
Dari Rugi Jadi Untung & Ngototnya Garuda Soal Lapkeu
Dwi Ayuningtyas & Herdaru Purnomo, CNBC Indonesia
28 June 2019 12:19

Jakarta, CNBC Indonesia - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) hari ini (28/6/2019) akhirnya mengumumkan sanksi atas kejanggalan laporan keuangan tahun 2018 PT Garuda Indonesia Tbk (GIAA).
"Sanksi diberikan setelah Kementerian Keuangan c.q. Pusat Pembinaan Profesi Keuangan (PPPK) memeriksa AP/KAP tersebut terkait permasalahan laporan keuangan Garuda Indonesia tahun buku 2018, khususnya pengakuan pendapatan atas perjanjian kerja sama dengan PT Mahata Aero Teknologi yang diindikasikan tidak sesuai dengan standar akuntansi," kata Nufransa Wira Sakti Kepala Biro Komunikasi dan Layanan Informasi Kementerian Keuangan, dalam keterangan resminya, Jumat (28/6).
Laporan keuangan GIAA tahun lalu diperbincangkan karena perusahaan berhasil mencatatkan keuntungan dari transaski one-off dengan PT Mahata Aero Teknologi (MAT) yang bernilai bernilai US$ 239,94 juta atau setara Rp 3,41 triliun (kurs Rp 14.200/US$).
Pada tanggal 31 Oktober 2018, Grup Garuda Indonesia, termasuk Sriwijaya Air, mengadakan perjanjian kerja sama dengan PT Mahata Aero Teknologi (MAT) terkait penyediaan layanan konektivitas dalam penerbangan (wi-fi on board) dan hiburan dalam pesawat.
Atas perjanjian tersebut MAT bersedia membayar biaya kompensasi senilai US$ 239,94 juta untuk hak pemasangan peralatan konektivitas pada 203 pesawat dan layanan hiburan pada 99 pesawat.
Alhasil, GIAA mencatat keuntungan sebesar US$ 809.846 atau setara Rp 11,49 miliar (Kurs Rp 14.200/US$) dari yang sebelumnya rugi US$ 216,58 juta (Rp 3,07 triliun).
Pencapaian tersebut sejatinya tidak seiring dengan kinerja top line perusahaan yang hanya tumbuh tipis 4,69% year-on-year (YoY) menjadi US$ 4,37 miliar dibanding pencapaian tahun 2017 US$ 4,18 miliar.
Penjualan perusahaan tidak tercatat optimal karena pendapatan dari pos penerbangan tidak berjadwal seperti haji dan charter anjlok 11,49% YoY, padahal sebelumnya pos pendapatan ini berhasil tumbuh hingga 56,19% YoY.
Sementara itu, pemasukan dari pos penerbangan berjadwal hanya naik tipis 4,01% secara tahunan, dimana tahun lalu berhasil tumbuh hingga 56,19% YoY.
Dengan total penjualan yang cenderung stagnan di level US$ 4,37 miliar, perusahaan semestinya merugi karena total beban usaha yang dibukukan tahun lalu mencapai US$ 4,58 miliar.
Dengan demikian, jika pendapatan dari perjanjian kerja sama dengan MAT dikeluarkan dari pencatatan, pada dasarnya GIAA akan menderita rugi sebelum pengenaan pajak sebesar US$ 220,93 juta, lebih besar dari kerugian sebelum pajak 2017 yang ada di US$ 158,18 juta.
Sebelum jatuh sanksi, manajemen Garuda selalu keukeuh pendapatan yang menjadi laba itu tidak melanggar Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) 23. Sebab menurut Garuda, secara substansi pendapatan dapat dibukukan sebelum kas diterima.
Garuda juga mengatakan bahwa laporan keuangannya telah disajikan secara wajar dalam seluruh hal yang material (wajar tanpa pengecualian). Hal itu disebut sejalan dengan hasil audit KAP Tanubrata Sutanto Fahmi Bambang & Rekan (member of BDO international) yang merupakan Big 5 (Five) Accounting Firms Worldwide.
Garuda juga baru saja mengirimkan siaran pers terkait penetapan sanksi dari Kemenkeu, OJK, hingga BEI. Lagi-lagi, Garuda keukeuh, tidak ada kesalahan.
"Hasil pemeriksaan Kementerian Keuangan dan OJK perihal keuangan Garuda Indonesia - khususnya pencatatan kerjasama inflight connectivity dengan Mahata, Kami menghormati pendapat regulator dan perbedaan penafsiran atas laporan keuangan tersebut namun kami akan mempelajari hasil pemeriksaan tersebut lebih lanjut."
"Laporan Keuangan Garuda Indonesia Audited 2018 merupakan hasil pemeriksaan dari auditor independen yaitu KAP Tanubrata Fahmi Bambang & Rekan ("KAP BDO"), dan kami percaya mereka telah melakukan proses audit sesuai dengan PSAK dan mengacu pada asas profesionalisme. Tidak ada sama sekali campur tangan dari pihak manapun termasuk namun tidak terbatas dari Direksi maupun Dewan Komisaris untuk mengarahkan hasil pada tujuan tertentu," tulis Ikhsan Rosan, VP Corporate Secretary Garuda Indonesia.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(dwa/dru) Next Article Deal! Garuda Raih Keringanan Utang 11 Kreditor, Ini Daftarnya
"Sanksi diberikan setelah Kementerian Keuangan c.q. Pusat Pembinaan Profesi Keuangan (PPPK) memeriksa AP/KAP tersebut terkait permasalahan laporan keuangan Garuda Indonesia tahun buku 2018, khususnya pengakuan pendapatan atas perjanjian kerja sama dengan PT Mahata Aero Teknologi yang diindikasikan tidak sesuai dengan standar akuntansi," kata Nufransa Wira Sakti Kepala Biro Komunikasi dan Layanan Informasi Kementerian Keuangan, dalam keterangan resminya, Jumat (28/6).
Laporan keuangan GIAA tahun lalu diperbincangkan karena perusahaan berhasil mencatatkan keuntungan dari transaski one-off dengan PT Mahata Aero Teknologi (MAT) yang bernilai bernilai US$ 239,94 juta atau setara Rp 3,41 triliun (kurs Rp 14.200/US$).
Alhasil, GIAA mencatat keuntungan sebesar US$ 809.846 atau setara Rp 11,49 miliar (Kurs Rp 14.200/US$) dari yang sebelumnya rugi US$ 216,58 juta (Rp 3,07 triliun).
Pencapaian tersebut sejatinya tidak seiring dengan kinerja top line perusahaan yang hanya tumbuh tipis 4,69% year-on-year (YoY) menjadi US$ 4,37 miliar dibanding pencapaian tahun 2017 US$ 4,18 miliar.
Penjualan perusahaan tidak tercatat optimal karena pendapatan dari pos penerbangan tidak berjadwal seperti haji dan charter anjlok 11,49% YoY, padahal sebelumnya pos pendapatan ini berhasil tumbuh hingga 56,19% YoY.
Sementara itu, pemasukan dari pos penerbangan berjadwal hanya naik tipis 4,01% secara tahunan, dimana tahun lalu berhasil tumbuh hingga 56,19% YoY.
Dengan total penjualan yang cenderung stagnan di level US$ 4,37 miliar, perusahaan semestinya merugi karena total beban usaha yang dibukukan tahun lalu mencapai US$ 4,58 miliar.
Dengan demikian, jika pendapatan dari perjanjian kerja sama dengan MAT dikeluarkan dari pencatatan, pada dasarnya GIAA akan menderita rugi sebelum pengenaan pajak sebesar US$ 220,93 juta, lebih besar dari kerugian sebelum pajak 2017 yang ada di US$ 158,18 juta.
Sebelum jatuh sanksi, manajemen Garuda selalu keukeuh pendapatan yang menjadi laba itu tidak melanggar Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) 23. Sebab menurut Garuda, secara substansi pendapatan dapat dibukukan sebelum kas diterima.
Garuda juga mengatakan bahwa laporan keuangannya telah disajikan secara wajar dalam seluruh hal yang material (wajar tanpa pengecualian). Hal itu disebut sejalan dengan hasil audit KAP Tanubrata Sutanto Fahmi Bambang & Rekan (member of BDO international) yang merupakan Big 5 (Five) Accounting Firms Worldwide.
Garuda juga baru saja mengirimkan siaran pers terkait penetapan sanksi dari Kemenkeu, OJK, hingga BEI. Lagi-lagi, Garuda keukeuh, tidak ada kesalahan.
"Hasil pemeriksaan Kementerian Keuangan dan OJK perihal keuangan Garuda Indonesia - khususnya pencatatan kerjasama inflight connectivity dengan Mahata, Kami menghormati pendapat regulator dan perbedaan penafsiran atas laporan keuangan tersebut namun kami akan mempelajari hasil pemeriksaan tersebut lebih lanjut."
"Laporan Keuangan Garuda Indonesia Audited 2018 merupakan hasil pemeriksaan dari auditor independen yaitu KAP Tanubrata Fahmi Bambang & Rekan ("KAP BDO"), dan kami percaya mereka telah melakukan proses audit sesuai dengan PSAK dan mengacu pada asas profesionalisme. Tidak ada sama sekali campur tangan dari pihak manapun termasuk namun tidak terbatas dari Direksi maupun Dewan Komisaris untuk mengarahkan hasil pada tujuan tertentu," tulis Ikhsan Rosan, VP Corporate Secretary Garuda Indonesia.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(dwa/dru) Next Article Deal! Garuda Raih Keringanan Utang 11 Kreditor, Ini Daftarnya
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular