Kata Siapa Garuda Butuh Investor, Duitnya Tebal! Nih Buktinya

Jakarta, CNBC Indonesia - Emiten transportasi pengelola maskapai nasional, Garuda Indonesia (GIAA), disebutkan saat ini tengah memiliki likuiditas jumbo setelah sukses melaksanakan penambahan modal dan perbaikan kinerja pasca kembali ramainya aktivitas perjalanan udara.
Karena kondisi tersebut, Wakil Menteri BUMN II Kartika Wirjoatmodjo menyampaikan bahwa saat ini perusahaan masih belum membutuhkan pendanaan segar dari investor strategis baru.
Sebelumnya GIAA sempat dikabarkan akan melakukan private placement dengan saham baru yang diterbitkan akan diserap oleh maskapai global asal timur tengah dan diharapkan mampu menggalang dana hingga US$ 400 juta atau setara dengan Rp 6 triliun (asumsi kurs Rp 15.000/US$).
Namun, pernyataan terbaru dari Wamen BUMN terkait Isu rencana masuknya maskapai asal Dubai, Emirates Airlines, menjadi jawaban tidak langsung terkait kepastian pelaksanaan putaran penambahan modal terbaru tersebut yang tampaknya urung terjadi, setidaknya dalam waktu dekat.
"[Emirates Airlines] belum [jadi Investor], karena kita lagi menghitung, sementara Garuda sekarang cashnya rich banget. Jadi jangka pendek ini garuda belum membutuhkan pendanaan dulu," kata Tiko.
Penambahan Modal, Kinerja Operasi dan Restrukturisasi
Likuiditas jumbo yang saat ini dirasakan GIAA, seperti pernyataan Wamen BUMN, salah satunya ditopang oleh kesuksesan penambahan modal lewat skeman rights issue yang dilakukan tahun lalu.
Dalam aksi korporasi tersebut GIAA memperoleh dana segar bersih senilai Rp 7,77 triliun setelah dikurangi biaya emisi.
Dana tersebut akan digunakan untuk dua keperluan utama yakni belanja modal (capex) senilai Rp 4,5 triliun dan sisanya untuk belanja operasional perusahaan, termasuk biaya sewa pesawat dan bahan bakar.
Berdasarkan pengungkapan terbaru, GIAA diketahui baru menggunakan Rp 1,26 triliun hingga akhir tahun lalu. Senilai Rp 630,8 miliar untuk belanja modal terkait perawatan dan restorasi dan Rp 632,75 miliar untuk belanja operasional termasuk biaya sewa pesawat, biaya restrukturisasi dan modal kerja lainnya.
Artinya pada awal tahun 2023, Garuda masih memiliki dana segar hingga Rp 6,50 triliun sisa dari penambahan modal terbaru yang masih belum digunakan.
Selain itu, kinerja keuangan perusahaan juga semakin membaik dan mencatatkan laba bersih US$ 3,70 miliar (Rp 55,5 triliun) dalam sembilan bulan pertama tahun lalu. Kondisi tersebut berbalik dari kerugian US$ 1,67 miliar yang diderita perusahaan pada periode yang sama setahun sebelumnya.
Hingga akhir September lalu - sebelum rights issue, GIAA memiliki jumlah kas dan setara kas senilai US$ 168 juta (Rp 2,52 triliun), naik signifikan dari US$ 54,44 juta setahun sebelumnya. Peningkatan signifikan ini salah satunya dipacu oleh lonjakan arus kas dari aktivitas operasi.
GIAA mencatatkan arus kas operasi senilai US$ 285,99 juta atau naik sekitar 402% dalan setahun (yoy). Pembukaan ekonomi yang semakin luas menjadi motor utama yang menggenjot kinerja terbaru perusahaan.
Selain itu, perusahaan juga diketahui sukses melakukan restrukturisasi utang akhir tahun lalu dan berlaku efektif sejak awal tahun ini. Adapun sejumlah kepekatan yang disetujui termasuk penerbitan Surat Utang Baru dan surat utang syariah atau Sukuk Baru.
Sanggahan: Artikel ini adalah produk jurnalistik berupa pandangan CNBC Indonesia Research. Analisis ini tidak bertujuan mengajak pembaca untuk membeli, menahan, atau menjual produk atau sektor investasi terkait. Keputusan sepenuhnya ada pada diri pembaca, sehingga kami tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan tersebut.
TIM RISET CNBC INDONESIA
[Gambas:Video CNBC]
Sri Mulyani Desak Garuda Penuhi 3 Syarat Ini Sebelum PMN Cair
(fsd/fsd)