
BI Paparkan Perbedaan Krisis Global 2008 dengan 2020 Ini
Cantika Adinda Putri, CNBC Indonesia
06 April 2020 15:11

Jakarta, CNBC Indonesia - Bank Indonesia (BI) mengatakan kondisi yang terjadi saat ini dinilai sangat berbeda dengan kondisi krisis keuangan global tahun 2008 atau krisis Asia tahun 1997.
Gubernur BI Perry Warjiyo mengatakan, pasalnya pandemi covid-19 saat ini sangat menyangkut aspek kemanusiaan yang berdampak pada terganggunya aktivitas ekonomi dan keuangan.
"Pandemi covid-19 bergerak sangat cepat dan meluas ke seluruh dunia. Dalam tempo yang singkat," kata Perry saat melakukan video conference dengan Komisi XI DPR, Senin (6/4/2020).
Misalnya saja, kata Perry data pada 4 April 2020 menunjukkan jumlah kasus positif di AS telah mencapai lebih dari 300 ribu, Italia dan Spanyol lebih dari 124 ribu, Jerman lebih dari 96 ribu dan Perancis lebih dari 90 ribu.
"Ini berarti jumlah kasus positif Covid-19 di negara-negara ini telah lebih tinggi dari yang terjadi di Tiongkok yang sekitar 82 ribu," tuturnya.
Di Indonesia sendiri, berdasarkan, data Kementerian Kesehatan per 5 April 2020 melaporkan jumlah kasus positif Covid-19 mencapai 2.273 atau meningkat 77% seminggu terakhir. Wabah Covid-19 juga telah menyebar ke berbagai daerah, seperti seluruh Jawa, Bali, Riau, Kepri, Babel, Kaltim, Kalteng, Kaltara, Sulsel dan bahkan Papua.
Lebih lanjut, Perry menjelaskan, pembatasan mobilitas manusia untuk pencegahan pandemi covid-19 telah berdampak negatif terhadap aktivitas ekonomi dan keuangan.
Sektor pariwisata, kata Perry merupakan salah satu sektor yang pertama paling berdampak karena covid-19.
"Seperti travel, hotel, restoran, penerbangan, dan UMKM terkait serta perdagangan ekspor dan impor karena terputusnya mata rantai perdagangan internasional," jelas Perry.
Yang pada akhirnya berbagai aktivitas ekonomi dan keuangan juga berdampak. Produksi dan investasi terganggu, UMKM dan sektor informal menurun, pengangguran meningkat, dan pendapat masyarakat menurun khususnya golongan berpenghasilan rendah.
Di bidang keuangan, selain kepanikan pasar keuangan global dan gelombang capital outflows dalam jumlah besar dan dalam waktu singkat sehingga memberi tekanan pelemahan nilai tukar Rupiah.
Dampak covid-19 lainnya yakni kemampuan membayar dari dunia usaha baik UMKM dan korporasi untuk angsuran pokok dan bunga atas kredit perbankan juga terganggu.
"Dengan kata lain, pandemi Covid-19 memunculkan permasalahan yang sangat kompleks, menyangkut kemanusiaan, ekonomi dan keuangan, yang terjadi sangat cepat dan meluas ke seluruh dunia," jelas Perry.
Hal-hal yang telah diceritakan oleh Perry itu akhirnya yang melatar-belakangi resesi ekonomi dunia pada tahun 2020. Seperti yang diperingatkan oleh IMF, dan akan kembali tumbuh pada 2021, sesuai dengan pola V-Shape dampak pandemi covid-19.
Indonesia lanjut Perry, termasuk beberapa negara yang diperkirakan masih tumbuh positif pada tahun 2020, dan kemudian kembali mengikat pada tahun 2021.
"Lembaga pemeringkat seperti Moody's dalam publikasinya, 2 April 2020 memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia dapat mencapai 3% paa 2020 dan kemudian meningkat mencapai 4,3% pada 2021," jelas Perry.
"Sementara itu, ADB pada 3 April 2020 memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2020 mencapai 2,5% dan akan pulih pada 2021," kata Perry melanjutkan.
(dru) Next Article BI Pertahankan Bunga Acuan 5%, Kebijakan Moneter: Akomodatif!
Gubernur BI Perry Warjiyo mengatakan, pasalnya pandemi covid-19 saat ini sangat menyangkut aspek kemanusiaan yang berdampak pada terganggunya aktivitas ekonomi dan keuangan.
"Pandemi covid-19 bergerak sangat cepat dan meluas ke seluruh dunia. Dalam tempo yang singkat," kata Perry saat melakukan video conference dengan Komisi XI DPR, Senin (6/4/2020).
"Ini berarti jumlah kasus positif Covid-19 di negara-negara ini telah lebih tinggi dari yang terjadi di Tiongkok yang sekitar 82 ribu," tuturnya.
Di Indonesia sendiri, berdasarkan, data Kementerian Kesehatan per 5 April 2020 melaporkan jumlah kasus positif Covid-19 mencapai 2.273 atau meningkat 77% seminggu terakhir. Wabah Covid-19 juga telah menyebar ke berbagai daerah, seperti seluruh Jawa, Bali, Riau, Kepri, Babel, Kaltim, Kalteng, Kaltara, Sulsel dan bahkan Papua.
Lebih lanjut, Perry menjelaskan, pembatasan mobilitas manusia untuk pencegahan pandemi covid-19 telah berdampak negatif terhadap aktivitas ekonomi dan keuangan.
Sektor pariwisata, kata Perry merupakan salah satu sektor yang pertama paling berdampak karena covid-19.
"Seperti travel, hotel, restoran, penerbangan, dan UMKM terkait serta perdagangan ekspor dan impor karena terputusnya mata rantai perdagangan internasional," jelas Perry.
Yang pada akhirnya berbagai aktivitas ekonomi dan keuangan juga berdampak. Produksi dan investasi terganggu, UMKM dan sektor informal menurun, pengangguran meningkat, dan pendapat masyarakat menurun khususnya golongan berpenghasilan rendah.
Di bidang keuangan, selain kepanikan pasar keuangan global dan gelombang capital outflows dalam jumlah besar dan dalam waktu singkat sehingga memberi tekanan pelemahan nilai tukar Rupiah.
Dampak covid-19 lainnya yakni kemampuan membayar dari dunia usaha baik UMKM dan korporasi untuk angsuran pokok dan bunga atas kredit perbankan juga terganggu.
"Dengan kata lain, pandemi Covid-19 memunculkan permasalahan yang sangat kompleks, menyangkut kemanusiaan, ekonomi dan keuangan, yang terjadi sangat cepat dan meluas ke seluruh dunia," jelas Perry.
Hal-hal yang telah diceritakan oleh Perry itu akhirnya yang melatar-belakangi resesi ekonomi dunia pada tahun 2020. Seperti yang diperingatkan oleh IMF, dan akan kembali tumbuh pada 2021, sesuai dengan pola V-Shape dampak pandemi covid-19.
Indonesia lanjut Perry, termasuk beberapa negara yang diperkirakan masih tumbuh positif pada tahun 2020, dan kemudian kembali mengikat pada tahun 2021.
"Lembaga pemeringkat seperti Moody's dalam publikasinya, 2 April 2020 memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia dapat mencapai 3% paa 2020 dan kemudian meningkat mencapai 4,3% pada 2021," jelas Perry.
"Sementara itu, ADB pada 3 April 2020 memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2020 mencapai 2,5% dan akan pulih pada 2021," kata Perry melanjutkan.
(dru) Next Article BI Pertahankan Bunga Acuan 5%, Kebijakan Moneter: Akomodatif!
Most Popular