
Rupiah Bangkit! Dari Paling Buncit Jadi Peringkat 4 Asia
Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
06 April 2020 17:00

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah menguat melawan dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan Senin (6/4/2020). Padahal rupiah sempat menjadi mata uang terlemah di Asia.
Rupiah membuka perdagangan dengan stagnasi di Rp 16.400/US$. Tetapi tidak lama rupiah langsung melemah 0,3% ke Rp 16.450/US$. Depresiasi rupiah semakin membesar hingga 0,91% yang menjadikannya mata uang dengan kinerja terburuk.
Tetapi Mata Uang Garuda berhasil bangkit menjelang penutupan pasar, hingga mengakhiri perdagangan di level Rp 16.380/US$ di pasar spot, melansir data Refinitiv.
Mayoritas mata uang utama Asia memang berbalik menguat melawan dolar AS menjelang sore hari, padahal sebelumnya hanya dolar Singapura dan won Korea Selatan yang berada di zona hijau. Hingga pukul 16:20 WIB, rupiah menduduki posisi terbaik keempat, hanya kalah dari won, dolar Singapura dan baht Thailand.
Penguatan rupiah hari ini sepertinya juga tidak lepas dari campur tangan Bank Indonesia (BI). Pengawalan ketat dilakukan MH Thamrin di pasar spot, Domestic Non-Deliverable Forwards (DNDF), dan pembelian obligasi pemerintah di pasar sekunder.
"BI meningkatkan intensitas intervensi di pasar untuk stabilisasi nilai tukar rupiah. Intervensi dilakukan baik melalui penjualan valuta asing secara spot dan forward dengan transaksi DNDF, maupun dengan pembelian SBN (Surat Berharga Negara) dari pasar sekunder," kata Gubernur BI Perry Warjiyo saat Rapat Kerja secara virtual dengan Komisi XI DPR.
Pelemahan rupiah bisa dibilang "keterlaluan". Gubernur Perry sebelumnya menyebut nilai tukar rupiah masih di bawah nilai fundamentalnya (undervalued).
Sepanjang kuartal I, rupiah mencatat pelemahan 17,44%. Dibandingkan mata uang utama Asia lainnya, pelemahan rupiah paling parah, bahkan hanya rupiah dan baht Thailand yang melemah dua digit persentase. Pelemahan bath pun masih jauh lebih baik dari rupiah yakni 10%.
Padahal di awal tahun ini, rupiah masih mencatat penguatan 2,29% per 24 Januari dan menjadikan rupiah mata uang dengan kinerja terbaik di dunia.
Arus modal keluar (capital outflow) pasca pandemi virus corona (COVID-19) membuat rupiah terpukul.
Berdasarkan data Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Kementerian Keuangan, sejak akhir 2019 hingga 2 April lalu, terjadi capital outflow di pasar obligasi sekitar Rp 130 triliun. Sementara di awal tahun hingga 24 Januari terjadi inflow sekitar Rp 30 triliun yang membuat rupiah perkasa.
Pergerakan rupiah memang sangat rentan oleh keluar masuknya aliran modal (hot money) sebagai sumber devisa. Sebabnya, pos pendapatan devisa lain yakni transaksi berjalan (current account), belum bisa diandalkan.
Sejak 2011 transaksi berjalan RI sudah mengalami defisit. Praktis pasokan valas hanya dari hot money, yang mudah masuk-keluar. Ketika terjadi capital outflow yang besar maka tekanan bagi rupiah akan semakin kuat.
Rupiah membuka perdagangan dengan stagnasi di Rp 16.400/US$. Tetapi tidak lama rupiah langsung melemah 0,3% ke Rp 16.450/US$. Depresiasi rupiah semakin membesar hingga 0,91% yang menjadikannya mata uang dengan kinerja terburuk.
Tetapi Mata Uang Garuda berhasil bangkit menjelang penutupan pasar, hingga mengakhiri perdagangan di level Rp 16.380/US$ di pasar spot, melansir data Refinitiv.
Penguatan rupiah hari ini sepertinya juga tidak lepas dari campur tangan Bank Indonesia (BI). Pengawalan ketat dilakukan MH Thamrin di pasar spot, Domestic Non-Deliverable Forwards (DNDF), dan pembelian obligasi pemerintah di pasar sekunder.
"BI meningkatkan intensitas intervensi di pasar untuk stabilisasi nilai tukar rupiah. Intervensi dilakukan baik melalui penjualan valuta asing secara spot dan forward dengan transaksi DNDF, maupun dengan pembelian SBN (Surat Berharga Negara) dari pasar sekunder," kata Gubernur BI Perry Warjiyo saat Rapat Kerja secara virtual dengan Komisi XI DPR.
Pelemahan rupiah bisa dibilang "keterlaluan". Gubernur Perry sebelumnya menyebut nilai tukar rupiah masih di bawah nilai fundamentalnya (undervalued).
Sepanjang kuartal I, rupiah mencatat pelemahan 17,44%. Dibandingkan mata uang utama Asia lainnya, pelemahan rupiah paling parah, bahkan hanya rupiah dan baht Thailand yang melemah dua digit persentase. Pelemahan bath pun masih jauh lebih baik dari rupiah yakni 10%.
Padahal di awal tahun ini, rupiah masih mencatat penguatan 2,29% per 24 Januari dan menjadikan rupiah mata uang dengan kinerja terbaik di dunia.
Arus modal keluar (capital outflow) pasca pandemi virus corona (COVID-19) membuat rupiah terpukul.
Berdasarkan data Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Kementerian Keuangan, sejak akhir 2019 hingga 2 April lalu, terjadi capital outflow di pasar obligasi sekitar Rp 130 triliun. Sementara di awal tahun hingga 24 Januari terjadi inflow sekitar Rp 30 triliun yang membuat rupiah perkasa.
Pergerakan rupiah memang sangat rentan oleh keluar masuknya aliran modal (hot money) sebagai sumber devisa. Sebabnya, pos pendapatan devisa lain yakni transaksi berjalan (current account), belum bisa diandalkan.
Sejak 2011 transaksi berjalan RI sudah mengalami defisit. Praktis pasokan valas hanya dari hot money, yang mudah masuk-keluar. Ketika terjadi capital outflow yang besar maka tekanan bagi rupiah akan semakin kuat.
Pages
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular