Gugat Menkeu, Begini Jejak Bambang Trihatmodjo di Pasar Saham

tahir saleh, CNBC Indonesia
18 September 2020 06:20
Hary Tanoesoedibjo (detikFinance/Reno Hastukrisnapati Widarto)
Foto: Hary Tanoesoedibjo (detikFinance/Reno Hastukrisnapati Widarto)

Pada 1995, Bimantara melaksanakan penawaran umum perdana (initial public offering/IPO) di Bursa Efek Indonesia (dulu Bursa Efek Jakarta, dengan menawarkan 200 juta saham dengan harga penawaran Rp 1.250 per saham.

Setelah melaksanakan IPO, Bimantara melakukan konsolidasi, restrukturisasi dan melepas kepemilikannya di beberapa anak perseroan di luar bisnis inti sebagaimana terekam dalam sejarah perusahaan di situs resmi Mediacom.

Pada 7 Maret 2007, perusahaan resmi bersalin nama dari Bimantara Citra menjadi Global Mediacom, tapi masih dengan kode saham BMTR yang mengacu pada nama Bimantara. BMTR kini menjadi induk usaha bisnis media dari Grup MNC dengan tulang punggung bisnis yakni PT Media Nusantara Citra Tbk (MNCN).

Mayoritas pendapatan BMTR dikontribusikan oleh dua lini bisnis utama. Media berbasis konten dan iklan, yang dikelola oleh MNCN.

Saat ini MNCN menghasilkan pendapatan bagi BMTR sebesar 63%. Sementara itu, media berbasis langganan Perseroan yaitu PT Sky Vision Networks Tbk (IPTV), saat ini berhasil memperoleh pendapatan bagi BMTR sebesar 29%.

MNCN mengelola empat stasiun TV FTA (free to air) nasional: RCTI, MNCTV, GTV dan iNews. MNCN juga memiliki portofolio saluran-saluran dalam TV berlangganan. Sementara itu, layanan TV berlangganan yakni MNC Vision, MNC Play, dan MNC Now. BMTR juga mendirikan PT Cipta Pendidikan Indonesia (MNCTV, sebelumnya TPI) dan didirikan sebagai TV swasta nasional ketiga di Indonesia saat itu, 2 Januari 1991.

BMTR juga terlibat dalam perkembangan bisnis Online Media. Hal ini termasuk portal berita online dan hiburan Okezone.com, perusahaan fashion e-commerce The F Thing, situs video sharing Metube.id, perusahaan travel online Mister Aladin, serta layanan Home Shopping 24 jam di MNC Vision dan MNC Now.

Jejak Bambang di pasar modal pun terungkap dalam dokumen penerbitan saham baru dengan Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu (HMETD) alias rights issue dari emiten pengelola properti dan investasi, PT Bhuwanatala Indah Permai Tbk (BIPP).

Dalam prospektus rights issue ke-III BIPP pada 12 Maret 1998, yang dokumennya diperoleh CNBC Indonesia, terungkap jumlah saham baru yang dijual BIPP sebanyak 1.134.149.856 saham dengan harga pelaksanaan Rp 500/saham sehingga dana yang diraih mencapai Rp 567,07 miliar.

Salah satu bagian penggunaan dananya ialah untuk akuisisi. Disebutkan BIPP meneken perjanjian jual beli dengan Bambang dan PT Asri Kencana Gemilang (AKG) untuk membeli 75% saham AKG atau sebanyak 75.000 saham milik Bambang di AKG. Nilai pembelian seharga Rp 500.000/saham dengan nilai jual Rp 3,75 miliar pada 1998 itu.

Sebelum transaksi, saham AKG masih dipegang Bambang 75%, sisanya Surya Paloh 25% (kini pemilik Media Group, Metro TV).

Pemegang Saham AKG 1997Foto: Pemegang Saham AKG 1997
Pemegang Saham AKG 1997

Dengan akuisisi tersebut maka saham AKG dipegang oleh Bhuwanatala Indah 75% dan Surya Paloh 25%. Saat itu AKG memiii tanah dan bangunan Graha BIP di Jalan Jendral Gatot Soebroto, Kaving 23 Jakarta.

Laporan keuangan BIPP per Juni 2020 menunjukkan, ternyata AKG masih jadi anak usaha perseroan dengan porsi 99,99% dan memiliki aset sebesar Rp 243,12 miliar. Entitas induk sekaligus entitas induk utama BIPP saat ini adalah Safire Capital Pte. Ltd, perusahaan investasi asal India.

Sampai saat ini, belum diketahui apakah masih ada sisa saham Global Mediacom milik Bambang atau tidak.

Per Juni 2020, di Global Mediacom, saham Rosano tercatat 0,20%, sementara lainnya yakni PT MNC Investama Tbk (BHIT) 50,12%, Hary Tanoe 0,20%, Indra Pudjiastuti (Direktur) 0,14%, dan investor publik 49,20%.

(tas/tas)
[Gambas:Video CNBC]


Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular