
RI Katanya Resesi, Tapi Bunga Bank Tertinggi di ASEAN!

Jakarta, CNBC Indonesia - Pandemi virus corona (Coronavirus Disease-2019/Covid-19) telah menjelma dari krisis kesehatan menjadi masalah sosial-ekonomi. Dunia di ambang krisis ekonomi terparah sejak Perang Dunia II.
Berbagai lembaga multinasional memperkirakan output ekonomi atau Produk Domestik Bruto (PDB) dunia tumbuh negatif pada tahun ini. Bukan sembarang negatif, tetapi sangat dalam.
Krisis ekonomi muncul karena upaya yang ditempuh berbagai negara untuk meredam penyebaran virus yang awalnya mewabah di Kota Wuhan, Provinsi Hubei, Republik Rakyat China itu adalah dengan pembatasan sosial (social distancing). Masyarakat diminta (atau bahkan diperintahkan) untuk sebisa mungkin #dirumahaja, kegiatan di luar rumah sangat dibatasi.
Saat jutaan bahkan miliaran orang 'terpenjara' di rumah, maka aktivitas ekonomi jadi mati suri. Proses produksi terganggu, permintaan pun turun drastis.
Di Indonesia, kebijakan social distancing dikenal dengan nama Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) yang diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) No 21/2020. Pasal 3 PP tersebut menyatakan bahwa PSBB minimal meliputi:
- Peliburan sekolah dan tempat kerja.
- Pembatasan kegiatan keagamaan.
- Pembatasan kegiatan di tempat atau fasilitas umum.
PSBB memang agak dilonggarkan mulai awal Juni, tetapi tetap belum bisa kembali ke kondisi pra-pandemi. Pembukaan kembali aktivitas masyarakat (reopening) masih bertahap dan wajib tunduk terhadap protokol kesehatan.
Misalnya, pusat perbelanjaan alias mal boleh beroperasi tetapi hanya bisa menerima pengunjung maksimal 50% dari kapasitas. Batasan yang sama juga berlaku untuk pengunjung di restoran. Pegawai sudah bisa kembali ke kantor, tetapi sebagian masih harus bekerja dari rumah (Work from Home/WfH).
Pelonggaran PSBB tidak serta-merta membuat aktivitas masyarakat kembali seperti dulu, karena memang masih ada batasan di sana-sini. Mengutip Covid-19 Community Mobility Report keluaran Google, kegiatan warga +62 di lokasi perbelanjaan ritel dan tempat rekreasi masih 19% di bawah normal. Sedangkan aktivitas di taman masih 9% di bawah hari biasa.
Kemudian di tempat transit transportasi umum (stasiun, terminal, halte, dan sebagainya) masih 34% di bawah normal. Mungkin ada hubungannya dengan mobilitas para pekerja yang sebagian masih WfH. Sebab kepadatan di tempat kerja masih 28% di bawah hari-hari biasa.
Data tersebut menggambarkan mobilitas warga masih belum seperti sedia kala. Padahal mobilitas masyarakat mencerminkan seberapa cepat laju roda perekonomian. Saat mobilitas terbatas, maka ruang pertumbuhan ekonomi menjadi sempit.
Makanya ekonomi Tanah Air menyusut pada kuartal II-2020. Kemungkinan besar penyusutan ekonomi akan kembali terjadi pada kuartal III-2020 sehingga Indonesia resmi masuk jurang resesi.