
Dolar di Rp 16.400, BI: Rupiah Masih Undervalued
Cantika Adinda Putri, CNBC Indonesia
06 April 2020 19:52

Jakarta, CNBC Indonesia - Bank Indonesia (BI) menyampaikan, dampak pandemi covid-19, sektor keuangan mengalami kepanikan di pasar keuangan global. Menyebabkan posisi level rupiah saat ini tidak dalam posisi fundamentalnya.
Seperti diketahui, pada Senin (6/4/2020), rupiah membuka perdagangan dengan stagnasi di Rp 16.400/US$. Tetapi tidak lama rupiah langsung melemah 0,3% ke Rp 16.450/US$. Depresiasi rupiah semakin membesar hingga 0,91% yang menjadikannya mata uang dengan kinerja terburuk.
Tetapi Mata Uang Garuda berhasil bangkit menjelang penutupan pasar, hingga mengakhiri perdagangan di level Rp 16.380/US$ di pasar spot, melansir data Refinitiv.
"Nilai tukar rupiah dewasa ini memadai dan secara fundamental undervalued," kata Gubernur BI Perry Warjiyo saat melakukan rapat dengan Komisi XI, Senin (6/4/2020).
BI menjamin, pihaknya akan terus berupaya dalam menjaga stabilisasi nilai tukar rupiah terhadap dolar. Pihaknya akan mengintensifkan langkah-langkah stabilisasi nilai tukar rupiah agar stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan tetap terjaga dan kondusif bagi perekonomian.
Perry juga berkomitmen, BI akan terus berada di pasar guna melakukan stabilisasi nilai tukar rupiah melalui intervensi di pasar spot, DNDF, maupun pembelian SBN di pasar sekunder, khususnya pada periode capital outflows.
"Ke depan rupiah diperkirakan akan stabil dan cenderung menguat ke arah Rp 15.000 per US$ pada akhir tahun 2020," jelas Perry.
BI juga mengklaim, jumlah cadangan devisa saat ini lebih dari cukup untuk kebutuhan impor, pembayaran utang pemerintah, dan stabilisasi rupiah.
Dalam hal diperlukan sebagai 'second line of defence', lanjut Perry, BI mempunyai kerja sama bilateral swap dengan berbagai bank sentral, Tiongkok, Jepang, Korea Selatan, dan Singapura.
"Tiongkok kurang lebih setara US$ 30 miliar, Jepang setara UA$ 22,76 miliar, Korea Selatan US$ 10 miliar, dan Singapura juga setara dengan US$ 10 miliar," kata Perry menjelaskan.
(dob/dob) Next Article Video: Bos BI Ramal Suku Bunga The Fed Turun Pada Desember 2024
Seperti diketahui, pada Senin (6/4/2020), rupiah membuka perdagangan dengan stagnasi di Rp 16.400/US$. Tetapi tidak lama rupiah langsung melemah 0,3% ke Rp 16.450/US$. Depresiasi rupiah semakin membesar hingga 0,91% yang menjadikannya mata uang dengan kinerja terburuk.
Tetapi Mata Uang Garuda berhasil bangkit menjelang penutupan pasar, hingga mengakhiri perdagangan di level Rp 16.380/US$ di pasar spot, melansir data Refinitiv.
BI menjamin, pihaknya akan terus berupaya dalam menjaga stabilisasi nilai tukar rupiah terhadap dolar. Pihaknya akan mengintensifkan langkah-langkah stabilisasi nilai tukar rupiah agar stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan tetap terjaga dan kondusif bagi perekonomian.
Perry juga berkomitmen, BI akan terus berada di pasar guna melakukan stabilisasi nilai tukar rupiah melalui intervensi di pasar spot, DNDF, maupun pembelian SBN di pasar sekunder, khususnya pada periode capital outflows.
"Ke depan rupiah diperkirakan akan stabil dan cenderung menguat ke arah Rp 15.000 per US$ pada akhir tahun 2020," jelas Perry.
BI juga mengklaim, jumlah cadangan devisa saat ini lebih dari cukup untuk kebutuhan impor, pembayaran utang pemerintah, dan stabilisasi rupiah.
Dalam hal diperlukan sebagai 'second line of defence', lanjut Perry, BI mempunyai kerja sama bilateral swap dengan berbagai bank sentral, Tiongkok, Jepang, Korea Selatan, dan Singapura.
"Tiongkok kurang lebih setara US$ 30 miliar, Jepang setara UA$ 22,76 miliar, Korea Selatan US$ 10 miliar, dan Singapura juga setara dengan US$ 10 miliar," kata Perry menjelaskan.
(dob/dob) Next Article Video: Bos BI Ramal Suku Bunga The Fed Turun Pada Desember 2024
Most Popular