
Ini yang Bikin Obligasi Pemerintah RI Terlihat 'Seksi'

Jakarta, CNBC Indonesia - Minat investor terhadap Surat Berharga Negara (SBN) masih tinggi. Lelang obligasi yang dilakukan oleh pemerintah dalam beberapa minggu mampu menjaring penawaran yang besar.
Kemarin, pemerintah melelang tujuh seri SBN dan hasilnya menggembirakan. Penawaran yang masuk lumayan tinggi yaitu Rp 84,82 triliun. Dari jumlah tersebut, pemerintah mengambil Rp 20,5 triliun, lebih tinggi dibandingkan target indikatif yang sebesar Rp 20 triliun.
Sementara dalam lelang Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) pekan lalu, terjadi oversubscribed sebanyak 4,1 kali, yang tercermin dari permintaan yang masuk senilai Rp 28,64 triliun, dan pemerintah memenangkan Rp 9,5 triliun.
Bahkan pada lelang SBN minggu pertama Juni, penawaran yang masuk mencapai Rp 105,27 triliun. Ini menjadi yang tertinggi sejak 18 Februari 2020 lalu.
Faktor apa yang membuat SBN jadi terlihat 'seksi', sehingga minat investor cukup tinggi?
Faktor Domestik
Apresiasi di pasar SBN ini terdorong oleh sentimen positif dari new normal atau singkatnya menjalankan kehidupan dengan protokol kesehatan yang ketat di tengah pandemi virus corona (Covid-19). Dengan demikian, roda bisnis perlahan kembali berputar dan berpeluang terlepas dari ancaman resesi.
Selain itu, yang jadi faktor pendukung juga karena kebijakan yang dilakukan oleh BI, Pemerintah serta otoritas atau lembaga terkait, guna menangani pandemi virus corona.
Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo memastikan koordinasi erat akan tetap dilakukan dengan pemerintah serta otoritas terkait dalam Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN). Di mana kebijakan moneter BI disinergikan dengan kebijakan fiskal pemerintah agar sampai ke sektor riil.
Perry menjelaskan, salah satunya yang terus dikoordinasikan adalah pelonggaran likuiditas oleh BI, stimulus fiskal oleh pemerintah, dan restrukturisasi kredit oleh OJK untuk pemulihan ekonomi khususnya ke UMKM.
Sementara Perry juga mengatakan bahwa nilai tukar rupiah saat ini masih undervalue, dan ke depannya akan kembali menguat ke nilai fundamentalnya, kembali ke level sebelum pademi penyakit virus corona (Covid-19) terjadi di kisaran Rp 13.600-13.800/US$.
Berikutnya adalah tingkat inflasi, Indeks Harga Konsumen (IHK) di Indonesia pada bulan Mei 2020 tumbuh 0,07% dibandingkan bulan sebelumnya ketika berada di 0,08% di saat konsesus memprakirakan untuk pembacaan 0,04%. Inflasi yang masih terjaga di kisaran 3% plus minus 1% membuat rupiah menguat dan juga berdampak ke pasar SBN.
Faktor lainnya yaitu tingkat imbal hasil (yield) yang ditawarkan SBN Indonesia cenderung lebih tinggi dibandingkan negara lainnya. Yield tenor 10 tahun Indonesia saat ini berada di level 7,24%
Pergerakan harga dan yield obligasi saling bertolak belakang di pasar sekunder, sehingga ketika harga naik maka akan menekan yield turun, begitupun sebaliknya. Yield menjadi acuan keuntungan investor di pasar surat utang dibanding harga karena mencerminkan kupon, tenor, dan risiko dalam satu angka.
Faktor Eksternal
Penguatan SBN juga terjadi mengikuti tren global menyambut rencana bank sentral Amerika Serikat (AS) yakni Federal Reserve (The Fed), yang berencana melakukan pembelian obligasi swasta hingga ke pasar sekunder.
The Fed mengatakan bahwa mereka akan memperbarui fasilitas kredit korporasi pasar sekundernya untuk memasukkan pendekatan indeksasi. Tujuannya adalah menciptakan portofolio yang didasarkan pada indeks pasar yang lebih luas dan beragam dari obligasi korporasi AS.
Dengan likuiditas berlebih, maka pasar modal negara berkembang dan emerging market pun berpeluang mendapat limpahan investasi portofolio, menjadi sentimen positif dunia pasar modal.
Para investor obligasi di AS pun mendapatkan kesempatan untuk menjual surat utang mereka pada harga premium dan mendapatkan dana tunai yang selanjutnya diputar dan diekspansikan ke pasar keuangan global.
Selain itu, kabar menggembirakan terbaru juga datang dari perusahaan farmasi Inggris, Chief Executive Officer (CEO) AstraZeneca PLC yang mengungkapkan bahwa vaksin coronavirus potensial yang tengah dikembangkan perusahaan kemungkinan akan memberikan perlindungan terhadap tertularnya virus Covid-19 selama sekitar satu tahun.
"Kami pikir itu [vaksin] akan melindungi selama sekitar satu tahun," kata CEO AstraZeneca, Pascal Soriot kepada penyiar Bel RTL, stasiun radio Belgia, dilansir CNBC International, Rabu (17/6/2020).
Kabar seputar vaksin virus corona ini juga menjadi pendorong untuk permintaan SBN ke depannya. Hal ini disinyalir dengan penemuan tersebut maka kekhawatiran akan pandemi virus corona dapat teredam, sehingga seluruh aktivitas bisnis bisa beroperasi kembali secara normal dan mampu menggerakkan roda perekonomian dunia termasuk Indonesia.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(har/har)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Asing Mulai Masuk Obligasi RI, Setelah Sempat Keluar Rp 114 T