Bos Baru Jababeka Bantah Isu Gagal Bayar Utang Rp 4,2 T

Syahrizal Sidik, CNBC Indonesia
15 July 2019 12:06
Manajemen KIJA yang baru membantah mengenai isu gagal bayar surat utang.
Foto: Sugiharto, Dirut Baru Jababeka/Twitter Sugiharto Speaking
Jakarta, CNBC Indonesia - Manajemen baru emiten pengembang kawasan industri PT Kawasan Industri Jababeka Tbk (KIJA) yang baru, membantah mengenai isu gagal bayar (default) atas surat utang yang diterbitkan anak usaha perseroan.

Tidak hanya itu, manajemen KIJA juga membantah adanya acting in concert dalam RUPST pada 26 Juni lalu. Menurut Uk.practicallaw, acting in concert adalah tindakan bersama yang berdasarkan perjanjian atau pemahaman (baik formal maupun informal), bekerja sama untuk mendapatkan atau mengkonsolidasikan kendali perusahaan.

Pernyataan ini ditegaskan Direktur Utama Jababeka yang baru yakni Sugiharto. Mantan Menteri Negara BUMN periode 2004-2007 ini 
menyebut bahwa isu yang mengemuka mengenai potensi default atas surat utang senilai US$ 300 juta atau Rp 4,2 triliun (asumsi kurs Rp 14.100/US$) tidak valid.

Soegiharto menyatakan, keputusan pengangkatannya sebagai Direktur Utama dan Aries Liman sebagai Komisaris adalah keinginan mayoritas pemegang saham publik yang hadir pada Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan (RUPST) yang berjumlah 52,12% dari keseluruhan pemegang saham yang menggunakan hak suaranya.

Manajemen Baru Jababeka Bantah Acting In Concert dan Isu DefaFoto: Jababeka Berisiko Gagal Bayar Utang (CNBC Indonesia TV)

"Kepemilikan saham tersebut terpisah-pisah, independen dan bukan dalam satu grup atau afiliasi," kata Soegiharto, dalam keterangan pers, Senin (15/7/2019).


Pernyataan ini bertolak belakang dengan penjelasan Direktur Utama Jababeka sebelumnya yakni Budianto Liman yang menyebut telah terjadi acting in concert dalam pemungutan suara pemegang saham dalam RUPST 26 Juni, di mana sebanyak 52,11% suara setuju.

Budianto mengatakan, sehubungan dengan hal tersebut, telah terjadi perubahan pengendalian dikarenakan sebagian besar suara yang diberikan saat voting sebagaimana dimaksud di atas dilaksanakan oleh pihak-pihak yang berada di bawah kendali Imakotama dan afiliasinya.

Imakotama Investindo adalah salah satu pemegang saham KIJA, bersama Mu'min Ali Gunawan dan Islamic Development Bank (IDB).

"Ini perusahaan jadi victim [korban] dari acting in concert [pengambilalihan kendali], bukan karena kinerja," kata Budianto Liman, saat jumpa pers di Jakarta, Senin (9/7/2019). 

Sugiharto menampik kabar ada perubahan pemegang saham pengendali setelah RUPST yang disahkan. Sebab kepemilikan saham yang dimiliki Mu'min Ali Gunawan masih 21,09% sejak Juni 2018 hingga Juli 2019. Begitu juga dengan kepemilikan saham KIJA milik IDB yang jumlah sahamnya masih sama 9,32% dan Imakotama tetap 6,16% sejak 31 Desember 2018 sampai saat ini.

"Adanya pengakuan Tedjo Budianto Liman mantan Direktur Utama KIJA sebagai korban dari acting in concert atau konspirasi dari pemegang saham KIJA adalah tidak benar," bantah Sugiharto.

Ia menambahkan, jumlah kepemilikan saham Mu'min (pendiri Bank Panin), IDB, dan Imakotama masing-masing di bawah 40%, sehingga tidak mengalahkan kepemilikan saham permitted holders (pemegang saham yang diizinkan) yaitu Setyono Djuandi Darmono dan Hadi Rahardja selaku co-founders KIJA.

Dengan ditunjuknya Sugiharto sebagai Dirut KIJA yang baru, jumlah individu yang termasuk dalam jajaran direksi (Board of Directors) setelah RUPST pada 26 Juni 2019 lalu adalah tujuh orang.

Dari jumlah itu, enam orang direksi atau mayoritasnya adalah anggota direksi saat Notes atau surat utang anak usaha diterbitkan, yaitu pada 5 Oktober 2016, dan anggota direksi yang ditunjuk setelahnya (sebelum RUPST) masih mayoritas.


Berdasarkan fakta bahwa komposisi jajaran direksi setelah penunjukkan Sugiharto sebagai Dirut masih dikuasai oleh anggota direksi saat Notes diterbitkan dan anggota direksi yang ditunjuk sebelum RUPST, maka mengacu pada Offering Memorandum dari Notes yang bersangkutan, KIJA tidak berkewajiban untuk melakukan penawaran pembelian Notes (buyback) dengan harga pembelian beserta dengan kewajiban bunga seperti yang diberitakan.


Selain itu, manajemen baru Jababeka juga membantah telah terjadi perubahan pengendali (change of control) s
etelah RUPST 26 Juni 2019. Sugiharto mengklaim, yang terjadi adalah penambahan anggota direksi saja.

Isu mengenai adanya perjanjian yang mewajibkan KIJA menawarkan pembelian kembali Notes karena pergantian direktur utama juga tidak benar.

"Isu yang beredar bahwa KIJA wajib melakukan penawaran pembelian Notes karena pergantian change of control ataupun direktur utama kami konfirmasi tidak valid," tandas Soegiharto. 


Simak ulasan Jababeka berpotensi default.

[Gambas:Video CNBC]

(tas/tas) Next Article Laba Jababeka di 2019 Capai Rp 119 M, Saham Terjerembab 54%

Tags


Related Articles
Recommendation
Most Popular