
BI: Tidak Ada Bailout Dalam Penanganan Covid-19
Cantika Adinda Putri, CNBC Indonesia
06 April 2020 17:34

Jakarta, CNBC Indonesia - Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo menegaskan, tidak ada langkah bailout yang dilakukan BI dalam menanggulangi dampak ekonomi dari covid-19 atau virus corona di Indonesia.
Hal itu disampaikan Perry dalam rapat kerja dengan Komisi XI DPR mengenai kondisi pasar keuangan saat ini. Dan saat Perry menjelaskan, apa saja yang akan dilakukan BI setelah perppu No. 1 Tahun 2020 tentang Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan yang akan dijalankan dalam waktu dekat.
Salah satu kewenangan BI yakni BI diperbolehkan untuk membeli Surat Utang Negara (SUN) atau Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) dari pasar perdana yang dikeluarkan oleh pemerintah dalam rangka penanganan covid-19. Secara tegas, Perry mengatakan, langkah ini bukan merupakan sistem bailout.
"Konteks ini kami perlu tegaskan ini bukan bailout. Ini yang perlu kami tegaskan ini bukan bailout. Dalam konteks ini, tdk ada bailout, ini yang kami jelaskan tadi. Berbagai hal masalah kaidah dan tata kelola dilakukan," kata Perry dengan nada tinggi, Senin (6/4/2020).
Dalam hal ini, BI merupakan salah satu tumpuan terakhir atau last resort apabila pasar tidak bisa menyerap penerbitan SUN/SBSN yang diterbitkan oleh pemerintah.
Untuk diketahui, bailout adalah pemberian bantuan keuangan kepada perusahaan atau negara yang sebaliknya akan berada di ambang kegagalan atau kebangkrutan. Di tambah, penerbitan SUN/SBSN yang diterbitkan pemerintah adalah untuk pembiayaan fiskal dalam menanggulangi pandemi covid-19 di Indonesia.
Dalam menjalani program ini, Perry mengatakan, akan mempertimbangkan berbagai dampaknya, terutama apabila yield atau imbal hasil irrasional atau terlalu tinggi, serta juga mempertimbangkan dari adanya inflasi.
"Kalau pasar nggak bisa menyerap, mungkin karena volume besar atau yield yang naik tinggi. Kalau yield irrasional atau terlalu tinggi, ini BI dapat ikut membeli sebagian SUN dan SBSN di pasar perdana," jelasnya.
"Komitmen untuk melaksanakan berdasarkan kaidah kebijakan moneter dan fiskal yang pruden, akan mempertimbangkan dampaknya di Pasar SBN dan inflasi," kata Perry melanjutkan.
Dalam waktu dekat ini, BI akan membahas secara internal terlebih dahulu seperti apa mekanisme penerbitannya. Terutama dalam jangka pendek, akan memfokuskan memenuhi kebutuhan anggaran penanggulangan covid-19, terutama penanganan ke dunia usaha dan UMKM. Serta mitigasi ke Perbankan dan LPS (Lembaga Penjamin Simpanan).
Perry juga menjelaskan beberapa kewenangan BI lainnya yang diatur dalam Perppu No.1 tahun 2020, di antaranya BI diberikan kewenangan untuk pengelolaan lalu lintas devisa yang diberlakukan, hanya terhadap penduduk Indonesia.
Selain itu BI juga akan melakukan koordinasi pelonggaran likuiditas yang dilakukan oleh pihaknya dengan stimulus fiskal oleh pemerintah, dan relaksasi pengaturan kredit perbankan oleh OJK untuk pemulihan ekonomi, baik UMKM dan dunia usaha.
"BI akan terus mengintesifkan langkah-langkah stabilisasi nilai tukar rupiah agar stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan tetap terjaga dan kondusif bagi perekonomian," jelas Perry.
(dru) Next Article Dear Netizen, Perlukah Pemerintah Bantu Jiwasraya?
Hal itu disampaikan Perry dalam rapat kerja dengan Komisi XI DPR mengenai kondisi pasar keuangan saat ini. Dan saat Perry menjelaskan, apa saja yang akan dilakukan BI setelah perppu No. 1 Tahun 2020 tentang Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan yang akan dijalankan dalam waktu dekat.
Salah satu kewenangan BI yakni BI diperbolehkan untuk membeli Surat Utang Negara (SUN) atau Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) dari pasar perdana yang dikeluarkan oleh pemerintah dalam rangka penanganan covid-19. Secara tegas, Perry mengatakan, langkah ini bukan merupakan sistem bailout.
Dalam hal ini, BI merupakan salah satu tumpuan terakhir atau last resort apabila pasar tidak bisa menyerap penerbitan SUN/SBSN yang diterbitkan oleh pemerintah.
Untuk diketahui, bailout adalah pemberian bantuan keuangan kepada perusahaan atau negara yang sebaliknya akan berada di ambang kegagalan atau kebangkrutan. Di tambah, penerbitan SUN/SBSN yang diterbitkan pemerintah adalah untuk pembiayaan fiskal dalam menanggulangi pandemi covid-19 di Indonesia.
Dalam menjalani program ini, Perry mengatakan, akan mempertimbangkan berbagai dampaknya, terutama apabila yield atau imbal hasil irrasional atau terlalu tinggi, serta juga mempertimbangkan dari adanya inflasi.
"Kalau pasar nggak bisa menyerap, mungkin karena volume besar atau yield yang naik tinggi. Kalau yield irrasional atau terlalu tinggi, ini BI dapat ikut membeli sebagian SUN dan SBSN di pasar perdana," jelasnya.
"Komitmen untuk melaksanakan berdasarkan kaidah kebijakan moneter dan fiskal yang pruden, akan mempertimbangkan dampaknya di Pasar SBN dan inflasi," kata Perry melanjutkan.
Dalam waktu dekat ini, BI akan membahas secara internal terlebih dahulu seperti apa mekanisme penerbitannya. Terutama dalam jangka pendek, akan memfokuskan memenuhi kebutuhan anggaran penanggulangan covid-19, terutama penanganan ke dunia usaha dan UMKM. Serta mitigasi ke Perbankan dan LPS (Lembaga Penjamin Simpanan).
Perry juga menjelaskan beberapa kewenangan BI lainnya yang diatur dalam Perppu No.1 tahun 2020, di antaranya BI diberikan kewenangan untuk pengelolaan lalu lintas devisa yang diberlakukan, hanya terhadap penduduk Indonesia.
Selain itu BI juga akan melakukan koordinasi pelonggaran likuiditas yang dilakukan oleh pihaknya dengan stimulus fiskal oleh pemerintah, dan relaksasi pengaturan kredit perbankan oleh OJK untuk pemulihan ekonomi, baik UMKM dan dunia usaha.
"BI akan terus mengintesifkan langkah-langkah stabilisasi nilai tukar rupiah agar stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan tetap terjaga dan kondusif bagi perekonomian," jelas Perry.
(dru) Next Article Dear Netizen, Perlukah Pemerintah Bantu Jiwasraya?
Most Popular