
Minat Pelaku Pasar Mulai Surut, Harga Obligasi RI Tertekan

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga obligasi rupiah pemerintah Indonesia pada awal pekan ini, Senin (6/4/2020) terkoreksi karena ketertarikan investor melirik risiko (risk appetite) mulai naik lagi dan mendorong mereka kembalil masuk ke aset-aset berisiko seperti saham.
Hal ini tecermin juga dengan penguatan pada Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) sebesar 4,07% ke level 4.811,83 pada penutupan Senin sore.
Sementara itu, arus modal yang mengalir ke pasar obligasi pemerintah seret, karena kekhawatiran investor terhadap dampak ekonomi dari pandemi virus corona atau Coronavirus Desease-2019 (Covid-19). Akibatnya, pemerintah terpaksa menyerap penawaran dengan imbalan tinggi.
"Yield [imbal hasil] obligasi tenor 10 tahun Indonesia melonjak besar terutama akselerasi di bulan Februari dan Maret. The fed [bank sentral AS] yang sudah menurunkan suku bunga tidak mampu menstabilkan. Semenjak 18 Februari sampai akhir Maret, yield SBN [Surat Berharga Negara] kita naik 130 bps [basis poin] untuk tenor 10 tahun," kata Sri Mulyani Indrawati, Menteri Keuangan, saat rapat virtual dengan Komisi XI DPR RI, Senin (6/4/2020).
Kenaikan yield menandakan harga obligasi sedang turun. Penurunan harga terjadi akibat minimnya minat pelaku pasar.
"Incoming bid [penawaran] kita mengalami penurunan cukup signifikan, tadinya bisanya Rp 80-100 triliun sekali lelang pada 31 Maret bidding hanya Rp 34 triliun. Itu kita masih ambil Rp 22 triliun dengan jumlah yield kita bayar jadi lebih mahal," ungkap Sri Mulyani.
Data Refinitiv menunjukkan, koreksi harga surat utang negara (SUN) itu tercermin dari dua seri acuan (benchmark). Dua seri tersebut adalah FR0081 bertenor 5 tahun, FR0082 bertenor 10 tahun, sedangkan FR0080 bertenor 15 tahun, dan FR0083 bertenor 20 tahun mengalami penguatan.
Seri acuan yang paling turun hari ini adalah FR0082 yang bertenor 10 tahun dengan kenaikan yield 5,80 basis poin (bps) menjadi 8,096%. Besaran 100 bps setara dengan 1%.
Pergerakan harga dan yield obligasi saling bertolak belakang, sehingga ketika harga naik maka akan menekan yield turun, begitupun sebaliknya. Yield menjadi acuan keuntungan investor di pasar surat utang dibanding harga karena mencerminkan kupon, tenor, dan risiko dalam satu angka.
Yield Obligasi Negara Acuan 6 Apr'20 | |||||
Seri | Jatuh tempo | Yield 3 Apr'20 (%) | Yield 6 Apr'20 (%) | Selisih (basis poin) | Yield wajar PHEI 6 Apr'20 (%) |
FR0081 | 5 tahun | 7.439 | 7.484 | 4.50 | 7.4578 |
FR0082 | 10 tahun | 8.038 | 8.096 | 5.80 | 8.1264 |
FR0080 | 15 tahun | 8.272 | 8.236 | -3.60 | 8.2315 |
FR0083 | 20 tahun | 8.384 | 8.300 | -8.40 | 8.2685 |
Sumber: Refinitiv
Koreksi pasar obligasi pemerintah hari ini tercermin pada harga obligasi wajarnya, di mana indeks INDOBeX Government Total Return milik PT Penilai Harga Efek Indonesia (PHEI/IBPA) melemah. Indeks tersebut turun 0,54 poin (0,21%) menjadi 260,60 dari posisi kemarin 260,90.
Pelemahan di pasar surat utang hari ini tidak senada dengan penguatan rupiah di pasar valas. Pada Senin (6/4/2020), Rupiah menguat 0,12% dari penutupan kemarin, US$ 1 dibanderol Rp 16.380/US$ di pasar spot.
Obligasi RI Terburuk Ketiga
Pelemahan harga SUN senada dengan penurunan di pasar surat utang pemerintah negara maju dan berkembang lainnya, meski bervariasi. Di antara pasar obligasi negara yang dikompilasi Tim Riset CNBC Indonesia, SBN menjadi yang terburuk ketiga di antara negara berkembang, setelah Amerika Selatan dan Brasil.
Dari pasar surat utang negara berkembang terpantau bervariasi, yang kesemuanya hampir mencatatkan kenaikan tingkat yield, sedangkan yang mengalami penurunan tingkat yield yaitu Rusia, Filipina dan Afrika Selatan.
Sementara dari surat utang negara maju kesemuanya mencatatkan kenaikan tingkat yield.
Yield Obligasi Tenor 10 Tahun Negara Maju & Berkembang | |||
Negara | Yield 3 Apr'20 (%) | Yield 6 Apr'20 (%) | Selisih (basis poin) |
Brasil (BB-) | 7.91 | 8.22 | 31.00 |
China (A+) | 2.566 | 2.611 | 4.50 |
Jerman (AAA) | -0.433 | -0.416 | 1.70 |
Prancis (AA) | 0.06 | 0.084 | 2.40 |
Inggris Raya (AA) | 0.319 | 0.34 | 2.10 |
India (BBB-) | 6.287 | 6.306 | 1.90 |
Jepang (A) | -0.004 | 0.01 | 1.40 |
Malaysia (A-) | 3.35 | 3.36 | 1.00 |
Filipina (BBB) | 4.877 | 4.811 | -6.60 |
Rusia (BBB) | 6.9 | 6.82 | -8.00 |
Singapura (AAA) | 1.037 | 1.068 | 3.10 |
Thailand (BBB+) | 1.49 | 1.49 | 0.00 |
Amerika Serikat (AAA) | 0.598 | 0.662 | 6.40 |
Afrika Selatan (BB+) | 11.415 | 11.37 | -4.50 |
Sumber: Refinitiv
Hal tersebut mencerminkan investor global cenderung 'wait and see' untuk masuk ke pasar pendapatan tetap (fixed income) ini di tengah risiko resesi akibat penyebaran wabah virus corona.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(har/har) Next Article Investor Bidik Saham Lagi, Pasar Obligasi RI Terkoreksi