Ada Pemegang Saham yang Bikin Jababeka Terancam Default
Syahrizal Sidik, CNBC Indonesia
12 July 2019 10:15

Jakarta, CNBC Indonesia - Manajemen PT Kawasan Industri Jababeka Tbk (KIJA), emiten pengembang kawasan industri, menyampaikan secara gamblang perihal potensi gagal bayar surat utang yang diterbitkan anak usaha perseroan.
Dalam keterbukaan informasi yang disampaikan kepada Bursa Efek Indonesia, Kamis (11/7/2019), masalah pelik ini berawal dari Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan perusahaan dengan kode saham KIJA tersebut pada 26 Juni 2019 lalu. Dalam salah satu agendanya, Rapat membahas mengenai perubahan susunan anggota direksi dan komisaris.
Agenda itu diadakan lantaran adanya usulan dari pemegang saham perseroan, PT Imakotama Investindo dan Islamic Development Bank yang memberikan kuasa masing - masing kepada Iwan Margana dan PT Pratama Capital Assets Management (PCAM).
Kedua kuasa pemegang saham tersebut mengusulkan Sugiharto sebagai Direktur Utama dn Aries Liman sebagai komisaris dalam surat yang tertanggal 25 Juni 2019 kepada pimpinan Rapat. Padahal, seharusnya penyampaian surat usulan nama berikut jabatannya telah melalui tahapan evaluasi dari Komite Nominasi dan Remunerasi (KNR) yang dijalanan Dewan Komisaris.
Penyampaian surat usulan jabatan direktur utama yang baru diserahkan saat Rapat merupakan hal yang kurang lazim karena tugas dan wewenang fungski NKR tidak dapat dijalankan sebagaimana mestinya.
Apalagi, dalam rapat tersebut harus lansung dilakukan pemungutan suara pemegang saham, sebanyak 52,11% suara setuju. Sehubungan dengan hal tersebut, telah terjadi perubahan pengendalian dikarenakan sebagian besar suara yang diberikan saat voting sebagaimana dimaksud di atas dilaksanakan oleh pihak - pihak yang berada di bawah kendali Imakotama dan afiliasinya.
"Sehingga dapat dilihat sebagai telah terjadi acting in concert dan melebihi suara yang dimiliki oleh pemegang saham yang ditentukan dalam syarat dan kondisi dari Notes," tulis manajemen Jababeka.
Dengan adanya perubahan susunan anggota direksi dan dewan komisaris perusahaan, mengakibatkan perusahaan harus melakukan buyback (pembelian kembali) dengan harga pembelian 101% dari nilai pokok notes sebesar US$ 300 juta atau setara Rp 4,26 triliun (kurs Rp 14.200/US$) ditambah kewajiban bunga.
Dasar covenant yang menyebabkan Perseroan diwajibkan membeli kembali atas Notes senilai USD 300 juta merujuk pada covenant Section 4.12, Repurchase of Notes Upon a Change of Control, di dalam klausulnya tertulis:
"Dalam hal Perseroan tidak mampu melaksanakan penawaran pembelian tersebut, maka Perseroan/Jababeka International B.V. akan berada dalam keadaan lalai atau default," jelas manajemen menambahkan.
Kondisi lalai atau default tersebut mengakibatkan Perseroan atau anak - anak perusahaan Perseroan lainnya menjadi dalam keadaan lalai atau default pula terhadap masing - masing kreditur mereka lainnya.
Beberapa opsi yang akan ditempuh perseroan atas kondisi ini di antaranya dengan menambah utang dan menerbitkan saham preferen; melakukan investasi atau membatasi pembayaran tertentu, menerbitkan atau menjual saham Entitas Anak, menjual aset hingga melakukan konsolidasi dan merger.
Dijelaskan manajemen, saat ini pihak-pihak yang memegang notes tersebut adalah para investor dari mancanegara. Jangka waktu perseroan segera melakukan penawaran kembali tidak lebih dari 30 hari sejak terjadinya perubahan pengendali.
Pemegang Saham Berebut Aset Jababeka
[Gambas:Video CNBC]
(hps/hps) Next Article Terancam Default, Dirut: Jababeka Jadi Korban Pemegang Saham
Dalam keterbukaan informasi yang disampaikan kepada Bursa Efek Indonesia, Kamis (11/7/2019), masalah pelik ini berawal dari Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan perusahaan dengan kode saham KIJA tersebut pada 26 Juni 2019 lalu. Dalam salah satu agendanya, Rapat membahas mengenai perubahan susunan anggota direksi dan komisaris.
Agenda itu diadakan lantaran adanya usulan dari pemegang saham perseroan, PT Imakotama Investindo dan Islamic Development Bank yang memberikan kuasa masing - masing kepada Iwan Margana dan PT Pratama Capital Assets Management (PCAM).
Kedua kuasa pemegang saham tersebut mengusulkan Sugiharto sebagai Direktur Utama dn Aries Liman sebagai komisaris dalam surat yang tertanggal 25 Juni 2019 kepada pimpinan Rapat. Padahal, seharusnya penyampaian surat usulan nama berikut jabatannya telah melalui tahapan evaluasi dari Komite Nominasi dan Remunerasi (KNR) yang dijalanan Dewan Komisaris.
Apalagi, dalam rapat tersebut harus lansung dilakukan pemungutan suara pemegang saham, sebanyak 52,11% suara setuju. Sehubungan dengan hal tersebut, telah terjadi perubahan pengendalian dikarenakan sebagian besar suara yang diberikan saat voting sebagaimana dimaksud di atas dilaksanakan oleh pihak - pihak yang berada di bawah kendali Imakotama dan afiliasinya.
"Sehingga dapat dilihat sebagai telah terjadi acting in concert dan melebihi suara yang dimiliki oleh pemegang saham yang ditentukan dalam syarat dan kondisi dari Notes," tulis manajemen Jababeka.
Dengan adanya perubahan susunan anggota direksi dan dewan komisaris perusahaan, mengakibatkan perusahaan harus melakukan buyback (pembelian kembali) dengan harga pembelian 101% dari nilai pokok notes sebesar US$ 300 juta atau setara Rp 4,26 triliun (kurs Rp 14.200/US$) ditambah kewajiban bunga.
Dasar covenant yang menyebabkan Perseroan diwajibkan membeli kembali atas Notes senilai USD 300 juta merujuk pada covenant Section 4.12, Repurchase of Notes Upon a Change of Control, di dalam klausulnya tertulis:
(a) Not later than 30 days following a Change of Control, the Company or the Parent Guaran tor will make an Offer to Purchase all outstanding Notes (a "Change of Control Offer") at a purchase price equal to 101% of the principal amount thereof plus accrued and unpaid interest, if any, to (but not including) the Offer to Purchase Payment Date.
"Dalam hal Perseroan tidak mampu melaksanakan penawaran pembelian tersebut, maka Perseroan/Jababeka International B.V. akan berada dalam keadaan lalai atau default," jelas manajemen menambahkan.
Kondisi lalai atau default tersebut mengakibatkan Perseroan atau anak - anak perusahaan Perseroan lainnya menjadi dalam keadaan lalai atau default pula terhadap masing - masing kreditur mereka lainnya.
Beberapa opsi yang akan ditempuh perseroan atas kondisi ini di antaranya dengan menambah utang dan menerbitkan saham preferen; melakukan investasi atau membatasi pembayaran tertentu, menerbitkan atau menjual saham Entitas Anak, menjual aset hingga melakukan konsolidasi dan merger.
Dijelaskan manajemen, saat ini pihak-pihak yang memegang notes tersebut adalah para investor dari mancanegara. Jangka waktu perseroan segera melakukan penawaran kembali tidak lebih dari 30 hari sejak terjadinya perubahan pengendali.
Pemegang Saham Berebut Aset Jababeka
[Gambas:Video CNBC]
(hps/hps) Next Article Terancam Default, Dirut: Jababeka Jadi Korban Pemegang Saham
Most Popular