RI Katanya Resesi, Tapi Bunga Bank Tertinggi di ASEAN!

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
12 October 2020 14:54
rupiah
Ilustrasi Rupiah (REUTERS/Willy Kurniawan)

Dunia usaha dan rumah tangga yang 'tiarap' membuat ekonomi kini sangat bergantung kepada negara. Otoritas fiskal dan moneter diharapkan mampu menjadi aktor utama agar the show must go on, ekonomi tetap berputar saat pemain lain sedang sakit keras.

Pemerintah melalui stimulus fiskal yang diberi judul program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) telah menganggarkan dana ratusan triliun rupiah dengan rincian sebagai berikut:

  1. Kesehatan Rp 87,55 triliun.
  2. Perlindungan sosial Rp 203,9 triliun.
  3. Insentif usaha Rp 120,61 triliun.
  4. Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) Rp 123,46 triliun.
  5. Pembiayaan korporasi Rp 53,57 triliun.
  6. Sektoral kementerian/lembaga dan pemerintah daerah Rp 106,11 triliun.

Sampai 16 September, anggaran PEN sudah terealisasi Rp 254,4% arau 36,6% dengan rincian sebagai berikut:

  1. Kesehatan Rp 18,45 triliun (21,57%).
  2. Perlindungan sosial Rp 134,45 triliun (65,94%).
  3. Insentif usaha Rp 22,23 triliun (18,43%).
  4. UMKM Rp 58,74 triliun (47,58%).
  5. Pembiayaan korporasi belum ada realisasi.
  6. Sektoral K/L dan pemda Rp 20,53 triliun (19,35%).

Stimulus fiskal saja tentu belum cukup untuk membangkitkan ekonomi yang dihajar habis-habisan. Perlu 'perangsang' lainnya yaitu suku bunga murah agar dunia usaha dan rumah tangga tergerak untuk melakukan ekspansi.

Per Agustus, rata-rata suku bunga Kredit Modal Kerja (KMK) adalah 9,38% per tahun. Kemudian rata-rata suku bunga Kredit Investasi (KI) dan Kredit Konsumsi (KK) masing-masing-masing 9,16% dan 11,13%. Dibandingkan dengan posisi akhir 2019, rerata suku bunga KMK, KI, dan KK masing-masing turun 65 basis poin (bps), 74 bps, dan 49 bps.

Suku bunga perbankan di Indonesia masih tinggi dibandingkan dengan negara-negara ASEAN-5. Di Singapura, rata-rata suku bunga kredit adalah 5,25%, Malaysia 3,64%, Thailand 5,42%, dan Filipina 6,54%.

Padahal sepanjang 2020, Bank Indonesia (BI) sudah menurunkan suku bunga acuan 100 bps. Mungkin suku bunga acuan perlu dipangkas lagi untuk memberikan 'keteladanan' kepada perbankan agar mau menurunkan suku bunga kredit secara lebih agresif.

Tanpa dunia usaha dan rumah tangga yang ekspansif, akan sulit bagi Indonesia untuk keluar dari jebakan resesi. Untuk itu, BI perlu memainkan peran dengan menurunkan suku bunga acuan.

Namun dalam UU No 3/2004, disebutkan bahwa mandat BI adalah mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah. BI tidak (atau belum, siapa yang tahu?) diberi tugas untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dan penciptaan lapangan kerja.

Jadi wajar saja jika BI memilih untuk menjaga rupiah meski ada kebutuhan untuk menurunkan suku bunga demi menggenjot pertumbuhan ekonomi. Mau bagaimana lagi, BI hanya menjalankan amanat UU...

TIM RISET CNBC INDONESIA

(aji/aji)

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular