
Newsletter
Benarkah Teror Corona Sudah Reda?
Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
07 April 2020 06:15

Jakarta, CNBC Indonesia - Pasar keuangan Indonesia ditutup bervariasi pada perdagangan kemarin. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dan nilai tukar rupiah menguat, tetapi pasar obligasi pemerintah masih cenderung terkoreksi.
Kemarin, IHSG ditutup menguat tajam 4,07%. IHSG menjadi yang terbaik kedua di Asia, hanya kalah dari PSEI (Filipina).
Berikut perkembangan indeks saham utama Asia pada perdagangan kemarin:
Sementara nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) ditutup menguat 0,12% di perdagangan pasar spot. Padahal rupiah nyaris sepanjang hari berada di jalur merah, baru menghijau jelang akhir perdagangan.
Namun harga obligasi pemerintah atau Surat Berharga Negara (SBN) cenderung turun. Penurunan harga terlihat dari kenaikan imbal hasil (yield) untuk mayoritas tenor.
Berikut perkembangan yield SBN berbagai tenor pada perdagangan kemarin:
Awalnya sentimen yang beredar di pasar cukup negatif akibat penyebaran virus corona (Coronavirus Desease-2019/Covid-19) yang semakin masif. Jumlah pasien virus corona sudah mencapai lebih dari 1,3 juta orang dan korban meninggal tidak kurang dari 70.000 jiwa.
Di Indonesia, Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 mencatat ada 2.491 pasien corona. Dari jumlah tersebut, 192 orang dinyatakan sembuh dan 209 orang tutup usia (tingkat kematian/mortality rate 8,39%).
Serangan virus corona yang kian ganas hampir pasti membuat perekonomian dunia terseret ke jurang resesi. Sebab, aktivitas masyarakat menjadi terbatas (atau dibatasi) untuk mencegah penularan lebih lanjut. Penutupan kantor, pabrik, sekolah, rumah ibadah, restoran, perbatasan, dan sebagainya akan semakin lama sehingga mengganggu aktivitas ekonomi.
"Pandemi ini tentu akan berpengaruh besar terhadap perekonomian. Proyeksi terkini mengenai pertumbuhan ekonomi dan hilangnya lapangan kerja lebih buruk ketimbang krisis keuangan global 12 tahun lalu," tegas Roberto Avezedo, Direktur Jenderal Organisasi Perdagangan Dunia, seperti diberitakan Reuters.
Namun, ada kabar baik yang berhasil mengubah mood pelaku pasar. Arab Saudi dan Rusia dikabarkan kembali mesra sehingga OPEC+ kemungkinan besar bakal menyepakati rencana pengurangan produksi minyak sebanyak 10 juta barel/hari atau sekitar 10% dari pasokan dunia.
"Saya rasa pasar mengerti bahwa kesepakatan ini sangat penting untuk menciptakan stabilitas. Kami sudah sangat dekat," ungkap Kiril Dmitriev, Kepala Sovereign Wealth Fund Rusia, seperti diberitakan CNBC International.
OPEC+ berencana mengadakan pertemuan di Arab Saudi pada 9 April. Jika hubungan Riyadh-Moskow terus harmonis, maka perang harga minyak akan berakhir dan satu risiko besar di perekonomian dunia bisa terhapus.
Kemarin, IHSG ditutup menguat tajam 4,07%. IHSG menjadi yang terbaik kedua di Asia, hanya kalah dari PSEI (Filipina).
Berikut perkembangan indeks saham utama Asia pada perdagangan kemarin:
Sementara nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) ditutup menguat 0,12% di perdagangan pasar spot. Padahal rupiah nyaris sepanjang hari berada di jalur merah, baru menghijau jelang akhir perdagangan.
Namun harga obligasi pemerintah atau Surat Berharga Negara (SBN) cenderung turun. Penurunan harga terlihat dari kenaikan imbal hasil (yield) untuk mayoritas tenor.
Berikut perkembangan yield SBN berbagai tenor pada perdagangan kemarin:
Awalnya sentimen yang beredar di pasar cukup negatif akibat penyebaran virus corona (Coronavirus Desease-2019/Covid-19) yang semakin masif. Jumlah pasien virus corona sudah mencapai lebih dari 1,3 juta orang dan korban meninggal tidak kurang dari 70.000 jiwa.
Di Indonesia, Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 mencatat ada 2.491 pasien corona. Dari jumlah tersebut, 192 orang dinyatakan sembuh dan 209 orang tutup usia (tingkat kematian/mortality rate 8,39%).
Serangan virus corona yang kian ganas hampir pasti membuat perekonomian dunia terseret ke jurang resesi. Sebab, aktivitas masyarakat menjadi terbatas (atau dibatasi) untuk mencegah penularan lebih lanjut. Penutupan kantor, pabrik, sekolah, rumah ibadah, restoran, perbatasan, dan sebagainya akan semakin lama sehingga mengganggu aktivitas ekonomi.
"Pandemi ini tentu akan berpengaruh besar terhadap perekonomian. Proyeksi terkini mengenai pertumbuhan ekonomi dan hilangnya lapangan kerja lebih buruk ketimbang krisis keuangan global 12 tahun lalu," tegas Roberto Avezedo, Direktur Jenderal Organisasi Perdagangan Dunia, seperti diberitakan Reuters.
Namun, ada kabar baik yang berhasil mengubah mood pelaku pasar. Arab Saudi dan Rusia dikabarkan kembali mesra sehingga OPEC+ kemungkinan besar bakal menyepakati rencana pengurangan produksi minyak sebanyak 10 juta barel/hari atau sekitar 10% dari pasokan dunia.
"Saya rasa pasar mengerti bahwa kesepakatan ini sangat penting untuk menciptakan stabilitas. Kami sudah sangat dekat," ungkap Kiril Dmitriev, Kepala Sovereign Wealth Fund Rusia, seperti diberitakan CNBC International.
OPEC+ berencana mengadakan pertemuan di Arab Saudi pada 9 April. Jika hubungan Riyadh-Moskow terus harmonis, maka perang harga minyak akan berakhir dan satu risiko besar di perekonomian dunia bisa terhapus.
Next Page
Corona Reda, Wall Street Ceria
Pages
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular