomi di kuartal III-2020, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati meyakini bahwa ekonomi Indonesia sudah menyentuh titik nadir. Kondisi terburuk sudah dilalui, sehingga ke depan adalah saatnya untuk bangkit.

"Pada triwulan III-2020, perekonomian Indonesia tumbuh -3,49% year-on-year (YoY). Ini lebih baik dibandingkan triwulan II yang sebesar -5,32%. Hal ini menunjukkan proses pemulihan ekonomi nasional dan pembalikan arah atau turning point dari aktivitas ekonomi nasional menunjukkan arah zona positif," paparnya dalam jumpa pers secara virtual di Jakarta, Kamis (5/11/2020).

"Posisi terburuk akibat Covid-19 sudah kita lewati. Upaya pemulihan akan terus diakselerasi sehingga akan terus didorong ke zona positif pada triwulan IV-2020 dan 2021," tegasnya.

Sri Mulyani menggambarkan berbagai perbaikan yang sudah terlihat pada kuartal III-2020. Artinya, ke depan yang ada adalah pemulihan.

Misalnya di sektor penyediaan akomodasi makanan-minuman meningkat pesat. Pada kuartal II-2020, sektor usaha ini terkontraksi dalam tetapi kuartal berikutnya melonjak 11,9%.

Kemudian industri pengolahan atau manufaktur juga membaik meski masih tumbuh negatif. Pada kuartal II-2020, industri ini tumbuh -6,2% dan kuartal III-2020 menjadi -4,3%. "Pembalikan terjadi cukup nyata," ujar Sri Mulyani.

Demikian pula sektor perdagangan yang pada kuartal II-2020 tumbuh negatif 6,7% menjadi negatif 5% pada kuartal berikutnya. "Berbagai stimulus fiskal kita berikan dari insentif perpajakan maupun dorongan belanja untuk membantu bangkit kembali sektor produksi akan terus kita lakukan," kata Sri Mulyani.

Berikut sejumlah agenda dan rilis data yang terjadwal untuk hari ini:

  1. Produksi industri Jerman (14:00 WIB)
  2. Neraca dagang Prancis (14:45 WIB)
  3. Penjualan ritel Italia (16:00 WIB)
  4. Data Tenaga Kerja AS (20.30) 

Berikut sejumlah indikator perekonomian nasional:

Indikator

Nilai

Pertumbuhan ekonomi (kuartal III-2020 YoY)

-3,49%

Inflasi (Oktober 2020 YoY)

1,42%

BI 7 Day Reverse Repo Rate (Oktober 2020)

4%

Defisit Anggaran (APBN 2020)

-6,34% PDB

Transaksi berjalan (kuartal II-2020)

-1,18% PDB

Neraca pembayaran (kuartal II-2020)

US$ 9,24 miliar

Cadangan devisa (September 2020)

US$ 135,15 miliar

TIM RISET CNBC INDONESIA

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular