Gugat Menkeu, Begini Jejak Bambang Trihatmodjo di Pasar Saham

tahir saleh, CNBC Indonesia
18 September 2020 06:20
Bambang Trihatmodjo/Foto: Hasan Alhabshy/Detik
Foto: Bambang Trihatmodjo/Foto: Hasan Alhabshy/Detik

Jakarta, CNBC Indonesia - Nama Bambang Trihatmodjo mencuat lagi di publik. Gara-garanya, putera Presiden ke-2 RI mendiang Soeharto itu menggugat Menteri Keuangan RI Sri Mulyani ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta, terkait dengan perpanjangan pencegahan bepergian ke luar negeri dalam rangka pengurusan piutang negara.

Bambang yang juga salah satu pendiri PT Global Mediacom Tbk (BMTR) atau dulu bernama PT Bimantara Citra itu dicekal ke luar negeri terkait penyelenggaraan SEA Games 1997.

SEA Games 1997 diselenggarakan di Jakarta, dari 11 Oktober hingga 19 Oktober 1997, 23 tahun silam saat Bambang Tri masih berusia 44 tahun. Saat itu, Bambang merupakan Ketua Konsorsium pelaksanaan SEA Games XIX.

Mengutip dari laman PTUN Jakarta, pendaftaran gugatan diajukan Bambang pada Selasa, 15 September 2020. Nomor perkara gugatan Bambang yakni teregistrasi dengan nomor 179/G/2020/PTUN.JKT.

Dalam gugatannya, Bambang meminta PTUN menyatakan batal atau tidak sah Keputusan Menteri Keuangan Nomor 108/KM.6/2020 Tanggal 27 Mei 2020 tentang Penetapan Perpanjangan Pencegahan Bepergian ke Luar Wilayah Republik Indonesia terhadap Bambang Trihatmodjo (Ketua Konsorsium Mitra Penyelenggara Sea Games XIX Tahun 1997) dalam Rangka Pengurusan Piutang Negara.

Selain itu, Bambang dalam gugatan meminta PTUN mewajibkan tergugat untuk mencabut Keputusan Menkeu Nomor 108/KM.6/2020 Tanggal 27 Mei 2020 tersebut.

Gugatan ini diajukan Bambang dengan kuasa hukum Prisma Wardhana Sasmita. Saat ini status perkara masih pemeriksaan persiapan.

Menurut penjelasan Direktur Jenderal Kekayaan Negara Kementerian Keuangan, Isa Rachmatawarta, pelarangan kepada putra mantan Presiden Soeharto tersebut karena Bambang diketahui tidak menyelesaikan kewajibannya.

"Yang bersangkutan tidak menyelesaikan kewajibannya," tutur Isa kepada Cantika Adinda Putri, dari CNBC Indonesia, Kamis (17/9/2020).

"Dalam konteks pengurusan piutang negara itu [jumlah utang] termasuk informasi yang dikecualikan," kata Isa melanjutkan.

Jika ditarik ke belakang, perhelatan SEA Games XIX memang didanai dari sumber dana Bantuan Presiden (Banpres). Di bawah kepimpinan Presiden Soeharto kala itu, diputuskan bahwa pemerintah memberikan pinjaman Rp 35 miliar kepada konsorsium penyelenggara SEA Games XIX yang berlangsung pada 1997.

Sebagai ketua konsorsium, Bambang memang bertanggung jawab untuk menyediakan seluruh fasilitas SEA Games. Jika tidak mampu membayar utang itu, termasuk bunga dan denda, mungkin jumlah utang dari pelaksanaan SEA Games 1997 sudah mencapai triliunan rupiah.

Terlepas dari gugatan tersebut, nama suami dari artis dan penyanyi Mayangsari ini memang menarik perhatian publik, sama seperti adiknya, Hutomo Mandala Putera atau Tommy Soeharto yang juga memiliki bisnis yang menggurita termasuk di pasar saham lewat Grup Humpus, PT Humpus Intermoda Transportasi Tbk (HITS).

Lantas bagaimana sepak terjang Bambang di pasar modal setelah mendirikan Bimantara Citra, cikal bakal Grup MNC, pada tahun 1981 itu?

Bambang adalah putra ketiga Presiden Soeharto dan Siti Hartinah (Ibu Tien). Tidak ada data pasti soal kekayaan Bambang selama ini meskipun dia sudah malang melintang di pasar modal sejak tahun 1980 usai lulus dari Virginia Polytechnic Institute pada 1980.

Pada tahun 2007, nama Bambang masih masuk daftar 10 orang terkaya di Indonesia (Indonesia's 40 Richest). Kekayaan pria kelahiran Solo 23 Juli 1953 itu diperkirakan mencapai US$ 200 juta atau setara dengan Rp 3 triliun, dengan asumsi kurs saat ini Rp 14.800/US$.

Bambang masuk di urutan ke-33 orang terkaya RI, sementara urutan pertama kala itu masih dipegang keluarga Aburizal Bakrie (Grup Bakrie) dengan total kekayaan bersih diprediksi US$ 5,4 miliar atau Rp 80 triliun.

Forbes menulis, "Bambang [pernah] memiliki 13% saham bisnis konglomerasi media Global Mediacom, yang ia dirikan dengan nama Bimantara pada 1981, tidak diragukan lagi dibantu oleh koneksi ayahnya [Presiden Soeharto]," tulis Forbes dalam artikel bertajuk 'Indonesia's 40 Richest, yang diunggah pada 14 Desember 2007.

"Dia menjual sebagian sahamnya kepada Hary Tanoesoedibjo pada tahun 2001, kabarnya dengan harga jual tinggi; [dia] tidak lagi memiliki peran manajemen. [Dia] menggemari senjata api, menjadi ketua cabang organisasi penembak "ekstrim" di Indonesia (di mana para peserta melalui rintangan untuk menembak target)," tulis Forbes.

Organisasi yang dimaksud ialah Persatuan Menembak Sasaran dan Berburu Indonesia (Perbakin). Bambang menjadi Ketua Umum Pengurus Besar (PB) Perbakin periode 2014-2018).

Bambang Trihatmodjo, dokumen BimantaraFoto: Bambang Trihatmodjo, dokumen Bimantara
Bambang Trihatmodjo, dokumen Bimantara

Pada periode 2018-2022, Bambang tak terpilih. Ketuanya kini dijabat Mayjen TNI Joni Supriyanto yang saat terpilih masih menjabat Pangdam Jaya, dan kini menjabat Kepala Staf Umum (Kasum) TNI dengan pangkat Letjen TNI.

Situs resmi Perbakin mencatat, Bambang duduk sebagai Badan Penasihat bersama Budi Waseso (Komjen Polisi, Dirut Perum Bulog dan mantan Kepala BNN), Ketua Umum Pemuda Pancasila, Japto S. Soerjosoemarno, dan Ketua MPR RI Bambang Soesatyo (politisi Partai Golkar).

Saat menempatkan daftar 40 orang terkaya di 2007 itu, Forbes juga mengungkapkan bahwa Bambang menjual sahamnya kepada sahabatnya, Hary Tanoesoedibjo atau Hary Tanoe, yang kini dikenal sebagai pemilik Grup MNC. Kala itu Forbes menempatkan Hary Tanoe sebagai orang terkaya nomor 15 di RI dengan kekayaan bersih US$ 815 juta atau Rp 12 triliun.

Bimantara

Sebelum berubah nama menjadi Global Mediacom, Bimantara punya sejarah panjang sebelum jatuh ke tangan Grup MNC.

Dokumen sejarah Bimantara yang diunggah dari situs resmi Mediacom.co.id, menunjukkan, PT Bimantara didirikan pada Juni 1981 dan fokus pada bisnis perdagangan dan industri khususnya media penyiaran, telekomunikasi, infrastruktur, transportasi dan industri otomotif, kimia, perhotelan dan properti, serta jasa keuangan dan investasi.

Beberapa anak usahanya saat itu yakni PT Elektrindo Nusantara, PT Toko Kanetsu Indonesia, PT Indonesia Air Transport, PT Polychem Lindo Inc, dan PT Usaha Gedung Bimantara.

Kemudian PT Rajawali Citra Televisi Indonesia (RCTI), PT Citra International Finance & Invesment Corporation, dan PT Citrakarya Pranata, PT Plaza Indonesia Realty, PT Cardig Air, PT Danapaints Indonesia, PT PT Nestle Indonesia.

Pada tahun 1981, pemegang saham saat itu yakni Bambang Trihatmodjo sebesar 50% (Rp 10 juta), Rosano Barack 25% (Rp 5 juta), dan Mohamad Tachril Sapi'ie.

Pemegang Saham Bimantara 1981Foto: Pemegang Saham Bimantara 1981
Pemegang Saham Bimantara 1981

Rosano adalah salah satu orang kaya Indonesia meski tak masuk versi Forbes 40 pada 2007 itu. Rosano, dalam dokumen itu, disebutkan seumuran dengan Bambang (kelahiran tahun 1953), lulusan Waseda University, dan aktif di Asosiasi Pencak Silak Indonesia.

Rosano kini menjabat Dirut PT Plaza Indonesia Realty Tbk (PLIN), perusahaan pemilik hotel Grand Hyatt Jakarta (Hotel), Plaza Indonesia Shopping Center dan The Plaza (gedung perkantoran).

Ayah mertua artis Syahrini ini mulai menjabat sebagai Direktur PLIN sejak tahun 1983 dan menjabat sebagai Direktur Utama PLIN sejak 30 April 1998. Rosano juga pernah menjabat sebagai Direktur di Bimantara Citra (1982-1997), Wakil Direktur Utama di Bimantara Citra (1997-1998), Komisaris Bursa Efek Jakarta (1996-2001), Komisaris Utama PT Panasonic Manufacturing Indonesia (2001-2017), Komisaris Utama PT Media Nusantara Citra Tbk (2004-2016), dan Direktur Utama Plaza Indonesia Jababeka (2016-2017).

Baru-baru ini, ayah dari Reino Barack ini juga melepas 1,24% dari seluruh sahamnya di PLIN dengan mengantongi dana segar Rp 165,37 miliar.

Pemegang Saham Bimantara 1982Foto: Pemegang Saham Bimantara 1982
Pemegang Saham Bimantara 1982

Tahun 1993, dokumen Bimantara menunjukkan PLIN dulunya bernama PT Bimantara Eka Sentosa, dan dipimpin Dirut Bambang, dengan jajaran direksi yakni Rosano Barack, Peter Sondakh, Boyke Gozali dan Presiden Komisaris yakni Eka Tjipta Widjaja (pendiri Grup Sinarmas) dan Deputi Presiden Komisaris yakni Indra Rukmana. Kini saham PLIN juga dimiliki dominan oleh Grup Sinarmas.

Sementara itu, Indonesia Tatler mencatat, Mohammad Tachril Sapi'ie adalah Wakil Presiden Komisaris Plaza Indonesia Realty. Ia menyelesaikan pendidikannya di Politeknik London Pusat di Inggris, dan memulai kariernya di PT Bakrie & Brothers Tbk (BNBR). Sejak saat itu, dia menjabat berbagai posisi penting, termasuk Direktur Global Mediacom, Wakil Presiden Komisaris RCTI dan Komisaris RCTI.

Rosano Barack, dokumen BimantaraFoto: Rosano Barack, dokumen Bimantara
Rosano Barack, dokumen Bimantara

Pada 1992, pemegang saham Bimantara berubah dengan masuknya Indra Rukmana dengan porsi saham 30%, sehingga Bambang memegang 30%, Rosano 20%, dan Mohamad Tachriel 20% saham Bimantara.

Indra adalah kaka ipar Bambang, suami dari Siti Hardijanti Rukmana alias Mba tutut (mantan Menteri Sosial, putri pertama dari mantan Presiden Soeharto, dam kakak kandung Bambang).

Tahun 1986, masuk lagi pemegang saham yakni Peter Frans Gontha, pebisnis sukses yang dijuluki Donald Trump-nya Indonesia. Peter masuk memegang 2%, sementara Bambang 39%, Indra 39%, Rosano 10%, Mohamad 10%.

Tahun 1995, Bambang masih menjabat Dirut, sementara Preskom dipegang Indra Rukmana, dengan porsi saham berubah dengan kepemilikan terdiri dari PT Asriland, PT Internusa Rizki Abadi, PT Rizki Bukit Abadi, PT Matra Teguh Abadi, dan PT Persada Giri Abadi.

Pada 1995, Bimantara melaksanakan penawaran umum perdana (initial public offering/IPO) di Bursa Efek Indonesia (dulu Bursa Efek Jakarta, dengan menawarkan 200 juta saham dengan harga penawaran Rp 1.250 per saham.

Setelah melaksanakan IPO, Bimantara melakukan konsolidasi, restrukturisasi dan melepas kepemilikannya di beberapa anak perseroan di luar bisnis inti sebagaimana terekam dalam sejarah perusahaan di situs resmi Mediacom.

Pada 7 Maret 2007, perusahaan resmi bersalin nama dari Bimantara Citra menjadi Global Mediacom, tapi masih dengan kode saham BMTR yang mengacu pada nama Bimantara. BMTR kini menjadi induk usaha bisnis media dari Grup MNC dengan tulang punggung bisnis yakni PT Media Nusantara Citra Tbk (MNCN).

Mayoritas pendapatan BMTR dikontribusikan oleh dua lini bisnis utama. Media berbasis konten dan iklan, yang dikelola oleh MNCN.

Saat ini MNCN menghasilkan pendapatan bagi BMTR sebesar 63%. Sementara itu, media berbasis langganan Perseroan yaitu PT Sky Vision Networks Tbk (IPTV), saat ini berhasil memperoleh pendapatan bagi BMTR sebesar 29%.

MNCN mengelola empat stasiun TV FTA (free to air) nasional: RCTI, MNCTV, GTV dan iNews. MNCN juga memiliki portofolio saluran-saluran dalam TV berlangganan. Sementara itu, layanan TV berlangganan yakni MNC Vision, MNC Play, dan MNC Now. BMTR juga mendirikan PT Cipta Pendidikan Indonesia (MNCTV, sebelumnya TPI) dan didirikan sebagai TV swasta nasional ketiga di Indonesia saat itu, 2 Januari 1991.

BMTR juga terlibat dalam perkembangan bisnis Online Media. Hal ini termasuk portal berita online dan hiburan Okezone.com, perusahaan fashion e-commerce The F Thing, situs video sharing Metube.id, perusahaan travel online Mister Aladin, serta layanan Home Shopping 24 jam di MNC Vision dan MNC Now.

Jejak Bambang di pasar modal pun terungkap dalam dokumen penerbitan saham baru dengan Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu (HMETD) alias rights issue dari emiten pengelola properti dan investasi, PT Bhuwanatala Indah Permai Tbk (BIPP).

Dalam prospektus rights issue ke-III BIPP pada 12 Maret 1998, yang dokumennya diperoleh CNBC Indonesia, terungkap jumlah saham baru yang dijual BIPP sebanyak 1.134.149.856 saham dengan harga pelaksanaan Rp 500/saham sehingga dana yang diraih mencapai Rp 567,07 miliar.

Salah satu bagian penggunaan dananya ialah untuk akuisisi. Disebutkan BIPP meneken perjanjian jual beli dengan Bambang dan PT Asri Kencana Gemilang (AKG) untuk membeli 75% saham AKG atau sebanyak 75.000 saham milik Bambang di AKG. Nilai pembelian seharga Rp 500.000/saham dengan nilai jual Rp 3,75 miliar pada 1998 itu.

Sebelum transaksi, saham AKG masih dipegang Bambang 75%, sisanya Surya Paloh 25% (kini pemilik Media Group, Metro TV).

Pemegang Saham AKG 1997Foto: Pemegang Saham AKG 1997
Pemegang Saham AKG 1997

Dengan akuisisi tersebut maka saham AKG dipegang oleh Bhuwanatala Indah 75% dan Surya Paloh 25%. Saat itu AKG memiii tanah dan bangunan Graha BIP di Jalan Jendral Gatot Soebroto, Kaving 23 Jakarta.

Laporan keuangan BIPP per Juni 2020 menunjukkan, ternyata AKG masih jadi anak usaha perseroan dengan porsi 99,99% dan memiliki aset sebesar Rp 243,12 miliar. Entitas induk sekaligus entitas induk utama BIPP saat ini adalah Safire Capital Pte. Ltd, perusahaan investasi asal India.

Sampai saat ini, belum diketahui apakah masih ada sisa saham Global Mediacom milik Bambang atau tidak.

Per Juni 2020, di Global Mediacom, saham Rosano tercatat 0,20%, sementara lainnya yakni PT MNC Investama Tbk (BHIT) 50,12%, Hary Tanoe 0,20%, Indra Pudjiastuti (Direktur) 0,14%, dan investor publik 49,20%.

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular